Masih minimnya kesadaran kita untuk mendidik anak tanpa kekerasan membuat kita beranggapan bahwa itu adalah hal yang biasa. Seperti ketika guru yang menghukum anak menggunakan penggaris untuk memukul telapak tangannya, mencubit dada anak lelaki atau lengan anak perempuan hingga berbekas (biru), menjewer telinga hingga berbunyi, menendang kaki hingga terjatuh ... beberapa dari kita menganggap bahwa hal tersebut wajar ... sampai akhirnya kita dengar seorang siswa meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh sang guru. Tidak menutup kemungkinan awalnya guru tersebut hanya mencubit, memukul pakai penggaris, hingga kebablasan, memanjakan nafsu setannya untuk menghajar anak muridnya tersebut sampai sang anak kehilangan nyawa, seperti yang terjadi di Ternate pada tahun 2015.
Sumber: https://www.vemale.com/galeri/10-wanita-tercantik-pada-zaman-china-kuno.html |
Saya baru saja menyelesaikan menonton drama seri Mandarin berjudul 'Wei ZiFu', kisah seorang penari yang bekerja di kediaman Putri Ping Yang, kakak kandung kaisar Wu, kaisar Han yang bertahta saat itu, dan kemudian dijadikan selir oleh kaisar. Ini adalah DVD kesekian seri kekaisaran yang saya tonton, sebelumnya saya juga sempat menonton kisah 'Dou YiFang', permaisuri kerajaan Han juga, istri dari Kaisar Wen (Liu Heng). Waktu jamannya Wei ZiFu, dia sudah menjadi nenek suri, karena Kaisar Wu adalah cucunya. Anak dari Dou YiFang adalah Kaisar Jing yang merupakan ayah dari Kaisar Wu.
Bukan sekedar menonton, karena berdasar rasa penasaran, saya jadi lebih banyak membaca dan mencari tahu seperti apa karakter dan kondisi mereka yang sebenarnya berdasarkan sejarah tertulis. Pada kisahnya di film, Wei ZiFu digambarkan sebagai permaisuri yang bijak bahkan anaknya yang diangkat sebagai putera mahkota juga dikisahkan pandai dan bijak seperti ibunya.
Pada catatan sejarahnya, tidak terlalu jelas digambarkan mengenai karakter Wei ZiFu, tetapi miris ketika membaca akhir dari kisah hidupnya, ia bunuh diri menyusul anaknya yang juga bunuh diri karena kalah dalam pemberontakan. Catatan sejarahnya adalah sang putera mahkota memberontak karena ibunya telah kehilangan kasih sayang ayahnya, Kaisar Wu.
Gadis-gadis dibawa masuk ke istana, ditiduri oleh kaisar sekali, kemudian syukur-syukur didatangin lagi, bahkan setelahnya kaisar sudah lupa sama kehadiran mereka, hanya selir kecil yang menunggu gila dan mati di istana belakang. Kalau yang sudah diangkat menjadi nyonya (selir besar) masih lumayan, bisa berdandan dengan mewah dan mondar-mandir datangi kaisar, masih ada kemungkinan kaisar datang kembali menidurinya sehingga berkesempatan melahirkan anak keturunan untuk kaisar (agar memiliki 'akar' untuk tetap kokoh berdiri) serta memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi permaisuri.
Cara masuk para gadis ke istana pun sangat unik, selain mengikuti pemilihan gadis istana setiap tahunnya. Seperti We ZiFu, gadis dari golongan rakyat dan miskin, yang diminta secara langsung oleh Putri Ping Yang melayani kaisar, kemudian dibawa ke istana untuk menjadi selirnya. Dulu Dou YiFang pun begitu, gadis yang tidak jelas asal usulnya namun diangkat menjadi permaisuri dan akhirnya selalu ikut campur masalah kenegaraan, malah jadi wanita yang paling berkuasa di kerajaan Han sampai akhir hidupnya. Dou YiFang diceritakan akhir hidupnya pada serinya Wei ZiFu.
Wanitanya kaisar, baik yang menjabat sebagai permaisuri, sebagai nyonya, apalagi tingkatan selir-selir lainnya dari yang tinggi sampai yang paling kecil (sudah kayak jenjang karir ya), sama menderitanya, karena harus berbagi kasih satu sama lain, tidak akan sama adilnya. Ketika kaisar jatuh cinta dengan seorang wanita, tiap malam ia bisa hanya tidur dengan wanita itu saja, begitupun ketika wanita baru datang yang lebih menarik dan pandai mencari perhatian kaisar, yang lama pun ditinggalkan begitu saja. Permaisuri biasanya mendapat penghargaan lebih dan dipercayai mengurus istana belakang karena ia sudah banyak berkorban untuk kaisar, salah satunya adalah 'berjasa' karena telah melahirkan anak keturunan (laki-laki) untuk kaisar.
Betapa sedihnya ketika Wei ZiFu, seorang permaisuri, harus menunggu semalaman dengan makanan kesukaan kaisar yang sudah dihidangkan di dalam kediamannya, sementara kaisar tak kunjung hadir karena sedang bermadu kasih dengan selirnya yang lain. Saya menontonnya saja bisa gemas sendiri. Entah apa yang ada di pikiran kaisar (dan mungkin setiap lelaki memang begitu), yang bisa dengan mudah menumbuhkan hasrat dan nafsu bahkan cinta kepada wanita lain tanpa (beban) memikirkan perasaan wanita yang seumur hidup sudah setia serta banyak berkorban untuknya.
