-->

Menyimpulkan secara kasat mata (Ibu Rumah Tangga)


Ibu Segala Bisa
Sumber: http://dpbbmlucu.info/2016/01/ibu-rumah-tangga/





































Beberapa waktu lalu saya dikejutkan dengan status seorang kawan di media sosial mengenai seorang Bapak yang terlihat sedang menyuapkan makanan kepada anaknya di sebuah restoran yang berada di dalam mall, sementara istrinya tidak terlihat.

Sang kawan dengan nyinyir menyatakan sesuatu yang bersifat seolah-olah ibu dari anak tersebut sangat tidak bertanggung-jawab.

"Wajar jika suaminya minta kawin lagi.", kira-kira begitu isi kalimatnya.

Tidak heran jika yang mengatakannya adalah seorang pria, ... tetapi jika seorang wanita yang mengatakan rasanya kok miris banget ya?
Sebagai seorang ibu rumah tangga dan mantan pegawai perusahaan, saya tahu benar bahwa menjadi ibu rumah tangga jauh lebih tinggi tingkat stresnya dibandingkan kerja di luar rumah. Apalagi jika memiliki suami yang sangat tidak pengertian.

Jika kerja di luar rumah, si ibu masih memiliki pergaulan, bisa berbagi cerita dengan teman-temannya, melihat suasana yang berbeda setiap harinya, serta lebih dihargai karena memiliki penghasilan ... sedangkan seorang ibu rumah tangga, yang dilihat antara dua hal saja, pakaian kotor yang menumpuk atau pakaian bersih yang menumpuk serta menunggu untuk disetrika dan disusun. Belum lagi jika anak rewel atau sakit, sedang masak atau mau makan mendadak anak minta cebok karena poop, sudah lelah ingin istirahat sementara anak minta ditemani bermain. Di samping itu, saat suasana hati sedang tidak baik, tiada siapapun yang bisa diajak berbagi cerita.

Sungguh malang sekali ibu dari anak tersebut yang tidak tahu apa-apa, berlibur (mungkin) hanya sejam dalam seminggu untuk cuci mata di dalam mall, sisanya sekitar 167 jam dalam seminggu, ia berkutat dengan pekerjaan rumah tangga (memasak, mencuci, menyetrika, membersihkan dan membereskan rumah), mengasuh dan mendidik balita yang super aktif, melayani nafsu suami, mengelola uang belanja bulanan, dsb ... tapi tak mendapatkan apresiasi apapun dari 'penonton' yang hanya melihatnya dalam satu detik.

Hal tersebut kembali mengingatkan saya ketika media online mengangkat berita mengenai Ruben Onsu yang dalam fotonya terlihat sedang menggendong anaknya menggunakan kain di tempat umum, bahkan di Hongkong, sehingga mengundang beberapa komentar, dari yang positif hingga negatif.

Mungkin tidak lazim seorang ayah menggendong anaknya di tempat umum menggunakan kain, apalagi yang melakukannya adalah Ruben Onsu yang terlihat sedikit kemayu, tetapi sesungguhnya sah-sah saja kok ayah menggantikan ibu untuk menggendong bayinya ... pakai kain supaya tangan tidak pegal bukan?

Suami yang pengertian pasti tahu betapa lelahnya istri mengurus rumah tangga, betapa susahnya istri harus kejar-kejaran dengan balita yang aktif setiap harinya, ... sehingga ketika pergi membawa anak dan istrinya berlibur, ia menginginkan agar istrinya sepenuhnya bahagia dan bebas dari rutinitas.

Beberapa netizen justru mencibir ke arah Sarwendah yang terlihat bisa bebas bergaya di foto sementara Ruben yang menggendong bayinya menggunakan kain.

Kasihan ya wanita, kerja di rumah tak ada yang tahu, sementara ayah jelas profesinya, jelas kantornya, jelas jabatannya, jelas pekerjaannya, dan jelas mendapatkan penghasilan (uang). Bahkan beberapa suami yang kerja 8 jam sehari, bisa dengan enteng mengatakan kepada sang istri "aku ini capek, baru pulang kerja, sementara kamu, tidur saja kerjamu di rumah."

Apa di rumah harus pasang CCTV pada setiap sudutnya agar bisa ditayangkan setiap harinya di media sosial atau sekedar memperlihatkannya kepada suami? Hmm, mungkin bisa masuk dalam anggaran bulanan untuk itu. Karena kata orang kan, no pic no video is HOAX. Heheheheee ...

Saya sendiri sangat jarang dibawa oleh suami saya untuk berlibur, jangankan keluar negeri atau keluar kota, untuk membawa saya ke mall saja, dia selalu tidak ada waktu. Harus mengerahkan tenaga untuk 'ngotot' dengannya terlebih dahulu.

Pekerjaan menyita hampir seluruh waktunya sehingga mengharuskan saya tinggal berdua saja dengan sang buah hati di rumah sepanjang waktu. Sejak awal menikah hingga saat ini pun kami tidak tidur dalam satu kamar apalagi satu tempat tidur yang sama. Waktu tidurnya pun terbalik dengan orang normal lainnya, kalau manusia normal tidur malam hingga pagi hari, sementara dia tidur subhu hingga siang hari dan lanjut bekerja dari siang hingga subhu.

