Karena seputar Kota Balikpapan, maka saya bahas pada Blog saya yang dikhususkan untuk menulis hal-hal yang berkaitan dengan kota kelahiran saya tersebut (blog saya ada 2, meskipun lebih aktif yang ini).
Buat kamu yang mau buat Kartu Kuning di Disnaker Kota Balikpapan, wajib banget melihat tahapan-tahapannya terlebih dahulu agar tidak membuang waktu dengan percuma.
Karena Kartu Kuning ini sebenarnya 5 menit juga jadi! Mau tahu caranya kan? Bisa online dari rumah!
Oh iya, sebentar lagi ada Job Market Fair di Dome Balikpapan loh. Yuk buruan buat kartu kuningmu!
Klik link di bawah ini ya untuk tahu tahapan-tahapannya?!
Pembuatan Kartu Kuning Disnaker Kota Balikpapan Mudah Hanya 8 Tahapan!
Sumber Foto: Koleksi Pribadi. |
Dia memaksa untuk mencabut gugatan ceraiku di pengadilan, lalu mengaku di hadapan Yang Mulia Hakim bahwa masih sangat mencintaiku dan menyayangi anak-anak kami, namun sesungguhnya ia mendesakku untuk kembali menjalani hari-hari gelap bersamanya. Jiwaku meronta, hatiku menolak. Tidak! Sudah cukup bagiku sejak 6 tahun yang lalu ia mengikat hidupku dalam kesengsaraan. Sudah waktunya mengakhiri suatu rumah tanpa atap, panas dan hujan silih berganti menerpa, tempat yang sangat menyedihkan bagi kami semua!
Aku baru saja menyelesaikan tulisan (bab) lanjutan Cerita Bersambung yang rutin aku publish setiap akhir pekan pada salah satu platform untuk para penulis menerbitkan novel online ketika jam pada layar Handphone-ku sudah menunjukkan pukul 12 malam.
Sebagai seorang Ibu Rumah Tangga sekaligus penulis yang memiliki dua orang anak balita, aku harus pandai mengatur waktuku agar tak ada yang terbuang percuma, misalnya saat malam hari ketika kedua anakku sudah terlelap seperti kali ini, aku mengambil waktu yang singkat untuk bergulat dengan daya khayal yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sebuah tulisan panjang. Meskipun pada pertengahan selalu ada interupsi dari si bayi yang butuh menyusu pada ibundanya.
Sejak kelahiran anak keduaku itu pada satu tahun silam, aku hampir tak sempat menghidupkan laptop, membuatku pada akhirnya harus menginstal beberapa aplikasi di HP Androidku agar tetap dapat menunjang kesukaanku akan dunia tulis menulis. Biasanya aku menulis terlebih dahulu di Notepad, kemudian tinggal aku copy paste pada platform yang dituju dan langsung diterbitkan agar bisa segera dinikmati oleh para pembaca.
Hoahm! Tak jarang rasa kantuk merajai diri, namun aku tak kuasa menolak dorongan dari dalam diri untuk tenggelam dan menyelam ke dalam angan yang terbersit dimana seorang penulis sepertiku berlakon sebagai sang tokoh utama. Karena lewat sehari saja sejak saat imaji itu hadir dalam benak seorang penulis, maka ia akan menjadi tokoh yang berbeda bersamaan dengan mimpi yang baru atau yang terakhir ia pikirkan, sedangkan hasrat yang lalu terlupakan begitu saja, sungguh sayang!
Harta terbesar bagi seorang penulis fiksi adalah sebuah khayalan, dimana jika tak segera dituangkan dalam sebuah tulisan, maka akan menguap begitu saja tanpa adanya realisasi. Karena esok harinya, ide baru sudah bermunculan lagi.
