Sambil menunggu anak di sekolah dengan setengah mata hampir tertutup, saya memutuskan untuk mengisi Blog saja. Lagi semangat nihh ... berbicara mengenai parenting tiada habisnya yaa ... untuk anak gitu loh. Ibu mana sih yang ngga ingin yang terbaik untuk anaknya?
Sehari sebelum ulang tahun Aisyah kemarin, saya iseng melakukan Finger Test pada Aisyah, saya ingin tahu karakter Genetiknya dia. Teman-teman mungkin sudah pernah dengar mengenai STIFIn test (Sensing Thinking Intuiting Feeling Instinct). Dari STIFIn itu, masing-masingnya terbagi menjadi 2 lagi yaitu Introvert atau Extrovert.
Aisyah anak yang aktif, pada awalnya saya berpikir dia anak tipe Sensing yang ulet dan daya khayalnya tinggi karena bukan tipikal yang bisa duduk tenang. Tipe permainan yang ia sukai yang berhubungan dengan olah tubuh seperti berlari, melompat, memanjat, juga menari. Di samping itu dia juga suka bernyanyi. Ketika mencoba web tool Smart Strength Finder, hasilnya adalah Body Smart, People Smart, dan Music Smart.
Rasanya sudah lama sekali saya tidak menungkan pikiran saya ke dalam tulisan panjang, sejak saya menikah, lalu kemudian punya anak.
Saya punya Blog satu lagi, sejak tahun 2009, disitu banyak sekali curahan hati saya sejak masih kuliah, masih pacaran, masih yang muda yang bercinta, sehingga saya jarang sekali mem-publish tulisan saya yang ada pada Blog tersebut ... bahkan seringkali juga luapan kemarahan saya ungkapkan dalam Blog tersebut.
Bombon Asam ini seperti hidup baru saya, saya ingin merubah image saya, dari remaja cupu yang hanya bisa ngomel dan nangis, menjadi seorang wanita dewasa, seorang Ibu dari anak balita yang cerdas. Apalagi untuk ukuran mahmud beranak balita 1, usia saya tidak termasuk yang muda banget. Bahkan teman-teman saya anaknya ada yang sudah pertengahan SD, bentar lagi punya anak abegeh.
Sebagai seorang Ibu yang baru memiliki 1 anak, saya lagi giat-giatnya belajar parenting. Sebenarnya sudah sejak saya hamil rajin ikut seminar parenting. Saya ingat waktu kandungan saya masih 1,5 bulan, saya ikut seminar parenting Pren*gen yang diadakan Food Court sebuah Mall, sayangnya saya tidak bisa ikut kegiatan Belly Dance nya karena masih sangat muda kandungannya. Pembicara waktu itu Dokter Ketut kalau tidak salah (saya agak-agak lupa karena sudah cukup lama).
Ketika kandungan saya masuk 7 bulan, saya ikut seminar Mor*naga yang diadakan di Grand Senyiur, itu bagus sekali topiknya, mengenai 1000 hari perkembangan anak sejak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun. Dibawakan oleh MC Balikpapan Ririn, kemudian Artis Novita Angie sebagai moderator sekaligus narasumber Ibu dengan 2 anak, dokter SPAK Ahmad Suryawan, dan Bunda Romi sebagai psikolog. Disitu dibahas mengenai seorang anak bukan hanya diharapkan berperilaku cerdas melainkan agar dapat cerdas berperilaku juga. Di situ saya sempat bertanya kepada Bunda Romi mengenai kedua orang ponakkan saya yang kondisinya orang tua sudah bercerai, tinggal bersama kakek dan neneknya, sang kakak sering sekali menyakiti adiknya yang terpaut pas setahun usianya dengan dia (ketika ia baru berusia 3 bulan, mamanya hamil adik perempuannya itu).