Belum lagi intrik para wanita istana belakang, oleh karena itu butuh permaisuri yang bijak untuk mengatasinya, bahkan permaisuri pun tak luput dari perbuatan licik para selir demi menjatuhkan dan menggantikan kedudukannya.
Bagi saya kisah Dou YiFang dan Wei ZiFu paling menarik karena selain saling berkaitan melalui satu jalur keturunan kekaisaran Han, yang paling diekspos adalah kehidupan para wanitanya.
Kisah Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing juga menarik, tetapi yang diekspos adalah perebutan kekuasaan oleh anak-anaknya. Kebetulan ia memiliki banyak anak lelaki, ada 35 anak lelaki berdasarkan catatan sejarahnya di wikipedia. Meskipun kelihatan sebagai anak-anak kaisar yang patuh, namun sesungguhnya mereka terpisah dalam kelompok masing-masing dan saling menyusun strategi untuk menyikut kelompok yang lain.
Kaisar menyayangi Pangeran ke 14, dan desas-desusnya akan diangkat untuk menggantikan putera mahkota. Putera mahkota, anak pertama dari permaisurinya, adalah orang yang kurang bisa diharapkan dan licik. Pangeran ke 14 lebih baik hati sehingga bisa membuat tenang hati kaisar agar tidak terjadi saling bunuh antar saudara. Pangeran ke 14 sendiri bersama Pangeran ke 9 dan 10 mendukung pangeran 8 untuk menjadi putera mahkota (calon pengganti kaisar). Sementara Pangeran ke 13 mendukung Pangeran ke 4. Pangeran ke 4 sikapnya lebih tenang, namun ternyata sudah punya strategi secara diam-diam untuk menjatuhkan yang lainnya, karena pada akhir hidup Kaisar Kangxi, pada wasiat tertulis bahwa Pangeran ke 4 yang diputuskan untuk menggantikannya. Tidak ada yang percaya dengan keputusan Kangxi tersebut, bahkan isunya Pangeran ke 4 telah memalsukan wasiat Kangxi.
Dari sisi manapun kehidupan di istana sangat menyeramkan ya, penuh intrik. Belum lagi karena kesalahan kecil bisa dihukum pancung. Hanya tidak sengaja menjatuhkan gelas di hadapan selir saja, pelayan bisa sangat ketakutan dan berkata sambil sujud-sujud "Hamba pantas mati.". Ketemu selir yang gila karena galau tidak didatang-datangi sama kaisar, bisa dibunuh betulan itu pelayan.
Beruntunglah kita hidup di jaman ini, di Indonesia pula, meskipun korupsi besar-besaran tidak sampai dihukum penggal, bahkan predator anak pun belum tentu mendapat hukuman mati, apalagi penggal, karena tidak sesuai dengan sila ke dua Pancasila "Kemanusiaan yang adil dan beradab", meskipun sebenarnya kan kemanusiaan itu hanya berlaku bagi orang yang memanusiakan manusia. Kalau pembunuh sih bagi saya (sebagai rakyat Indonesia) tidak berlaku lagi sila kedua.
Tapi bagaimanapun seremlah menjadi bagian dari kehidupan istana pada jaman kekaisaran Tiongkok. Saya suka menikmati sejarahnya, drama serinya, tetapi sama sekali tak pernah bermimpi menjadi bagian di dalamnya. Pada jaman dinasti Tang, selir kaisar saja bisa mencapai 3000 orang, ada yang sampai mati tidak pernah bertemu dengan kaisar, sebagian pasti menjadi gila dulu sebelum mati. Kasihan ...
Fiksi
Terlalu Benci
Oleh: marga Tang
“Sampai matipun aku nda bakal nyapa
si Ariana itu!”
Astaghfirullah,
Bella berkata dalam hati. “Jangan begitu jugalah Lin. Emang Ariana salah apa
sih?”
Mata Linda yang sipit mendelik.
“Salah apa?! Kamu tau sendiri kan Bel kalau aku dari dulu emang sudah nda suka
sama dia. Musuhku dulu namanya sama dengan dia, sudah gitu gayanya itu loh,
klemak-klemek sok suci.”
Nada
suara Linda meninggi dengan logat Jawanya yang masih kental terdengar. Linda
adalah keturunan Tionghoa yang besar di Malang.
Bella menghela nafas berat. Susah
juga temannya yang satu ini, pikirnya. Sebenarnya permusuhan yang terjadi
antara Ariana dan Linda ini bukan hanya melibatkan dua pihak tersebut yang
masih bertikai sampai sekarang, melainkan melibatkan dirinya, serta dua orang sahabatnya
yaitu Intan dan Hasnah, juga beberapa teman lain yang berbeda rumah kos dengan
mereka.
Pertikaian diawali sejak satu
persatu HP milik para sahabat itu lenyap dan yang terakhir adalah HP milik
Linda menjadi korban. Linda marah besar dan membawa permasalahan ‘kemalingan’
ini ke dukun yang mengharuskan semua penghuni rumah kos tempat ia tinggal untuk
meminum air dari dukun tersebut termasuk Bella, Ariana, Intan dan Hasnah.
Yang membuatnya menjadi tidak adil
di mata Ariana adalah teman-teman yang mengompori Linda menyerahkan kasusnya
kepada dukun tidak dipaksa untuk meminum air tersebut. Konflik terjadi di
antara mereka. Apalagi ketika Ariana tahu bahwa orang yang dituju oleh Linda
adalah teman sekamarnya, yaitu Hasnah.