Hanya saja mata lelah seringkali tak bekerja sama dengan kondisi yang ada, membuat intensitasku menggosok mata semakin sering, karena ibarat dari mata naik ke kepala yang ikut menjadi sakit. Jika sudah sakit kepala, solusinya hanya tidur dan mengabaikan semua hasrat untuk menulis yang ada. Sesuai pengalaman, begitu terus kejadiannya jika mulainya mata pegel, mata sepet, dan mata perih, yang mana merupakan gejala dari mata kering itu kualami seperti kali ini. Apalagi aku memang pengguna kacamata dengan minus sudah di atas 4, sehingga mata mudah menjadi nyeri saat over penggunaan.
Bisa dimaklumi karena sudah setahun belakangan ini pola kerjaku tidak sehat bagi mata, yaitu sambil berbaring pada sisi luar tempat tidur guna berjaga-jaga agar si bayi tidak sampai terjatuh ke lantai, kala malam semakin larut di tengah lampu temaram dalam kamar, sementara mata tak luput dari layar ponsel.
Tadi siang aku bertemu dengan papaku, dan keluhan ini kusampaikan padanya.
"Lately it's too painful." Kataku pada beliau sambil melepaskan kacamata dan menggosok-gosok mataku yang terasa pedih.
"Stop!" Beliau menghardikku seperti biasa jika melihat sesuatu hal yang kulakukan tidak berkenan di matanya.
"That will only make it worse!" Katanya lagi.
Mulutku manyun, papaku itu memang selalu menganggapku masih seperti anak kecil, padahal aku sudah menjadi ibu dari dua orang anak yang mana merupakan cucu-cucunya.
"Sepertinya minusku nambah deh, Pa." Kataku lagi untuk mengalihkan perhatiannya, serta mengalihkan perhatian anak-anakku dari kakeknya yang barusan berbicara dengan intonasi suara yang lebih tinggi dari biasanya.
Aku melirik pada punggung sosok berusia 20 tahun lebih dari setengah abad itu yang tengah membuka laci barang-barang berharganya, entah apa yang beliau cari. Yang jelas, itu adalah laci yang sama sekali tak boleh kami sentuh karena beliau tidak suka jika barang-barangnya berpindah tempat.
Ternyata beliau memberikanku Insto, produk kepercayaan keluarga kami sejak dulu untuk mengatasi mata yang iritasi karena kelilipan debu.
"Kalau nyeri, ini bisa membantu." Katanya kemudian.
Aku menggeleng. "Bukan karena kotoran masuk ke mata. Insto sih ada di rumah."
"This is for dry eyes!" Beliau melotot, matanya yang sipit terlihat sedikit lebih besar. Kebetulan kami keluarga keturunan sehingga berwajah oriental.
Aku tak banyak bicara ketika itu, hanya menyimpan Insto pemberian papa ke dalam tasku dan buru-buru membawa anak-anakku pulang ke rumah sebelum mendengarkan ceramah lanjutan darinya yang selalu diulang-ulang mengenai kebiasaanku membaca komik sambil tidur sejak kelas 4 SD sehingga mengakibatkan kini diriku berkacamata dengan ketebalan laksana sebuah botol kaca.
Dia si penyimpan cerita masa lalu, menghantar rasa rindu yang melekat, melalui wajah yang selalu berbayang di sanubari, hadir saat cinta ini nyaris tak bersisa.
Mata kembali terasa sepet dan perih saat aku berusaha mulai menulis kalimat pembuka bab baru pada layar ponsel yang berukuran mini itu, membuatku teringat pada Insto pemberian papa siang tadi yang masih bersembunyi di dalam tasku.
Sejenak kuhentikan dahulu aktivitasku untuk mengambil Insto pemberian papa dan mencari perbedaannya dengan yang sudah aku miliki. Ternyata memang berbeda, Insto milikku berlabel Regular dan tertulis untuk mata yang mengalami iritasi, sementara milik papa adalah diperuntukkan bagi si pemilik mata kering karena penggunaan kontak lens yang terlalu lama atau seseorang yang bekerja terlalu lama menatap cahaya dari layar gadget.
