Sumber Foto: Koleksi Pribadi. |
Dia memaksa untuk mencabut gugatan ceraiku di pengadilan, lalu mengaku di hadapan Yang Mulia Hakim bahwa masih sangat mencintaiku dan menyayangi anak-anak kami, namun sesungguhnya ia mendesakku untuk kembali menjalani hari-hari gelap bersamanya. Jiwaku meronta, hatiku menolak. Tidak! Sudah cukup bagiku sejak 6 tahun yang lalu ia mengikat hidupku dalam kesengsaraan. Sudah waktunya mengakhiri suatu rumah tanpa atap, panas dan hujan silih berganti menerpa, tempat yang sangat menyedihkan bagi kami semua!
Aku baru saja menyelesaikan tulisan (bab) lanjutan Cerita Bersambung yang rutin aku publish setiap akhir pekan pada salah satu platform untuk para penulis menerbitkan novel online ketika jam pada layar Handphone-ku sudah menunjukkan pukul 12 malam.
Sebagai seorang Ibu Rumah Tangga sekaligus penulis yang memiliki dua orang anak balita, aku harus pandai mengatur waktuku agar tak ada yang terbuang percuma, misalnya saat malam hari ketika kedua anakku sudah terlelap seperti kali ini, aku mengambil waktu yang singkat untuk bergulat dengan daya khayal yang kemudian dapat dikembangkan menjadi sebuah tulisan panjang. Meskipun pada pertengahan selalu ada interupsi dari si bayi yang butuh menyusu pada ibundanya.
Sejak kelahiran anak keduaku itu pada satu tahun silam, aku hampir tak sempat menghidupkan laptop, membuatku pada akhirnya harus menginstal beberapa aplikasi di HP Androidku agar tetap dapat menunjang kesukaanku akan dunia tulis menulis. Biasanya aku menulis terlebih dahulu di Notepad, kemudian tinggal aku copy paste pada platform yang dituju dan langsung diterbitkan agar bisa segera dinikmati oleh para pembaca.
Hoahm! Tak jarang rasa kantuk merajai diri, namun aku tak kuasa menolak dorongan dari dalam diri untuk tenggelam dan menyelam ke dalam angan yang terbersit dimana seorang penulis sepertiku berlakon sebagai sang tokoh utama. Karena lewat sehari saja sejak saat imaji itu hadir dalam benak seorang penulis, maka ia akan menjadi tokoh yang berbeda bersamaan dengan mimpi yang baru atau yang terakhir ia pikirkan, sedangkan hasrat yang lalu terlupakan begitu saja, sungguh sayang!
Harta terbesar bagi seorang penulis fiksi adalah sebuah khayalan, dimana jika tak segera dituangkan dalam sebuah tulisan, maka akan menguap begitu saja tanpa adanya realisasi. Karena esok harinya, ide baru sudah bermunculan lagi.
Hanya saja mata lelah seringkali tak bekerja sama dengan kondisi yang ada, membuat intensitasku menggosok mata semakin sering, karena ibarat dari mata naik ke kepala yang ikut menjadi sakit. Jika sudah sakit kepala, solusinya hanya tidur dan mengabaikan semua hasrat untuk menulis yang ada. Sesuai pengalaman, begitu terus kejadiannya jika mulainya mata pegel, mata sepet, dan mata perih, yang mana merupakan gejala dari mata kering itu kualami seperti kali ini. Apalagi aku memang pengguna kacamata dengan minus sudah di atas 4, sehingga mata mudah menjadi nyeri saat over penggunaan.
Bisa dimaklumi karena sudah setahun belakangan ini pola kerjaku tidak sehat bagi mata, yaitu sambil berbaring pada sisi luar tempat tidur guna berjaga-jaga agar si bayi tidak sampai terjatuh ke lantai, kala malam semakin larut di tengah lampu temaram dalam kamar, sementara mata tak luput dari layar ponsel.