Akhirnya pelaku pencurian yang
sebenarnya terungkap dan ternyata sahabat dekat Linda di kampus. Ia memang suka
mengunjungi Linda di kos, dan kemudian memanfaatkan kesempatan juga untuk
mencuri HP temannya satu persatu.
Linda yang memang sedikit angkuh
mulai mencoba menegur Hasnah, Bella, dan Intan, seperti biasa seolah-olah tak
pernah ada yang terjadi di antara mereka, hanya Ariana yang sama sekali tidak
ia tegur, mungkin karena Ariana sempat menunjukan dirinya sangat membela
Hasnah atau karena sejak dulu Linda sudah iri dengan kecantikan Ariana dan kebaikan hatinya. Memang sebelum terjadi masalah di antara mereka, Linda dan Ariana sudah
sering bertengkar kecil.
Ada satu rahasia yang disimpan oleh Ariana
dan Bella. Linda jatuh cinta pada kakak kelas mereka, namanya Edy, asal Blitar.
Ariana juga berasal dari Blitar dan ia pernah punya kisah cinta bersama Edy,
tetapi Linda tidak tahu itu.
“Bel, aku mohon sama kamu, jangan
sampai Linda tahu kalau Edy itu mantan pacarku. Aku nda mau dia malu.” Begitu
sepenggal amanat dari Ariana padanya.
“Hey! Kamu nda dengerin ya?!” Linda
menepuk pundak Bella kesal, sehingga membuyarkan lamunan Bella.
Bella geleng-gelengkan kepalanya
sambil melirik kepada Linda, belum hilang rasa terkejutnya. Linda memang agak
kasar dalam bergaul.
“Persetan deh.” Kata Linda cuek
sambil pergi meninggalkan Bella di kantin kampus.
“Kenapa Bel?” Tanya Hasnah yang tiba-tiba
sudah duduk di sampingnya dengan membawa segelas es jeruk.
Bella tersenyum sumbang. “Tau tuh
Linda, sejak jatuh cinta bawaannya curhat terus, capek dengernya.”
Hasnah tertawa sambil
mengedip-ngedipkan matanya. “Namanya saja Falling
in Love. Kamu tau ngga tadi aku ketemu …”
“Stop!” Bella mengarahkan jari
telunjuknya ke bibir Hasnah agar Hasnah tidak meneruskan kalimatnya. “Aku sudah
beribu kali mendengar tentang Gusti, kakak kelas paling tampan sedunia versimu.”
Hari minggu yang cerah Bella sedang menjemur
pakaiannya di halaman rumah kos, ketika terdengar suara gaduh dari kamarnya
Linda. Tampaknya Linda sedang bertengkar dengan pacarnya di kamar. Iseng Bella
mencoba mendengarkan dari balik pintu kamar Linda.
“Kamu harus gugurkan bayi itu.”
Bella tersentak. Astaga, ternyata Linda sedang mengandung.
“Aku nda mau. Pokoknya bagaimanapun
kamu harus tanggung-jawab, Dy. Ini anakmu.”
“Tapi aku belum siap, Lin. Masih ada
2 semester lagi, aku tidak ingin bayi itu menghancurkan masa depanku. Dan
bagaimana dengan kamu? Kamu terlalu dini untuk punya anak, baru pertengahan
jalan kuliah. Kita belum siap.” Edy menegaskan bahwa dia tidak akan
bertanggung-jawab jika Linda memaksa untuk melahirkan anak itu.
“Aku cinta kamu ... juga bayi ini.” Linda
memelas.
Edy terdiam sejenak, menghela nafas
dan mulai berbicara dengan perlahan. “Lin … aku benar-benar minta maaf. Sebenarnya
hubungan kita hanya sandiwara. Aku mencintai Ariana, Lin. Dia mantan pacarku.”
Linda sangat terkejut mendengar
pengakuan Edy, air matanya mengalir tiada henti. Dia hamil dengan mantan pacar
musuhnya, kenyataan paling pahit yang tidak dapat ia terima.
“Hanya
sandiwara? Cumbuan di tempat tidur?!” Linda tertawa miris. Ia memukul-mukul perutnya
merasa sangat terluka, membuat Bella tidak sabar menerobos masuk.
Bella memeluk Linda dan mencegahnya
melakukan hal buruk pada calon jabang bayinya.
“Jika Ariana tahu hal ini, aku yakin
dia akan sangat menyesal kamu pernah masuk dalam perjalanan hidupnya!” Bella
melirik sinis pada Edy, membuat Edy kesal lalu meninggalkan Linda dan Bella
berdua.
Linda
menatap Bella tak percaya. “Tentang Edy dan Ariana … kamu sudah tau kan? Kenapa
nda pernah bilang?”
“Ariana ngga ingin kamu sakit hati.
Dia tau kamu begitu membencinya.”
“Dia pasti ingin mempermainkanku!” Linda
merutuk sendiri.
Gantian Bella yang menatap Linda tak
percaya. “Lin, kamu terlalu picik. Ariana tidak seperti yang kamu pikirkan. Apa
kamu benar-benar sudah lupa dengan kebersamaan kita dulu? Waktu ospek.”
Linda menutup wajahnya dengan kedua
telapak tangan. Samar-samar terdengar isak tangisnya.