Ponakkan saya yang lelaki memang sangat menikmati menyakiti adik perempuannya ketika itu, baik memukul, menggigit maupun menyakar. Saya sebagai tante lumayan prihatin mengenai psikologis anak-anak korban Broken Home seperti para ponakkan saya itu. Apalagi orang tua saya bukan tipikal yang mau dan paham mengenai parenting yang baik, mereka hanya tahu mendidik anak dengan satu pola yaitu menasehati dan memarahi bahkan berteriak, sama seperti ketika saya dan adik saya kecil dulu (sampai sekarang, masih suka diteriakin, wkwkwkk). Sedangkan orang tua anak-anak itu sendiri adalah korban pernikahan dini, ketika bercerai masih ingin bebas satu sama lainnya. Mami dan Papa saya yang sudah berusia setengah abad lebih mengasuh dua orang anak balita (malah masih batita ketika saya ikut parenting tersebut) dengan cara orang dulu, tanpa ada perkembangan.
Ketika itu Bunda Romi hanya meminta agar si Kakak dikondisikan untuk menerima dan ikut mengasuh adiknya, seperti membantu nenek memasangkan kaos kaki adiknya dsb, bukan malah terus-terusan menyalahkan si Kakak atas sikap jeleknya terhadap sang adik, karena justru akan membuat si Kakak semakin membenci adiknya. Sayangnya bukan orang tua saya sendiri yang ikut seminar, mereka hanya mengatakan bahwa itu teori, dan untuk ukuran orang berusia mereka bukan lagi tertarik mengenai 'belajar' apalagi belajar parenting.
Ketika Aisyah, anak saya lahir, ternyata ia mengalami alergi susu sapi, duh rasanya batin saya sebagai orang tua ingin berteriak. Karena saya hamil dia sudah mengalami banyak sekali masalah, dari Placenta Previa, kemudian terputus saluran nutrisi 2 minggu sehingga di usia kandungan 7 bulanan BBJ nya hanya 900 gram, alhamdulillah setelah opname 2 minggu naik menjadi 1,25kg dan lagi-lagi saya dapat ujian ketika dokter mengatakan bahwa kepala anak saya terlambat berkembang, bisa berpotensi Mikrosepalus.
Saya punya Blog satu lagi, sejak tahun 2009, disitu banyak sekali curahan hati saya sejak masih kuliah, masih pacaran, masih yang muda yang bercinta, sehingga saya jarang sekali mem-publish tulisan saya yang ada pada Blog tersebut ... bahkan seringkali juga luapan kemarahan saya ungkapkan dalam Blog tersebut.
Bombon Asam ini seperti hidup baru saya, saya ingin merubah image saya, dari remaja cupu yang hanya bisa ngomel dan nangis, menjadi seorang wanita dewasa, seorang Ibu dari anak balita yang cerdas. Apalagi untuk ukuran mahmud beranak balita 1, usia saya tidak termasuk yang muda banget. Bahkan teman-teman saya anaknya ada yang sudah pertengahan SD, bentar lagi punya anak abegeh.
Sebagai seorang Ibu yang baru memiliki 1 anak, saya lagi giat-giatnya belajar parenting. Sebenarnya sudah sejak saya hamil rajin ikut seminar parenting. Saya ingat waktu kandungan saya masih 1,5 bulan, saya ikut seminar parenting Pren*gen yang diadakan Food Court sebuah Mall, sayangnya saya tidak bisa ikut kegiatan Belly Dance nya karena masih sangat muda kandungannya. Pembicara waktu itu Dokter Ketut kalau tidak salah (saya agak-agak lupa karena sudah cukup lama).
Ketika kandungan saya masuk 7 bulan, saya ikut seminar Mor*naga yang diadakan di Grand Senyiur, itu bagus sekali topiknya, mengenai 1000 hari perkembangan anak sejak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun. Dibawakan oleh MC Balikpapan Ririn, kemudian Artis Novita Angie sebagai moderator sekaligus narasumber Ibu dengan 2 anak, dokter SPAK Ahmad Suryawan, dan Bunda Romi sebagai psikolog. Disitu dibahas mengenai seorang anak bukan hanya diharapkan berperilaku cerdas melainkan agar dapat cerdas berperilaku juga. Di situ saya sempat bertanya kepada Bunda Romi mengenai kedua orang ponakkan saya yang kondisinya orang tua sudah bercerai, tinggal bersama kakek dan neneknya, sang kakak sering sekali menyakiti adiknya yang terpaut pas setahun usianya dengan dia (ketika ia baru berusia 3 bulan, mamanya hamil adik perempuannya itu).