Tadi siang aku bertemu dengan papaku, dan keluhan ini kusampaikan padanya.
"Lately it's too painful." Kataku pada beliau sambil melepaskan kacamata dan menggosok-gosok mataku yang terasa pedih.
"Stop!" Beliau menghardikku seperti biasa jika melihat sesuatu hal yang kulakukan tidak berkenan di matanya.
"That will only make it worse!" Katanya lagi.
Mulutku manyun, papaku itu memang selalu menganggapku masih seperti anak kecil, padahal aku sudah menjadi ibu dari dua orang anak yang mana merupakan cucu-cucunya.
"Sepertinya minusku nambah deh, Pa." Kataku lagi untuk mengalihkan perhatiannya, serta mengalihkan perhatian anak-anakku dari kakeknya yang barusan berbicara dengan intonasi suara yang lebih tinggi dari biasanya.
Aku melirik pada punggung sosok berusia 20 tahun lebih dari setengah abad itu yang tengah membuka laci barang-barang berharganya, entah apa yang beliau cari. Yang jelas, itu adalah laci yang sama sekali tak boleh kami sentuh karena beliau tidak suka jika barang-barangnya berpindah tempat.
Ternyata beliau memberikanku Insto, produk kepercayaan keluarga kami sejak dulu untuk mengatasi mata yang iritasi karena kelilipan debu.
"Kalau nyeri, ini bisa membantu." Katanya kemudian.
Aku menggeleng. "Bukan karena kotoran masuk ke mata. Insto sih ada di rumah."
"This is for dry eyes!" Beliau melotot, matanya yang sipit terlihat sedikit lebih besar. Kebetulan kami keluarga keturunan sehingga berwajah oriental.
Aku tak banyak bicara ketika itu, hanya menyimpan Insto pemberian papa ke dalam tasku dan buru-buru membawa anak-anakku pulang ke rumah sebelum mendengarkan ceramah lanjutan darinya yang selalu diulang-ulang mengenai kebiasaanku membaca komik sambil tidur sejak kelas 4 SD sehingga mengakibatkan kini diriku berkacamata dengan ketebalan laksana sebuah botol kaca.
Dia si penyimpan cerita masa lalu, menghantar rasa rindu yang melekat, melalui wajah yang selalu berbayang di sanubari, hadir saat cinta ini nyaris tak bersisa.
Mata kembali terasa sepet dan perih saat aku berusaha mulai menulis kalimat pembuka bab baru pada layar ponsel yang berukuran mini itu, membuatku teringat pada Insto pemberian papa siang tadi yang masih bersembunyi di dalam tasku.
Sejenak kuhentikan dahulu aktivitasku untuk mengambil Insto pemberian papa dan mencari perbedaannya dengan yang sudah aku miliki. Ternyata memang berbeda, Insto milikku berlabel Regular dan tertulis untuk mata yang mengalami iritasi, sementara milik papa adalah diperuntukkan bagi si pemilik mata kering karena penggunaan kontak lens yang terlalu lama atau seseorang yang bekerja terlalu lama menatap cahaya dari layar gadget.
Insto Dry Eyes mengandung bahan aktif yang dapat mengatasi kekeringan pada mata dan dapat digunakan sebagai pelumas pada mata. Ia laksana air mata buatan yang memiliki bahan aktif yang dapat membunuh bakteri. Tersedia dalam ukuran 7,5 ml sehingga memudahkannya untuk dibawa kemanapun kita pergi.
Aku segera membuka tutup botol mini Insto Dry Eyes tersebut dan meneteskannya 2 kali pada masing-masing mata agar terhindar dari kekeringan dan tidak terasa nyeri lagi.
Manjur! Ia merupakan solusi bagi mata keringku.
Kamu bukanlah cinta yang salah, hanya saja hadir di saat yang tidak tepat. Ragaku ada di sini, jiwaku terbang bersamamu. Dia memiliki tubuhku, namun hatiku sudah mengikuti kemana arah dirimu tanpa perlu kuucapkan.