“Sudah
Lin.” Bella menjadi sangat iba.
“Anak ini ... haruskah aku
gugurkan?” Masih dengan berlinang air mata.
“Jangan menambah dosa dengan yang
lebih berat lagi. Anak adalah titipan Tuhan, tidak semua orang diberi anugerah
secepat kamu. Kita semua sayang kamu.” Bella meraih Linda ke dalam pelukannya,
menepuk punggungnya, menenangkannya. Baru kali ini Bella melihat Linda begitu
lemah tak berdaya.
“Biar aku yang urus.” Tiba-tiba Ariana
sudah berdiri di pintu kamar Linda. “Aku tidak bermaksud menguping, kebetulan
ada perlu dengan Bella dan melintas depan kamarmu.”
Linda masih memasang tampang
memusuhi.
“Aku
tahu kamu masih marah padaku. Tetapi sepertinya aku dilibatkan oleh seseorang dalam
masalah ini, dan aku sama sekali nda akan mengijinkan namaku dimanfaatkan oleh
orang yang ingin lepas tanggung jawab.”
Wajah Linda masih tegang, tetapi air
matanya sama sekali tak dapat terbendung.
Ariana menghampiri Linda dan
memeluknya. Mereka sama-sama tenggelam dalam kesedihan.
Edy menolak ketika Ariana memintanya
kembali pada Linda. “Aku tidak mau. Jika
ia wanita baik-baik, seharusnya menolak ketika kuajak tidur.”
PLAKK! Tamparan keras dilayangkan
Ariana ke pipi Edy. “Jadi kamu pikir kamu lelaki baik, mengajak tidur wanita
dan membuangnya!”
“Cintaku padanya palsu. Aku mau kamu kembali.”
Kata Edy sembari menggenggam erat tangan Ariana guna mencegahnya menampar
kembali.
Ariana melotot dan berusaha
melepaskan tangannya dari genggaman Edy. “Itu cinta monyet. Meski hanya setitik
darah, cintaku sama sekali sudah tak berbekas padamu.”
“Kamu …” Edy menunjuk wajah Ariana
tak percaya, kemudian mengalihkan pandangannya dari wajah Ariana dengan kesal. “Aku
sebenarnya … aku kalut! Kenapa secepat itu?! Kami baru hubungan sekali dan dia
hamil.”
Kali ini Edy sungguh terlihat tak
berdaya juga, Ariana berusaha tetap menatap wajah Edy untuk mencari kebenaran. “Apa
benar kamu nda pernah cinta sama Linda?”
Edy menggelengkan kepalanya. “Aku
nda mungkin melakukan itu kalau nda cinta.”
“Jadi kamu mau menerima anak ini?”
Tiba-tiba Linda sudah berada di antara mereka, membuat Edy sangat terkejut.
Ariana memang sudah membawa Linda sejak awal mengatur pertemuan dengan Edy
untuk mendengarkan sendiri pengakuan Edy.
“Aku … aku hanya takut dengan masa
depan.” Edy masih ragu-ragu.
Linda menghapus air matanya dan
menghela nafas berat. “Aku sudah putuskan, di antara kita harus ada yang
mengalah demi anak ini. Aku tidak ingin meneruskan kuliahku, aku hanya ingin
anak ini, buah cinta kita berdua.”
Edy merasa sangat menyesal sudah
sempat melukai hati Linda. Ia meraih Linda ke dalam pelukannya. “Maafkan aku.”
Sejak kejadian itu Linda dan Ariana
selalu bersama. Mereka menjadi jauh lebih akrab dari sebelumnya. Bahkan selama kehamilannya
Ariana yang membantu merawat dan menyiapkan keperluan Linda agar Edy bisa
konsentrasi menyelesaikan kuliahnya yang sudah mau memasuki semester akhir.
Bella, Hasnah dan Intan yang
menyaksikannya ikut senang, mereka juga selalu ada ketika Linda memerlukan bantuan. Linda merasa sangat beruntung dan menyesal karena pernah salah paham terhadap Ariana dalam waktu yang cukup lama.
Kebencian terhadap orang lain yang
selalu dipupuk agar semakin tumbuh subur, pada akhirnya hanya akan melukai diri
sendiri. Dalam bergaul harus sedikit menyingkirkan ego dan arogansi.
Linda
diuji oleh Tuhan sekaligus diberi anugerah atas keberhasilannya, yaitu anak.
Seandainya ia masih bersikukuh terhadap sikap arogannya, ia tentu akan memilih untuk
tidak melahirkan anak itu, sehingga yang ia punya selamanya hanya kebencian,
bukan anugerah.
Fiksi
Indekos
Oleh:
marga Tang
Akhir-akhir ini hati Lucy resah. Ia
merasa tidak tenang tinggal di salah satu kamar kos yang sudah ditempatinya selama
satu tahun. Memang sejak mendapat predikat janda dari seorang bule kaya-raya bernama
Andrew Hughes karena kesalahan yang pernah ia perbuat, kehidupannya menurun
drastis sehingga memaksanya menempati sebuah kamar yang tidak terlalu besar
bahkan non AC di sebuah indekos yang tidak mewah.
Awalnya kehidupan kos ala Lucy cukup
lancar. Ia seorang yang ringan tangan dan selalu membantu teman-teman yang
membutuhkan. Di usia 40 tahun, ia masih tampil muda baik soal style pakaian dan gaya rambut.