Ponakkan saya yang lelaki memang sangat menikmati menyakiti adik perempuannya ketika itu, baik memukul, menggigit maupun menyakar. Saya sebagai tante lumayan prihatin mengenai psikologis anak-anak korban Broken Home seperti para ponakkan saya itu. Apalagi orang tua saya bukan tipikal yang mau dan paham mengenai parenting yang baik, mereka hanya tahu mendidik anak dengan satu pola yaitu menasehati dan memarahi bahkan berteriak, sama seperti ketika saya dan adik saya kecil dulu (sampai sekarang, masih suka diteriakin, wkwkwkk). Sedangkan orang tua anak-anak itu sendiri adalah korban pernikahan dini, ketika bercerai masih ingin bebas satu sama lainnya. Mami dan Papa saya yang sudah berusia setengah abad lebih mengasuh dua orang anak balita (malah masih batita ketika saya ikut parenting tersebut) dengan cara orang dulu, tanpa ada perkembangan.
Ketika itu Bunda Romi hanya meminta agar si Kakak dikondisikan untuk menerima dan ikut mengasuh adiknya, seperti membantu nenek memasangkan kaos kaki adiknya dsb, bukan malah terus-terusan menyalahkan si Kakak atas sikap jeleknya terhadap sang adik, karena justru akan membuat si Kakak semakin membenci adiknya. Sayangnya bukan orang tua saya sendiri yang ikut seminar, mereka hanya mengatakan bahwa itu teori, dan untuk ukuran orang berusia mereka bukan lagi tertarik mengenai 'belajar' apalagi belajar parenting.
Ketika Aisyah, anak saya lahir, ternyata ia mengalami alergi susu sapi, duh rasanya batin saya sebagai orang tua ingin berteriak. Karena saya hamil dia sudah mengalami banyak sekali masalah, dari Placenta Previa, kemudian terputus saluran nutrisi 2 minggu sehingga di usia kandungan 7 bulanan BBJ nya hanya 900 gram, alhamdulillah setelah opname 2 minggu naik menjadi 1,25kg dan lagi-lagi saya dapat ujian ketika dokter mengatakan bahwa kepala anak saya terlambat berkembang, bisa berpotensi Mikrosepalus.
Duhh Allah ... ini anak pertama saya, tega banget sih, seolah hati saya berteriak ketika itu. Tapi apapun yang terjadi, dia tetap anak saya, sayang banget sama si jabang bayi, tutup telinga rapat-rapat mengenai pendapat orang.
Tidak diberi waktu lama-lama untuk khawatir, saya kembali opname 3 hari karena pendarahan (padahal saya di RS ngga ada yang nungguin loh, sampai pakai adult diapers kayak orang jompo, karena bedrest ngga boleh ke toilet), selang seminggu keluar RS kembali pendarahan sehingga opname lagi, 3 hari di RS kembali pendarahan dan JEDERRR ... kata dokter harus Caesar sesegera mungkin tapi harus cari stok darah dulu. Duh, mencari stok darah di PMI tidak semudah yang dibayangkan. Seharusnya saya sudah Caesar jam 2 siang, diundur sampai jam 10 malam, alhamdulillah saya masuk kamar operasi tepat papa saya tiba di RS dari Jakarta. Bersyukur banget anak saya lahir tak kekurangan satu hal pun, normal dengan BB yang cukup, itu hal terindah dalam hidup saya. Dia anak yang kuat!
Sayang banget alergi susu sapi membuat pernafasannya tidak lancar, saya bolak-balik fisioterapi di Siloam. Seandainya saja ia mau ASI, pasti tidak sesengsara ini. ASI saya baru keluar pada hari kelima setelah Caesar, anak saya keburu bingung puting dan saya perah pun ASInya sangat sedikit. Hiks sedih. Sampai sudah konsultasi sama dokter Nina, dokter laktasi di Siloam, yang ada Aisyah teriak terus, dia kuat sekali minum.