Insto Dry Eyes mengandung bahan aktif yang dapat mengatasi kekeringan pada mata dan dapat digunakan sebagai pelumas pada mata. Ia laksana air mata buatan yang memiliki bahan aktif yang dapat membunuh bakteri. Tersedia dalam ukuran 7,5 ml sehingga memudahkannya untuk dibawa kemanapun kita pergi.
Aku segera membuka tutup botol mini Insto Dry Eyes tersebut dan meneteskannya 2 kali pada masing-masing mata agar terhindar dari kekeringan dan tidak terasa nyeri lagi.
Manjur! Ia merupakan solusi bagi mata keringku.
Kamu bukanlah cinta yang salah, hanya saja hadir di saat yang tidak tepat. Ragaku ada di sini, jiwaku terbang bersamamu. Dia memiliki tubuhku, namun hatiku sudah mengikuti kemana arah dirimu tanpa perlu kuucapkan.
Paragraf terakhir usai kutulis, siap untuk diterbitkan dan dinikmati oleh para pembaca setiaku.
Berkat Insto Dry Eyes, aku bisa dengan lantang mengucapkan "Selamat Tinggal Mata Kering!" sebelum memulai patahan-patahan kalimat baru yang tersurat untuk mengungkapkan khayalanku.
Bye Mata Kering!
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4347590/iklan-kpu-tak-cantumkan-gelar-prabowo-sandi-kpu-sesuai-pendaftaran |
Hasil Quick Count Pemilu PilPres 2019 dan perhitungan suara yang terkini pada Web KPU sudah ada, sehingga gambaran hasil presiden dan wakil presiden terpilih untuk menjabat 2019-2024 sudah mulai jelas di benak setiap orang. Para pendukung Jokowi dan KH Ma'ruf Amin merayakan euforia kemenangan calon pasangan pilihan mereka yang diungkapkan secara terbuka melalui media sosial.
Sebagai 'kampret', begitu julukan yang mereka berikan untuk kami yang mendukung pasangan calon nomor 02 (Prabowo-Sandiaga Uno), perasaan kecewa tentu ada, bersarang di dada, tetapi malu? Tidak, kami tidak malu menunjukkan bahwa kami berdiri di sisi mereka. Kami jelas berada di pihak mereka, bukan sebagai tokoh abu-abu yang bersembunyi di balik kata ' netral', hanya demi menyingkirkan malu jika pasangan pilihannya gagal maju sebagai pemimpin negeri ini.
Pilihan berbeda itu biasa, menang dan kalah pun biasa saja. Dalam sebuah kompetisi, semuanya adalah pemenang, karena mereka orang-orang yang berani menampilkan diri. Apalagi pemilihan berdasarkan voting. Siapa yang berhasil mengambil hati sebagian besar rakyat Indonesia, dia yang terpilih. Saya tak percaya Mawar dan Kia bernyanyi lebih buruk daripada Ferry pada kontes menyanyi putaran pertama di salah satu televisi swasta, meskipun Ferry yang menjadi juaranya.
Saya menerima dengan besar hati jika pasangan calon pilihan saya tidak bisa maju menjadi pemimpin negeri ini, karena apa yang terjadi di dunia ini atas seijin Allah SWT, tetapi semoga saja hasil yang diperoleh adalah murni kejujuran dan asli pilihan sebagian besar rakyat Indonesia, tak ada sama sekali kecurangan di dalamnya. Kami sungguh khawatir negeri tercinta ini hancur akibat ketidak-jujuran.
Kerja kita mungkin hanya sebatas memilih dan mengantarkan pemimpin duduk di singgasananya, tetapi Allah tidak berhenti bekerja sampai di titik itu saja. Jika diawali dengan baik dan jujur, insyaAllah akan berakhir baik, namun ketika awalnya sudah buruk maka hasilnya juga tidak akan baik. Karena terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden baru adalah awal dari segalanya, bukanlah akhir.