Teman-temannya didominasi oleh kaum yang lebih muda darinya. Karena itu pula
banyak yang tidak menganggap Lucy sebagai seorang yang ‘berumur’ dan pantas
dihormati.
“Kurang baik apa aku Bu. Dia tinggal
datang ke kamarku dan bilang ‘Aku lapar, Mba’, dan ia boleh ambil apapun yang
bisa dia makan di kamarku.” Curhat Lucy waktu membayar uang bulanannya pada ibu kos. Air matanya mengalir.
Ibu kos memandang prihatin Lucy. Dielusnya
pundak Lusi dengan lembut. “Sabar aja ya Lus, semua ada balasannya. Yang
penting kamu pernah baik sama orang sudah cukup, tidak usah berharap lebih. Setiap
orang itu beda.”
Ibu kos cukup bijak menghadapi
masalah yang datang silih berganti pada anak-anak kosnya. Maklumlah, usia ibu
kos sudah mendekati setengah baya.
“Aku ini orang tua. Bagaimana
perasaanku, tiap aku melintas depan kamarnya, dia meneriakiku janda. Suaminya diam
saja.” Lucy menghela nafas.
Ibu kos menggeleng-gelengkan
kepalanya. Pusing juga dia menghadapi tingkah anak buahnya yang suami-istri
itu. Monic adalah seorang yang masih sangat muda, berusia 22 tahun, sedangkan
suaminya seorang yang sudah kepala 3.
Sang suami juga bukan seorang yang
bisa menjadi imam bagi istrinya. Istri jadi tidak memiliki sopan-santun
terhadap orang yang lebih tua.
Saat si bapak kos memperingati Monic
dan suami untuk tidak boros menggunakan air di indekos (kebetulan saat itu di
kos hanya ada Monic), tapi ia dengan lantang berkata, “Siapa ... siapa yang
buang-buang air?!”
Saat itu ibu kos hanya tersenyum,
tapi tidak begitu tulus terlihat. Maklum, ibu kos juga tidak terlalu suka pada
anak kosnya yang tak beretiket seperti Mona. Ibu kos berasal dari keluarga yang
sangat mementingkan rasa hormat terhadap yang lebih tua.
“Lus,
sudah ... ngga usah perdulikan dia. Jangankan kamu, si bapak saja dilawannya.
Mungkin orang-tuanya sendiripun dilawan. Si Sasa sendiri saja sampai sekarang
bukan main marahnya sama Monic dan suaminya itu.” Sasa adalah anak dari si ibu
kos yang baru saja pulang kuliah dari Jakarta.
“Dasar penyanyi bar!” Umpat Lucy,
kesal.
Ibu kos terkejut. “Hush, nanti kalau
didengarnya tambah mengamuk dia. Introspeksi diri dulu.”
Bukan
tanpa alasan Lucy menjuluki Monic seperti itu, Lucy pernah mendengar
desas-desus bahwa Monic pernah bekerja di Night
Club.
Sebenarnya masalah yang terjadi
antara Monic dan Lucy adalah sesuatu yang sederhana. Monic kehidupannya susah,
hanya berpenghasilan dari suami yang seorang cleaning service sebuah perusahaan, meminta Lucy bertukar kamar.
Kamar Lucy lebih kecil dari kamar Monic dan otomatis bayar perbulannya juga
lebih ringan. Kehidupan Lucy lebih baik dari Monic dan suami karena Andrew
Hughes meninggalkannya tabungan yang cukup untuk Lucy menjalani kehidupan
sederhananya sekarang ini, meskipun Lucy terpaksa merelakan anak perempuan
semata wayangnya dibawa pergi.
Terjadi
kesepakatan antara Lucy, Monic, dan sang ibu kos mengenai masalah pertukaran
kamar antar dua anak kos tersebut.
Tetapi Lucy yang lebih sering berada di luar rumah membuat gemes Monic yang
sudah tidak sabar untuk bertukar kamar, sehingga suatu hari terjadilah
pertikaian antara mereka. Monic membentak Lucy yang usianya dua kali lipat lebih
tua. Lucy yang biasanya mencoba sabar menjadi berang juga. Mereka bertengkar
mulut.
Hanya satu alasan ibu kos tidak tega
mengusir Monic dan suami dari indekos, karena suaminya selalu berusaha
memperlihatkan kesantunan, senyum selalu menghiasi wajahnya jika papasan muka
dengan keluarga si ibu kos, biar ditanggapin dingin oleh Sasa sekalipun.
Kamar Lucy berada tepat di samping
tempat parkir motor anak-anak kos di indekos tersebut. Ketika Lucy menuju ke
dalam kamarnya, tanpa sengaja ia berjumpa dengan Monic dan suaminya yang
bersiap meluncur keluar indekos dengan motor pinjaman. Monic dan suaminya tidak
memiliki kendaraan sendiri sehingga hanya bergantung kepada pinjaman motor dari
teman-temannya.
Seperti biasa, Monic tidak puas jika
tidak menyindir Lucy terlebih dahulu. “Kasiannya ai si janda.” Kata Monic
dengan logat Banjarnya yang kental. Monic berasal dari Banjarmasin. Seperti
biasa juga suaminya tidak berkomentar apapun seolah-olah mengijinkan sikap
Monic terhadap Lucy.
Lucy mengurut-urut dadanya. “Sabar…”
Di dalam kamar ia melamun. Teringat
kembali olehnya waktu masih berhubungan baik dengan Monic. Hampir tiap siang ketika
suaminya pergi kerja, Monic mengetuk pintu kamar Lucy.