Akhirnya usia Aisyah 3 bulanan, ikut seminar Pren*gen lagi berdua Aisyah di Food Court sebuah Mall. Tapi susah konsennya, ngga sempat tunjuk tangan pada sessi tanya jawab juga, apalagi mendadak Aisyah poop, welehhh. Padahal topiknya adalah topik yang saya butuhkan yaitu 'Alergi Susu Sapi pada Anak', dibawakan oleh dokter Anggun.
Ketika Aisyah usia 2 tahunan, saya ikut Seminar Parenting yang diadakan Mor*naga lagi di Novotel, kebetulan ada Playgroundnya jadi saya rasa tak masalah bawa Aisyah, tapi untuk jaga-jaga saya buka kamar di hotel tersebut juga. Ternyata Aisyah tertarik main di Playground saja, susah diajakin masuk ke dalam ruang seminar. Duh, seandainya saja saya punya suami yang mendukung saya secara moril dan mau bekerja sama dalam mendidik anak, paling tidak membantu saya jaga anak saja di Playground sementara saya mengikuti kegiatan seminar, tapi suami saya sama sekali tidak bisa diharapkan meluangkan waktu satu hari untuk itu. Untuk jaga saya waktu di RS saja dia kebanyakan ngomelnya, sampai saya memutuskan pakai adult diapers daripada saya tambah stres liat orang ngga punya perasaan, wkwkwk. Pertengahan seminar Aisyah malah ngantuk, akhirnya kami naik ke kamar buat tidur. Pas doorprize baru turun lagi, tapi ngga dapet, hikss.
Nah baru-baru ini saya ikut Seminarnya Ayah Edy di Grand Jatra ... sebelumnya saya ngga pernah tertarik dengan Ayah Edy, karena saya hanya tahu Ayah Edy melalui Facebook, saya lebih suka mendengarkan motivasi dari Mario Teguh. Bayangan saya, Ayah Edy itu sombong, hanya pandai berteori. Kalau tiket parentingnya mahal mungkin saya tidak akan pergi, syukurlah tiket Gold hanya 100rb karena subsidi dari salah satu perusahaan property di Balikpapan yang mengadakan seminar tersebut. Di samping itu, bisa berkumpul bersama Ibu-ibu teman sekolahnya Aisyah yang lain.
Saya meminta orang tua saya menemani Aisyah dan para ponakkan saya di Playground Mall (pas di samping Hotel), kasihan sebenarnya kalau terlalu lama, tapi sayang banget kalau saya melewatkan seminar parenting dengan tiket terjangkau seperti ini. Saya ngga pakai Baby Sitter karena ketidak percayaan saya terhadap orang lain selain orang tua saya untuk menjaga anak saya dengan baik. Aisyah full saya jaga dengan tangan saya sendiri sejak ia masih bayi merah, sejak bekas operasi saya masih basah dan nyeri.
Seminar tersebut merubah pandangan saya terhadap Ayah Edy. Bagi saya Ayah Edy itu hebat, semua teorinya masuk di logika saya, dimana seorang anak jika dihargai, didukung sepenuh hati cita-citanya, pasti bisa mengantarkan kesuksesannya. Dan It works! Banyak anak yang dibawah didikan Ayah Edy berhasil meraih apa yang ia inginkan. Saya pun berburu buku Ayah Edy. Di Gramedia saya hanya menemukan buku Ayah Edy yang 'Mengapa anak saya suka melawan dan susah diatur', sedangkan saya sangat ingin buku 'Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak'. Akhirnya saya membelinya secara online.
Sebenarnya pada malam itu, buku-buku Ayah Edy juga dijual, tapi orang tua saya sudah menelpon terus karena terlalu lama, akhirnya saya kabur duluan dari ruang seminar, hiksss.
Buku 'Rahasia Ayah Edy memetakan Potensi Unggul Anak' semakin memicu semangat saya untuk membesarkan dan mendidik anak saya secara demokratis. Harus menyingkirkan sedikit ego kita sebagai orang tua yang harus AMAT SANGAT dihormati oleh anak. Heheheee ... pokoknya kalau ortu jaman dulu 'Seng Ada Lawang', orang tua selalu benar, anak yang berbakti harus menurut sepenuhnya. Dua telinga untuk mendengar dan satu mulut untuk berbicara, hmmm kalau jaman dulu itu hanya berlalu bagi anak, sedangkan bagi orangtua hanya punya 1000 mulut untuk berbicara.