Kata 'cebong', begitu pula kami menyebut para pendukung pasangan calon nomor 01 tersebut, Prabowo itu orang yang ambisius, sampai meng-klaim dirinya menang dalam pilpres kali ini. Padahal, hasil yang ia terima memang seperti itu. Quick Count kan hanya sebuah gambaran saja dari beberapa sampel TPS yang diambil. Dan bagi umat muslim, sujud syukur kepada Allah itu perlu, ketika mendengarkan kabar yang baik datang. Jadi, dimana salahnya Prabowo melakukan sujud syukur?
Memang para pembenci tak akan pernah terharu atas pengorbanan orang yang tidak ia sukai tersebut. Padahal husnudzon sendiri ada 3 tahapan, yaitu husnudzon penuh, husnudzon bertahap, dan husnudzon sebagian. Tak pernahkah kita terpikir, "Apa Prabowo memang bersalah mengenai isyu sara yang terjadi pada tahun 98?"
Atau berpikiran, "Benarkah Pak Prabowo seambisius itu? Bukan hanya ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia sekaligus memperbaiki namanya yang sempat rusak puluhan tahun silam?"
Karena sesungguhnya, 'fitnah keji' (begitu saya menyebutnya ketika memutuskan untuk husnudzon penuh) itulah satu-satunya alasan prabowo, seorang jenderal yang tampan dan pemberani, memiliki banyak haters.
Padahal hanya dengan menjadi pemimpin negeri ini, Prabowo bisa membuktikan bahwa dirinya tidak sekejam bayangan setiap orang yang termakan isyu 98. Dengan bekerja untuk Indonesia tanpa pamrih, Prabowo bisa menunjukkan pada setiap orang bahwa dia ada memang untuk memperbaiki negeri ini, bukan demi kekuasaan yang ada di pikiran para pembenci. Seandainya seluruh rakyat Indonesia bisa lebih terbuka mata hatinya dan berpikiran lebih luas.
Jika tak bisa husnudzon secara penuh padanya, lakukanlah bertahap. Jangan sampai kita menjadi seseorang yang berdosa karena telah berburuk sangka sejak puluhan tahun yang lalu padanya, atas segala sesuatu yang hingga kini tidak dapat terbukti kebenarannya.
Bahkan Gus Dur, Presiden ke empat RI sempat membuat pernyataan di media elektronik pada tahun 2009 bahwa Prabowo adalah orang yang paling ikhlas pada rakyat Indonesia.
Apa kita masih punya alasan meragukan pernyataan Gus Dur ketika Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, turut memberi pernyataan pada tahun 2014, bahwa Prabowo pernah menyumbang dari uang pribadinya sebesar 500 juta Rupiah ketika Palestina diinvasi oleh Israel. Semua kebaikan yang Prabowo lakukan, berdasarkan 'kata' orang lain, bukan 'katanya' sendiri, sesuai dengan amalan ikhlas itu sendiri yaitu tangan kanan memberi, tangan kiri tak perlu tahu.
Prabowo kasar dan pemarah, begitu katanya, selalu saja ada bahan yang 'digoreng' oleh sebagian besar pembencinya untuk memberi-tahu kepada seluruh dunia bahwa Prabowo tidak pantas memiliki simpatisan karena terlalu arogan.. Padahal, ketika Mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama (Ahok) marah, memaki, menggebrak meja, dan bersikap arogan pada wartawan serta rakyat biasa, katanya itu sikap tegas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kalau menurut saya, manusiawi jika setiap individu memiliki emosi dan bisa merasa tersinggung, yang terpenting tetap memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin, mampu mengayomi semua rakyatnya dan menyerukan sikap toleransi antar umat beragama, tanpa pernah berkomentar yang menunjukkan sikap intolerasi dan bisa memecah belah persatuan bangsa.
Tetapi seperti kata-katanya Ali bin Abu Thalib, "Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun karena yang mencintaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percaya itu."
Sumber: https://www.islamcendekia.com/2016/10/ali-bin-abi-thalib-jangan-menjelaskan-tentang-dirimu-kepada-siapapun.html |
Begitupula yang Prabowo bawa sepanjang sisa usianya sejak isyu 'kesalahan 98', tak ada gunanya menjelaskan apapun kepada orang-orang yang sudah telanjur membencinya.