“Mba’,
aku laper.” Kata Monic setelah Lucy membuka pintu kamarnya.
“Ayo Mon, kita masak nasi goreng, di
kamarku banyak bahan. Kalau kamu mau mie, ambil saja, tidak usah sungkan.”
Monic mengangguk.
Lucy tersentak saat teringat ibu kos
menyuruhnya introspeksi. Ia pernah tanpa sengaja menasehati Monic.
“Mon,
ngapain kamu punya suami tapi hidup susah juga.” Maksud Lucy baik. Waktu itu
Mona hanya tertawa sumbang saja.
Dengar-dengar memang perkataan Lucy
itu sudah sampai ke telinga suami Monic. Kala itu Monic dan suaminya bertengkar
hebat di dalam kamarnya.
Lucy menjadi sangat menyesal saat
ini. Mungkin saja Monic sudah tersinggung berat kepadanya dari dulu, apalagi
suaminya itu, dan akhirnya sengaja mencari-cari masalah..
Setiap orang punya salah, baik yang
disadari maupun yang tidak disadari. Alangkah baiknya jika kita bisa menerima
semuanya dengan lapang dada, pikir Lucy mulai menyadari kekeliruannya.
Kasihan juga Monic, tentunya ia
lebih sengsara karena telah memusuhi Lucy. Monic selalu sendiri di kamarnya
jika suaminya pergi kerja. Dan tentu saja ia harus menahan lapar di dalam kamar
karena tidak ada Lucy yang bisa membantunya mengisi kekosongan perutnya jika ia
sedang tidak ada uang.
Monic masih terlalu muda untuk mengalami
kehidupan rumah tangga. Emosinya juga masih sangat labil. Semoga ia akan lebih
menghormati yang lebih tua jika Tuhan mengijinkannya mempunyai seorang bayi dan
membuatnya merasakan menjadi seorang ibu, doa Lucy. Usia pernikahan Monic sudah
masuk tahun ketiga tetapi belum dikaruniai anak.
Semua pasti ada jalan keluarnya. Lucy
bergegas ke kamar mandi, diambilnya air wudhu dan diniatkannya solat. Sore ini
adalah pertama kalinya ia solat lagi setelah menikah dengan Andrew Hughes dulu.
Lucy sangat berharap kehidupannya menjadi lebih baik dan tenang setelah ia lebih
sering menghadap kepadaNya.
Fiksi
Semalam di Hard Rock
Oleh: marga Tang
“Ais, this is Tanet, 21 years old. Orang Thailand loh, he’s a cute, right?” Ais membaca tulisan di belakang foto yang diselipkan di dalam amplop surat yang baru diterimanya dari tukang pos siang itu.
Kemudian perlahan tapi pasti dia membuka selembar kertas yang ditulis dengan rapi oleh sang pengirim. “Dear Ais...kangen banget aku! Sudah cukup lama ya kita tak bertemu? Sejak mama dan aku pindah ke Gold Coast-Aussie three years ago.
"Pertamanya sih aku kesepian, tapi lama-lama aku betah juga setelah masuk ke universitas. Sudah lihat kan fotonya? Dia Tanet, sudah lima bulan aku berhubungan dengannya. Dia cowok terseksi yang pernah aku lihat."
"Di samping itu dia ikut pegang saham di restoran milik keluarganya, orang tuanya pengusaha rumah makan, punya banyak sekali restoran. Aku sudah dibawa ketemu mamanya, orangnya sangat ramah."
"Makanya Ais, cari cowok dong! Kamu pasti kesepian juga kan ngga ada aku? Kalo sudah punya cowok, ngga bakal deh kesepian lagi. Kapan nih kamu ke Gold Coast, di sini cowoknya handsome-handsome, you know? Ntar aku kenalin deh!"
"Ok Ais, aku tunggu loh kabarnya, baik tentang cowok maupun tentang rencana kedatanganmu ke Gold Coast. See you, Babe.....Your Sweetie Cousin, Nita.”
Ais tersenyum sendiri setelah selesai membaca surat dari sepupunya itu. Dia membayangkan wajah Nita yang sedang bersemu merah, bahagia, sambil menulis surat untuknya itu.
Kembali dilihatnya wajah sejoli yang ada di dalam foto. Ais jadi membayangkan seandainya ia yang berada di samping cowok tampan itu.
Bukan hanya tampan, ia juga pastinya kaya raya, bisa dilihat dari penampilannya yang necis abis dan foto mobil porches berwarna merah yang ada di belakang Nita dan Tanet tersebut.
Ah, beruntungnya Nita, pikir Ais.
Nita adalah sepupu Ais yang sangat akrab. Selain karena mereka bersepupuan sekali, papanya Ais dan mamanya Nita adalah bersaudara kandung, dulu mereka juga tinggal bersebelahan di kawasan perumahan elit Balikpapan Baru.
Sampai suatu ketika papa dan mamanya Nita bercerai, kemudian mamanya Nita menikah lagi dengan seorang pria berwarga-negaraan Australia, Raymond Cross namanya yang kebetulan mengadakan perjalanan bisnis di Balikpapan.
Oleh karena itu, mau tidak mau setelah urusan bisnis Raymond selesai di Balikpapan, Nita dan mamanya ikut pindah ke Gold Coast.