Tapi seperti kata Ayah Edy, tidak ada waktu untuk melihat ke belakang, maafkanlah masa lalu, para guru, orang tua kita, dan semua orang serta sistem yang sempat membuat kita tersesat begitu jauh. Saya saja sampai tidak tahu apa cita-cita saya sebenarnya, wkwkwkk, pokoknya dibilang pendidikan 'itu' bagus yaa bagus saja, manut wae kalo katanya orang Inggris.
Bismillah, masa depan anak ada di tangan kita. Let's make Indonesia Strong from Home jarnya Ayah Edy. -logat Banjar-
Bahkan jati diri saya ngga jelas, bahasanya campur aduk, hahahaaa ... karena tinggal di Balikpapan saja, kalau itu mah. -logat Sunda-
Tidak diberi waktu lama-lama untuk khawatir, saya kembali opname 3 hari karena pendarahan (padahal saya di RS ngga ada yang nungguin loh, sampai pakai adult diapers kayak orang jompo, karena bedrest ngga boleh ke toilet), selang seminggu keluar RS kembali pendarahan sehingga opname lagi, 3 hari di RS kembali pendarahan dan JEDERRR ... kata dokter harus Caesar sesegera mungkin tapi harus cari stok darah dulu. Duh, mencari stok darah di PMI tidak semudah yang dibayangkan. Seharusnya saya sudah Caesar jam 2 siang, diundur sampai jam 10 malam, alhamdulillah saya masuk kamar operasi tepat papa saya tiba di RS dari Jakarta. Bersyukur banget anak saya lahir tak kekurangan satu hal pun, normal dengan BB yang cukup, itu hal terindah dalam hidup saya. Dia anak yang kuat!
Sayang banget alergi susu sapi membuat pernafasannya tidak lancar, saya bolak-balik fisioterapi di Siloam. Seandainya saja ia mau ASI, pasti tidak sesengsara ini. ASI saya baru keluar pada hari kelima setelah Caesar, anak saya keburu bingung puting dan saya perah pun ASInya sangat sedikit. Hiks sedih. Sampai sudah konsultasi sama dokter Nina, dokter laktasi di Siloam, yang ada Aisyah teriak terus, dia kuat sekali minum.
Akhirnya usia Aisyah 3 bulanan, ikut seminar Pren*gen lagi berdua Aisyah di Food Court sebuah Mall. Tapi susah konsennya, ngga sempat tunjuk tangan pada sessi tanya jawab juga, apalagi mendadak Aisyah poop, welehhh. Padahal topiknya adalah topik yang saya butuhkan yaitu 'Alergi Susu Sapi pada Anak', dibawakan oleh dokter Anggun.
Ketika Aisyah usia 2 tahunan, saya ikut Seminar Parenting yang diadakan Mor*naga lagi di Novotel, kebetulan ada Playgroundnya jadi saya rasa tak masalah bawa Aisyah, tapi untuk jaga-jaga saya buka kamar di hotel tersebut juga. Ternyata Aisyah tertarik main di Playground saja, susah diajakin masuk ke dalam ruang seminar. Duh, seandainya saja saya punya suami yang mendukung saya secara moril dan mau bekerja sama dalam mendidik anak, paling tidak membantu saya jaga anak saja di Playground sementara saya mengikuti kegiatan seminar, tapi suami saya sama sekali tidak bisa diharapkan meluangkan waktu satu hari untuk itu. Untuk jaga saya waktu di RS saja dia kebanyakan ngomelnya, sampai saya memutuskan pakai adult diapers daripada saya tambah stres liat orang ngga punya perasaan, wkwkwk. Pertengahan seminar Aisyah malah ngantuk, akhirnya kami naik ke kamar buat tidur. Pas doorprize baru turun lagi, tapi ngga dapet, hikss.