Prabowo di mata saya, sebagai salah satu pendukung, adalah sosok yang kebapakan, kolaborasi yang pas dengan Sandiaga Uno yang hangat, seperti layaknya ayah dan anak yang harmonis. Bahkan KH Ma'ruf Amin, cawapres 01, terlihat ikut terharu saat Sandiaga dan Prabowo berpelukan dengan hangatnya pasca debat terakhir.
Sumber: http://www.tribunnews.com/pilpres-2019/2019/04/15/foto-prabowo-sandi-dan-anies-baswedan-sandi-pelukan-viral-jubir-bpn-tulis-sejarah-terulang |
Kisah kasih antara Prabowo dan Titiek Soeharto (Salah satu putri Presiden kedua RI), mantan suami-istri, yang hingga kini pun masih sama-sama melajang juga sungguh mengharukan bagi kami yang mencintainya.
Tak ada alasan bagi kami yang husnudzon untuk membencinya. Dia bahkan belum diberi kesempatan untuk membuktikan ucapannya, membuktikan janji-janjinya pada negeri ini jika terpilih, sehingga belum terbukti ingkar janji kepada kami yang mendukungnya.
Apapun itu, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno tetap menang di hati kami, tak akan pernah berubah. Bahkan sebelum sosok 'netral yang dulu bersembunyi namun kini meneriakkan kemenangan pasangan calon nomor 01, kami sudah terlebih dahulu memasang dada kami menunjukkan dukungan pada pasangan calon nomor 2 dengan berani..
Apa perlu kami malu dan Prabowo malu karena tidak maju sebagai pemimpin? Tentu tidak, karena kami mendukung orang yang gagah berani, dan Prabowo pun memiliki pendukung yang pemberani.
Keterangan: Berbagi payung, meski kecil tetap memberi manfaat. Sumber Foto: Koleksi Pribadi. |
Menyusuri perjalanan hidup sampai usiaku menginjak 35 tahun, sudah berkali-kali mengalami jatuh hingga berdiri pun tak sanggup lagi kurasa.
Aku terlahir sebagai seorang anak pengusaha yang sukses pada masanya, apapun yang aku inginkan terpenuhi, bahkan menjadi bos dari para pekerja di rumah (pembantu) serta para pekerja di kantor papaku. Bukan hanya pembantu yang harus memenuhi perintahku, tetapi sopir di kantor papa yang juga dipekerjakan untuk mengantar jemputku ke sekolah seringkali kupergunakan untuk sekedar pergi membeli coklat ke supermarket.
Aku juga bukanlah seorang yang pandai berbagi. Sebagai anak tunggal, aku terbiasa memiliki apapun seorang diri, hanya untukku. Tak ada keikhlasanku saat melihat orang lain ikut bergembira atas sesuatu yang aku miliki.
Sampai saat itu tiba. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada umumnya serta merta menerpa keluarga kami. Perusahaan yang dibangun papa dengan susah payah hancur lebur dan harus gulung tikar. Satu persatu aset perusahaan maupun pribadi mendadak lenyap dari hadapan kami untuk menutupi hutang perusahaan. Rumah yang kami tinggali saat itupun atas kemurahan hati salah seorang anggota keluarga yang membantu melunasi sisa hutang agar tidak ikut tersita oleh bank, sekedar untuk kami tidak terkatung-katung di jalanan tanpa tempat tinggal. Gali lobang tutup lobang, siksa riba yang sempat mendera kami.
Kami jatuh susah ketika usiaku mulai beranjak remaja. Saat keinginanku sebagai 'anak baru gede' tambah menanjak, aku dipaksa keadaan untuk menerima kenyataan bahwa semuanya telah lenyap, mimpi pun tak berani hadir di hadapanku.
Adik lelakiku, yang diadopsi ketika ia masih berusia 15 hari, berbeda usia 8 tahun denganku, tumbuh besar dalam kondisi sulit di keluarga kami.