Sementara Nita pindah ke Gold Coast, Ais pindah ke Bali, karena papanya seorang pengusaha dan sedang memiliki proyek untuk membangun villa di daerah Bedugul.
Akibat ketertarikannya pada pariwisata dan ingin menjadi pengelola villa milik papanya kelak, Ais kuliah di Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua dan tinggal di sana karena cukup melelahkan bolak-balik kampus ke rumahnya di Tabanan yang bisa menempuh waktu sampai dua jam perjalanan.
Ais cukup enjoy kos sendiri, karena ia bisa lebih mandiri. Yang membuatnya jadi tidak enjoy lagi adalah setelah membaca surat dari Nita barusan, yaitu ‘tentang cowok’.
Ia memang sudah terobsesi pada cowok bule sejak lama, tapi ia juga tidak ingin pacaran dengan sembarang cowok bule. Apalagi jika melihat adik-adik tingkatnya pulang - pergi dengan bule-bule tua yang penampilannya tidak karuan. Hiii....Ais bergidik ngeri. Amit-amit! Pikirnya.
Ais membayangkan cowok bule yang muda dan tampan, yah paling tidak biar bisa dipamerkan juga-lah pada Nita, sepupunya itu. Kalau hanya cowok Indonesia sih dari dulu sudah banyak yang menginginkan Ais menjadi pacarnya.
Ais memang cantik dan ber-body bagus. Tapi Ais selalu jual mahal pada mereka semua. Ia selalu bilang pada teman-temannya sekelasnya di kampus, “Cowok Indonesia bukan tipeku. Aku suka yang putih dan berhidung mancung.”
“Joy, clubbing yuk ntar malam. Hard Rock Cafe ato Double Six deh, terserah. Ajak si Michan tuh, dia pasti mau. Dia kan ratunya dugem.” Pinta Ais pada Joy, teman satu indekosnya.
Joy melirik curiga pada Ais. “Sudah setaon ga dugem, trus tiba-tiba ngajak lagi, ada apa neh?”
Ais tersenyum penuh arti. “Ada yang mengingatkan lagi nih ‘bout obsesiku dengan cowok bule.”
Joy menepuk jidatnya. “Ya ampun, Ais. Belum kapok juga. Tuh si Revi dapetnya cuman bule tua. Mana ada bule muda cari cewek di Indonesia. Perbandingannya bisa seribu banding satu tuh. Hard to wish, Honey...”
Revi adalah nama salah satu adik tingkat Ais dan Joy di kampus.
“Joy...plisssss...” Mohon Ais dengan wajah yang sengaja dibuatnya terlihat memelas.
Joy menjadi tidak tega dibuatnya. “Hard Rock deh....”
Ais bersorak kegirangan dengar jawaban Joy.
“Come on Gals, enjoy!” Ais nge-dance bak kuda lepas sesampainya di Hard Rock Cafe.
Michan, sahabat Ais asal Jakarta, yang memang ratunya clubbing langsung ikut enjoy bersama kawannya itu. Sementara Joy hanya duduk bertemankan soft drink, karena memang ia tidak begitu menyukai dunia gemerlap dan bising seperti itu.
“Lama gue tidak fun seperti ini!” Kata Ais pada Michan setengah berteriak, karena suasana yang memang sangat bising, sambil terus menggoyangkan badannya.
“Lagian, diajakin nolak terus sih!” Balas Michan, setengah berteriak juga.
Sedang asyik-asyiknya dance sambil ngobrol dengan Michan, tiba-tiba seorang cowok bermata sipit menarik tangan Ais dan mengajaknya menari berputar-putar.
“Wo zen de zen de hen ai ni!” Teriak cowok tersebut pada Ais.
Ais bergidik ngeri karena tampaknya cowok China itu sedang mabuk. Papa Ais keturunan Tionghoa sehingga ia sedikit mengerti bahasa Mandarin. Ais terus dance sambil perlahan menyingkir dari cowok itu.
Baru saja terbebas dari cowok aneh, tiba-tiba seseorang menariknya lagi dan mengajaknya dance bersama. “Anata wa kirei desu!” Teriak cowok itu sambil tersenyum manis.
“Arigato gozaimasu!” Balas Ais. Ia sedikit mengerti bahasa Jepang karena sempat mengambil bahasa Jepang sebagai bahasa pilihan di kampusnya.
“Watashi wa Yoko desu. Anata wa dare desu ka?” Tanyanya lagi, tepat di telinga Ais sehingga ia tak perlu berteriak.
“Ais desu.” Jawab Ais singkat untuk mengakhiri komunikasi, karena Ais khawatir jika si Jepang mulai berbicara panjang lebar dan ia tidak mengerti.
Sesekali Ais melirik pada Michan yang ternyata sudah hanyut dengan seorang bule yang cukup tampan, memiliki kumis tipis di atas bibirnya. Kemesraan tampak di antara mereka berdua.
Sementara itu Joy sedang terlibat pembicaraan yang menarik bersama seseorang yang sepertinya orang Indonesia saja. Joy memang kurang agresif dibandingkan Michan.
Perlahan Ais mulai menyingkir dari orang Jepang itu dan ingin mencari pasangan dance lain. Samar masih terdengar orang Jepang itu berteriak, “Ude no mise-dokoro!”
Saat sedang menikmati musik seorang diri, tak jauh dari pandangannya seorang cowok bule muda dan sangat tampan sedang duduk menikmati minumannya. Dengan agresif Ais mendekat, meminta sang bule untuk menemaninya berdansa.