Nah baru-baru ini saya ikut Seminarnya Ayah Edy di Grand Jatra ... sebelumnya saya ngga pernah tertarik dengan Ayah Edy, karena saya hanya tahu Ayah Edy melalui Facebook, saya lebih suka mendengarkan motivasi dari Mario Teguh. Bayangan saya, Ayah Edy itu sombong, hanya pandai berteori. Kalau tiket parentingnya mahal mungkin saya tidak akan pergi, syukurlah tiket Gold hanya 100rb karena subsidi dari salah satu perusahaan property di Balikpapan yang mengadakan seminar tersebut. Di samping itu, bisa berkumpul bersama Ibu-ibu teman sekolahnya Aisyah yang lain.
Saya meminta orang tua saya menemani Aisyah dan para ponakkan saya di Playground Mall (pas di samping Hotel), kasihan sebenarnya kalau terlalu lama, tapi sayang banget kalau saya melewatkan seminar parenting dengan tiket terjangkau seperti ini. Saya ngga pakai Baby Sitter karena ketidak percayaan saya terhadap orang lain selain orang tua saya untuk menjaga anak saya dengan baik. Aisyah full saya jaga dengan tangan saya sendiri sejak ia masih bayi merah, sejak bekas operasi saya masih basah dan nyeri.
Seminar tersebut merubah pandangan saya terhadap Ayah Edy. Bagi saya Ayah Edy itu hebat, semua teorinya masuk di logika saya, dimana seorang anak jika dihargai, didukung sepenuh hati cita-citanya, pasti bisa mengantarkan kesuksesannya. Dan It works! Banyak anak yang dibawah didikan Ayah Edy berhasil meraih apa yang ia inginkan. Saya pun berburu buku Ayah Edy. Di Gramedia saya hanya menemukan buku Ayah Edy yang 'Mengapa anak saya suka melawan dan susah diatur', sedangkan saya sangat ingin buku 'Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak'. Akhirnya saya membelinya secara online.
Sebenarnya pada malam itu, buku-buku Ayah Edy juga dijual, tapi orang tua saya sudah menelpon terus karena terlalu lama, akhirnya saya kabur duluan dari ruang seminar, hiksss.
Buku 'Rahasia Ayah Edy memetakan Potensi Unggul Anak' semakin memicu semangat saya untuk membesarkan dan mendidik anak saya secara demokratis. Harus menyingkirkan sedikit ego kita sebagai orang tua yang harus AMAT SANGAT dihormati oleh anak. Heheheee ... pokoknya kalau ortu jaman dulu 'Seng Ada Lawang', orang tua selalu benar, anak yang berbakti harus menurut sepenuhnya. Dua telinga untuk mendengar dan satu mulut untuk berbicara, hmmm kalau jaman dulu itu hanya berlalu bagi anak, sedangkan bagi orangtua hanya punya 1000 mulut untuk berbicara.
Tapi seperti kata Ayah Edy, tidak ada waktu untuk melihat ke belakang, maafkanlah masa lalu, para guru, orang tua kita, dan semua orang serta sistem yang sempat membuat kita tersesat begitu jauh. Saya saja sampai tidak tahu apa cita-cita saya sebenarnya, wkwkwkk, pokoknya dibilang pendidikan 'itu' bagus yaa bagus saja, manut wae kalo katanya orang Inggris.
Bismillah, masa depan anak ada di tangan kita. Let's make Indonesia Strong from Home jarnya Ayah Edy. -logat Banjar-
Bahkan jati diri saya ngga jelas, bahasanya campur aduk, hahahaaa ... karena tinggal di Balikpapan saja, kalau itu mah. -logat Sunda-
Masih minimnya kesadaran kita untuk mendidik anak tanpa kekerasan membuat kita beranggapan bahwa itu adalah hal yang biasa. Seperti ketika guru yang menghukum anak menggunakan penggaris untuk memukul telapak tangannya, mencubit dada anak lelaki atau lengan anak perempuan hingga berbekas (biru), menjewer telinga hingga berbunyi, menendang kaki hingga terjatuh ... beberapa dari kita menganggap bahwa hal tersebut wajar ... sampai akhirnya kita dengar seorang siswa meninggal akibat kekerasan yang dilakukan oleh sang guru. Tidak menutup kemungkinan awalnya guru tersebut hanya mencubit, memukul pakai penggaris, hingga kebablasan, memanjakan nafsu setannya untuk menghajar anak muridnya tersebut sampai sang anak kehilangan nyawa, seperti yang terjadi di Ternate pada tahun 2015.