Meskipun begitu, ada hikmah yang bisa diambil, keluarga kami lebih harmonis karena papa sering berada di rumah. Yang biasanya sering kesulitan mencari waktu untuk quality time bersama keluarga, menjadi sering menghabiskan waktu bersama kami, tanpa melupakan tanggung jawabnya untuk menafkahi kami. Alhamdulillah, rezeki tak pernah surut. Dalam keadaan tanpa pekerjaan tetap, rezeki kami selalu datang melalui sang kepala keluarga.
Papaku, seorang mualaf, keturunan Tionghoa, adalah seorang yang sabar, tekun dan gigih, sangat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya.
Mulailah kami berbagi apapun yang ada untuk kami nikmati bersama satu keluarga, membuat masing-masing dari kami tumbuh sendiri perasaan empati terhadap kesulitan orang lain. Membuat sedikit demi sedikit rasa egois dalam diriku mulai terkikis.
Aku mulai akrab dengan kotak amal dan keluargaku mulai akrab dengan panti asuhan, merasakan apa yang mereka alami yang bahkan lebih buruk dari kami yaitu tidak memiliki orang tua serta sanak keluarga, memberikan bantuan sekedarnya dari bagian yang kami punya, meski sedikit nilainya, tak sebanding dengan apa yang orang lain bisa berikan.
Tak mengurangi apa yang kami punya, Allah malah membayar kontan, tanpa nego bahkan memberikan lebih!
Tanah yang papa beli sewaktu usahanya masih jaya, namun berada di lokasi yang cukup jauh dari kota, mendadak menemukan jodohnya setelah sekian lama mencari. Seorang hartawan membeli seluruhnya, karena bertepatan dengan rencana pembangunan jalan tol Kalimantan Timur di sampingnya.
Taraf hidup kami kembali meningkat, namun pengalaman hidup tak terlupakan tak akan mengecilkan hati kami kembali untuk merangkul dunia. Setelah melunasi sisa hutang, bersedekah yang utama adalah kepada keluarga yang membutuhkan terlebih dahulu, dan papa melakukannya dengan sangat ikhlas. Aku banyak belajar dari beliau mengenai keikhlasan itu.
Setelah menikah, aku ikut dengan suamiku, berhenti dari pekerjaanku untuk menjadi seorang istri, tentu sudah bukan tanggungan papaku lagi, dan suamiku juga bukanlah orang yang berlebihan secara ekonomi, tak ada property apapun yang kami miliki, sekedar untuk makan, kebutuhan sehari-hari, dan biaya operasional rumah yang aku tempati, kebetulan rumah milik orang tuaku yang diijinkan untuk kami tempati.
Pernah suatu ketika aku sedang 'berselancar' di dunia maya, kebetulan koneksiku kepada keluarga dan kerabat sebagian besar melalui sosial media, tanpa sengaja berita mengenai kesengsaraan anak-anak muslim yatim piatu korban perang Palestina mengusik hatiku, membuatnya tergerak untuk mengirimkan donasi pada rekening yang tercantum. Tidak banyak, karena aku memiliki seorang anak balita saat itu (kebetulan anak keduaku belum ada), yang kebutuhannya pun juga besar.
Hanya selang seminggu setelahnya, Allah kembali menjawab! Aku mendapat kabar bahwa foto anakku yang diikutkan dalam perlombaan yang diadakan oleh salah satu produk susu, menang dan mendapatkan hadiah berupa sebuah kalung berliontin emas senilai 10 gram. Alhamdulillah.
Pelajaran hidup yang kekal, ketika berbagi tidak mengurangi harta malah mengembalikannya berkali lipat, jadi jangan takut berbagi.
Aku yang dulu menyimpan rapat kisah ini, kini sudah lebih siap untuk membaginya, agar setiap orang bisa mendapatkan manfaatnya juga. Seperti nasehat Ustadz Khalid Basalamah selalu, "Tak ada orang yang miskin karena bersedekah!"
Semoga bisa menginspirasi.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.