Meski awalnya sempat bingung dan menunjukan sikap penolakan terhadap ajakan Ais, tapi akhirnya ia ikut hanyut juga menikmati dentaman musik.
“Where are you from?!” Ais mendekatkan bibirnya ke telinga sang bule agar suaranya terdengar.
“Aussie.” Bule itu tertawa.
“Wow, great! My cousin live at Gold Coast! I am Ais.” Teriak Ais girang sambil memperkenalkan diri.
Pembicaraan bertambah seru karena mendapat poin plus untuk lebih mendekatkan diri dengan si bule tampan. Bule itu bernama Christ, asal Cairn.
Mereka sedang terlibat pembicaraan seru ketika tiba-tiba datang seorang cewek bule cantik bermata biru yang langsung menarik tangan Christ dan menatap sinis pada Ais.
Ais sedikit kecewa karena ternyata Christ sudah memiliki pacar. Ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya, waktu sudah menunjukan pukul dua pagi.
Sudah dari jam sepuluh malam mereka berada di situ. Ais duduk di samping Joy yang terlihat cukup lelah karena teman ngobrolnya juga sudah pergi meninggalkannya.
“Siapa tadi, Joy?” Tanya Ais penasaran.
“Gerry.” Sahut Joy.
“Kebetulan sama-sama orang Ambon, jadi akrab. Sudah tukeran nomer, orangnya perhatian banget.” Sambung Joy dengan wajah merah merona dan tersenyum. Yang dimaksud dengan ‘nomer’ oleh Joy, tentu saja nomer HP.
“Cie...yang lagi senang.” Olok Ais yang kemudian kembali terlihat lesu.
“Kamu sendiri ketemu siapa aja tadi? Asik banget kelihatannya. Apalagi Michan tuh.” Tunjuk Joy pada Michan yang masih nempel pada bule berkumis tipis tadi.
“Ngga ada yang menarik.” Jawab Ais singkat.
Michan menghampiri teman-temannya. “Gals, gue misah dulu ya, si John ngajak gue kumpul bareng teman-temannya dulu di Hotel tempat dia nginap.
“Yaa deh yang lagi pada hepi.” Jawab Ais asal sambil beranjak dari tempat duduknya meninggalkan kedua temannya.
Michan mengkerutkan keningnya melihat sikap Ais, namun sebelum sempat Michan bertanya, Joy sudah memberi kode kalau malam ini Ais tidak bertemu siapapun yang dia harapkan.
Sambil sedikit meringis, Michan menyolek punggung Ais untuk pamitan karena ia sudah telanjur berjanji pada John. “Gue cabut dulu ya?”
Ais tidak menanggapinya dan jalan duluan untuk nongkrong di mini market 24 jam yang letaknya tepat di sebelah Hard Rock.
Joy masih melirik kepada Michan memberi tanda untuk tidak meninggalkannya dalam suasana hati Ais yang sedang tidak bersahabat ketika tiba-tiba ada suara gaduh di depan mereka.
“Aduuh...hati-hati dong!” Ais tersungkur di lantai dan langsung melampiaskan kemarahan kepada orang yang menyebabkan ia jatuh.
“Oh, I’m so sorry.” Kata seseorang sambil membantu Ais berdiri.
Joy dan Michan langsung menghampiri Ais.
“Kamu ditabrak dia, Ais?” Tanya Joy sambil membantu Ais membersihkan kakinya dan melirik sinis pada si penabrak. Michan hanya diam saja terpana menatap pria yang menabrak sahabatnya itu.
“It’s my fault. I’m sorry.” Orang itu tampak sangat menyesal. Sementara itu Ais baru menyadari kalau yang menabraknya adalah seorang cowok bule yang masih muda dan sangat tampan.
Ais buru-buru menyikut Joy dan tersenyum dengan sangat manis. “Oh, never mind.”
Michan masih memandang si bule tampan sebelum akhirnya John menarik tangannya untuk segera pergi.
Joy memandang wajah Ais yang bersemu merah dengan heran. Ia belum pernah melihat orang yang habis tertabrak dan mengalami lecet pada lutut bisa tersenyum dengan sangat ramah, melebihi wajah cute seekor anak kucing.
“I’m Ais.” Kata Ais lagi sambil mengulurkan tangannya.
“Uh...a good name. I’m James Collins, from Gold Coast.” Jawab cowok itu, menyambut uluran tangan Ais.
Ais terbelalak menatap sang bule tak percaya. “Gold Coast in Aussie???!!!” Tanyanya.
“Certainly!” Jawab si bule yang menyebabkan Ais berteriak kegirangan.
“Hm...what’s the problem?” Tanya bule tersebut bingung melihat sikap Ais.
Wajah Ais memerah begitu menyadari semua orang di sekitar situ memperhatikannya. “Nothing, my cousin live there, I hear Gold Coast have many good place to visit.”
“Yes you right. Can you tell me about Bali?” Jawab James sambil mengajak Ais duduk berdua.
Ais tertawa kegirangan di dalam hati.
Tak sabar rasanya ia ingin segera menulis surat pada Nita untuk menceritakan kisah Semalam di Hard Rock, lebih tepatnya di samping Hard Rock Café, bersama James Collins, seorang mahasiswa bidang studi Manajemen Perhotelan, Resort, dan Pariwisata di Bond University yang sedang berlibur bersama teman-temannya sekaligus studi banding pariwisata yang ada di Bali dengan Gold Coast.