Sumber: https://www.vemale.com/galeri/10-wanita-tercantik-pada-zaman-china-kuno.html |
Saya baru saja menyelesaikan menonton drama seri Mandarin berjudul 'Wei ZiFu', kisah seorang penari yang bekerja di kediaman Putri Ping Yang, kakak kandung kaisar Wu, kaisar Han yang bertahta saat itu, dan kemudian dijadikan selir oleh kaisar. Ini adalah DVD kesekian seri kekaisaran yang saya tonton, sebelumnya saya juga sempat menonton kisah 'Dou YiFang', permaisuri kerajaan Han juga, istri dari Kaisar Wen (Liu Heng). Waktu jamannya Wei ZiFu, dia sudah menjadi nenek suri, karena Kaisar Wu adalah cucunya. Anak dari Dou YiFang adalah Kaisar Jing yang merupakan ayah dari Kaisar Wu.
Bukan sekedar menonton, karena berdasar rasa penasaran, saya jadi lebih banyak membaca dan mencari tahu seperti apa karakter dan kondisi mereka yang sebenarnya berdasarkan sejarah tertulis. Pada kisahnya di film, Wei ZiFu digambarkan sebagai permaisuri yang bijak bahkan anaknya yang diangkat sebagai putera mahkota juga dikisahkan pandai dan bijak seperti ibunya.
Pada catatan sejarahnya, tidak terlalu jelas digambarkan mengenai karakter Wei ZiFu, tetapi miris ketika membaca akhir dari kisah hidupnya, ia bunuh diri menyusul anaknya yang juga bunuh diri karena kalah dalam pemberontakan. Catatan sejarahnya adalah sang putera mahkota memberontak karena ibunya telah kehilangan kasih sayang ayahnya, Kaisar Wu.
Gadis-gadis dibawa masuk ke istana, ditiduri oleh kaisar sekali, kemudian syukur-syukur didatangin lagi, bahkan setelahnya kaisar sudah lupa sama kehadiran mereka, hanya selir kecil yang menunggu gila dan mati di istana belakang. Kalau yang sudah diangkat menjadi nyonya (selir besar) masih lumayan, bisa berdandan dengan mewah dan mondar-mandir datangi kaisar, masih ada kemungkinan kaisar datang kembali menidurinya sehingga berkesempatan melahirkan anak keturunan untuk kaisar (agar memiliki 'akar' untuk tetap kokoh berdiri) serta memiliki kesempatan untuk diangkat menjadi permaisuri.
Cara masuk para gadis ke istana pun sangat unik, selain mengikuti pemilihan gadis istana setiap tahunnya. Seperti We ZiFu, gadis dari golongan rakyat dan miskin, yang diminta secara langsung oleh Putri Ping Yang melayani kaisar, kemudian dibawa ke istana untuk menjadi selirnya. Dulu Dou YiFang pun begitu, gadis yang tidak jelas asal usulnya namun diangkat menjadi permaisuri dan akhirnya selalu ikut campur masalah kenegaraan, malah jadi wanita yang paling berkuasa di kerajaan Han sampai akhir hidupnya. Dou YiFang diceritakan akhir hidupnya pada serinya Wei ZiFu.
Wanitanya kaisar, baik yang menjabat sebagai permaisuri, sebagai nyonya, apalagi tingkatan selir-selir lainnya dari yang tinggi sampai yang paling kecil (sudah kayak jenjang karir ya), sama menderitanya, karena harus berbagi kasih satu sama lain, tidak akan sama adilnya. Ketika kaisar jatuh cinta dengan seorang wanita, tiap malam ia bisa hanya tidur dengan wanita itu saja, begitupun ketika wanita baru datang yang lebih menarik dan pandai mencari perhatian kaisar, yang lama pun ditinggalkan begitu saja. Permaisuri biasanya mendapat penghargaan lebih dan dipercayai mengurus istana belakang karena ia sudah banyak berkorban untuk kaisar, salah satunya adalah 'berjasa' karena telah melahirkan anak keturunan (laki-laki) untuk kaisar.