Dengan sistem kerja yang seperti itu, memang percuma jika ia harus pulang ke rumah, bagi dia pun itu hanya membuang-buang waktu sehingga dia memilih tidur di ruko setiap hari. Jika ruko layak untuk tempat tinggal saya dan anak, tentu saya ikut tinggal di sana, sayangnya sangat tidak layak karena hampir seperti gudang komputer, belum lagi kotor dan berdebu.

Kami berdikari, memiliki warnet dan game centre dengan tempat tinggal di lantai 3 ruko, tidak menggaji karyawan untuk maintenance komputer karena ia lulusan S1 IT, sehingga hidupnya dipenuhi dengan perangkat komputer saja, bukan perangkat hati tulus ikhlas untuk bersama anak dan istrinya.

Bukan hanya sekali saya komplain, bahkan sering kali saya mengeluh, tetapi jatuhnya adalah bertengkar karena ia ingin dimengerti dan saya pun ingin dimengerti. Bahkan saya sempat ingin bercerai darinya, karena suami saya bukan tipikal yang keukeuh mempertahankan rumah tangga. Jika ia keukeuh, tentu dia akan mengalah dengan mengambil libur sehari dalam seminggu atau paling tidak sehari dalam sebulan.

Setiap saya mengeluh padanya, ia selalu mengatakan bahwa saya tidak pernah mengerti kalau ia bekerja mencari uang, tidak seperti saya yang bisa enak-enakan santai di rumah sepanjang hari.

Duh, betapa beruntungnya ya wanita di luaran sana yang punya suami super pengertian, perhatian, dan penyayang. Mungkin Sarwendah salah satu wanita yang beruntung itu, karena ia memiliki suami yang pengertian seperti Ruben. Sering kali muncul dalam benak saya pikiran seperti itu, tapi syukurlah saya bukan salah satu yang memiliki sifat iri sehingga harus nyinyir dengan keberuntungan Sarwendah. Hihihihiii ...

Seperti ilustrasi yang saya comot dari sebuah web di atas, begitulah kerempongan ibu rumah tangga setiap harinya.

Saat saya selesai masak tadi, kemudian berencana mulai makan dan memanggil anak saya untuk menyuapkannya makanan juga, ternyata ia malah datang untuk mengatakan bahwa ia sedang poop.

Sebagai seorang ibu, tentu saya langsung meletakkan piring saya terlebih dahulu dan membersihkannya sebelum mulai makan bersama-sama. Meskipun ia menggunakan diapers, mana tega saya membiarkannya menikmati makanan dengan kotoran yang masih menggantung.

Ibu Rumah Tangga itu adalah profesi yang perlu mendapatkan apresiasi paling tinggi loh. Pria saja tidak tahan berada di rumah berhari-hari, tetapi ibu rumah tangga betah berada di rumah berhari-hari dengan pekerjaan yang itu-itu saja tanpa teman bicara, bahkan harus menjadi tempat bermanja bagi sang buah hati, tapi tak ada tempat untuk dimanja bagi dirinya sendiri.

Seorang wanita yang kodratnya lebih lemah daripada pria, bisa menggendong buah hatinya yang beratnya 15 kilo selama berjam-jam dimana lelaki akan kelelahan dengan melakukannya hanya 15 menit. Saya mengatakannya berdasarkan pengalaman saya dan suami juga. Itu karena wanita menggunakan hati, sedangkan pria hanya menggunakan tenaga.

Tetapi lagi-lagi tidak dapat diterima oleh para 'penonton', seorang ayah yang menggendong atau menyuapkan makanan anaknya di tempat umum. Sayang sekali banyak orang mengambil kesimpulan secara kasat mata saja ya?

Si ayah pengertian tersebut tentulah ayah yang hebat, tetapi si ibu juga pasti bukan orang yang lepas tanggung jawab terhadap anaknya. Mungkin saja ketika istrinya ingin membawa sang buah hati, si suami menawarkan diri untuk membantu menjaga karena sedang menjalankan Sunnah Rosul. 

Meringankan beban istri termasuk dalam Sunnah Rosul yaa Bapak-bapak ... jangan melulu 'POLIGAMI' yang ada dalam pikiran, heheheheee ... colekkk semua Bapak.

Dalam hidup ini bukan hanya ada kedua mata yang bisa digunakan untuk melihat, tetapi ada 'mata' lainnya yaitu mata hati. Melihat sesuatu hal juga bisa menggunakan perasaan, berempati terhadap orang lain itu perlu ... sehingga pikiran bukan hanya dipengaruhi oleh hawa negatif.

Sebagai sesama wanita, terutama seorang ibu, kita pasti tahu apa yang 'ibu' lainnya juga kerjakan di rumah. Jangan karena suami kita tidak seperti 'suaminya', maka kita mengambil kesimpulan bahwa 'dia' juga tidak seperti kita.

Ibu Rumah Tangga adalah sebuah profesi, dimana Job Desc nya di setiap 'perusahaan' (rumah tangga) pasti sama. Kita mengerjakannya, dia pun pasti juga melakukan hal sama.



Note: Boleh dishare tapi jangan dicopy yaa ... ^_^



You Might Also Like

0 comments