Betapa sedihnya ketika Wei ZiFu, seorang permaisuri, harus menunggu semalaman dengan makanan kesukaan kaisar yang sudah dihidangkan di dalam kediamannya, sementara kaisar tak kunjung hadir karena sedang bermadu kasih dengan selirnya yang lain. Saya menontonnya saja bisa gemas sendiri. Entah apa yang ada di pikiran kaisar (dan mungkin setiap lelaki memang begitu), yang bisa dengan mudah menumbuhkan hasrat dan nafsu bahkan cinta kepada wanita lain tanpa (beban) memikirkan perasaan wanita yang seumur hidup sudah setia serta banyak berkorban untuknya.
Belum lagi intrik para wanita istana belakang, oleh karena itu butuh permaisuri yang bijak untuk mengatasinya, bahkan permaisuri pun tak luput dari perbuatan licik para selir demi menjatuhkan dan menggantikan kedudukannya.
Bagi saya kisah Dou YiFang dan Wei ZiFu paling menarik karena selain saling berkaitan melalui satu jalur keturunan kekaisaran Han, yang paling diekspos adalah kehidupan para wanitanya.
Kisah Kaisar Kangxi dari Dinasti Qing juga menarik, tetapi yang diekspos adalah perebutan kekuasaan oleh anak-anaknya. Kebetulan ia memiliki banyak anak lelaki, ada 35 anak lelaki berdasarkan catatan sejarahnya di wikipedia. Meskipun kelihatan sebagai anak-anak kaisar yang patuh, namun sesungguhnya mereka terpisah dalam kelompok masing-masing dan saling menyusun strategi untuk menyikut kelompok yang lain.
Kaisar menyayangi Pangeran ke 14, dan desas-desusnya akan diangkat untuk menggantikan putera mahkota. Putera mahkota, anak pertama dari permaisurinya, adalah orang yang kurang bisa diharapkan dan licik. Pangeran ke 14 lebih baik hati sehingga bisa membuat tenang hati kaisar agar tidak terjadi saling bunuh antar saudara. Pangeran ke 14 sendiri bersama Pangeran ke 9 dan 10 mendukung pangeran 8 untuk menjadi putera mahkota (calon pengganti kaisar). Sementara Pangeran ke 13 mendukung Pangeran ke 4. Pangeran ke 4 sikapnya lebih tenang, namun ternyata sudah punya strategi secara diam-diam untuk menjatuhkan yang lainnya, karena pada akhir hidup Kaisar Kangxi, pada wasiat tertulis bahwa Pangeran ke 4 yang diputuskan untuk menggantikannya. Tidak ada yang percaya dengan keputusan Kangxi tersebut, bahkan isunya Pangeran ke 4 telah memalsukan wasiat Kangxi.
Dari sisi manapun kehidupan di istana sangat menyeramkan ya, penuh intrik. Belum lagi karena kesalahan kecil bisa dihukum pancung. Hanya tidak sengaja menjatuhkan gelas di hadapan selir saja, pelayan bisa sangat ketakutan dan berkata sambil sujud-sujud "Hamba pantas mati.". Ketemu selir yang gila karena galau tidak didatang-datangi sama kaisar, bisa dibunuh betulan itu pelayan.
Beruntunglah kita hidup di jaman ini, di Indonesia pula, meskipun korupsi besar-besaran tidak sampai dihukum penggal, bahkan predator anak pun belum tentu mendapat hukuman mati, apalagi penggal, karena tidak sesuai dengan sila ke dua Pancasila "Kemanusiaan yang adil dan beradab", meskipun sebenarnya kan kemanusiaan itu hanya berlaku bagi orang yang memanusiakan manusia. Kalau pembunuh sih bagi saya (sebagai rakyat Indonesia) tidak berlaku lagi sila kedua.
Tapi bagaimanapun seremlah menjadi bagian dari kehidupan istana pada jaman kekaisaran Tiongkok. Saya suka menikmati sejarahnya, drama serinya, tetapi sama sekali tak pernah bermimpi menjadi bagian di dalamnya. Pada jaman dinasti Tang, selir kaisar saja bisa mencapai 3000 orang, ada yang sampai mati tidak pernah bertemu dengan kaisar, sebagian pasti menjadi gila dulu sebelum mati. Kasihan ...