Paragraf terakhir usai kutulis, siap untuk diterbitkan dan dinikmati oleh para pembaca setiaku.
Berkat Insto Dry Eyes, aku bisa dengan lantang mengucapkan "Selamat Tinggal Mata Kering!" sebelum memulai patahan-patahan kalimat baru yang tersurat untuk mengungkapkan khayalanku.
Bye Mata Kering!
Sumber: https://news.detik.com/berita/d-4347590/iklan-kpu-tak-cantumkan-gelar-prabowo-sandi-kpu-sesuai-pendaftaran |
Hasil Quick Count Pemilu PilPres 2019 dan perhitungan suara yang terkini pada Web KPU sudah ada, sehingga gambaran hasil presiden dan wakil presiden terpilih untuk menjabat 2019-2024 sudah mulai jelas di benak setiap orang. Para pendukung Jokowi dan KH Ma'ruf Amin merayakan euforia kemenangan calon pasangan pilihan mereka yang diungkapkan secara terbuka melalui media sosial.
Sebagai 'kampret', begitu julukan yang mereka berikan untuk kami yang mendukung pasangan calon nomor 02 (Prabowo-Sandiaga Uno), perasaan kecewa tentu ada, bersarang di dada, tetapi malu? Tidak, kami tidak malu menunjukkan bahwa kami berdiri di sisi mereka. Kami jelas berada di pihak mereka, bukan sebagai tokoh abu-abu yang bersembunyi di balik kata ' netral', hanya demi menyingkirkan malu jika pasangan pilihannya gagal maju sebagai pemimpin negeri ini.
Pilihan berbeda itu biasa, menang dan kalah pun biasa saja. Dalam sebuah kompetisi, semuanya adalah pemenang, karena mereka orang-orang yang berani menampilkan diri. Apalagi pemilihan berdasarkan voting. Siapa yang berhasil mengambil hati sebagian besar rakyat Indonesia, dia yang terpilih. Saya tak percaya Mawar dan Kia bernyanyi lebih buruk daripada Ferry pada kontes menyanyi putaran pertama di salah satu televisi swasta, meskipun Ferry yang menjadi juaranya.
Saya menerima dengan besar hati jika pasangan calon pilihan saya tidak bisa maju menjadi pemimpin negeri ini, karena apa yang terjadi di dunia ini atas seijin Allah SWT, tetapi semoga saja hasil yang diperoleh adalah murni kejujuran dan asli pilihan sebagian besar rakyat Indonesia, tak ada sama sekali kecurangan di dalamnya. Kami sungguh khawatir negeri tercinta ini hancur akibat ketidak-jujuran.
Kerja kita mungkin hanya sebatas memilih dan mengantarkan pemimpin duduk di singgasananya, tetapi Allah tidak berhenti bekerja sampai di titik itu saja. Jika diawali dengan baik dan jujur, insyaAllah akan berakhir baik, namun ketika awalnya sudah buruk maka hasilnya juga tidak akan baik. Karena terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden baru adalah awal dari segalanya, bukanlah akhir.
Kata 'cebong', begitu pula kami menyebut para pendukung pasangan calon nomor 01 tersebut, Prabowo itu orang yang ambisius, sampai meng-klaim dirinya menang dalam pilpres kali ini. Padahal, hasil yang ia terima memang seperti itu. Quick Count kan hanya sebuah gambaran saja dari beberapa sampel TPS yang diambil. Dan bagi umat muslim, sujud syukur kepada Allah itu perlu, ketika mendengarkan kabar yang baik datang. Jadi, dimana salahnya Prabowo melakukan sujud syukur?
Memang para pembenci tak akan pernah terharu atas pengorbanan orang yang tidak ia sukai tersebut. Padahal husnudzon sendiri ada 3 tahapan, yaitu husnudzon penuh, husnudzon bertahap, dan husnudzon sebagian. Tak pernahkah kita terpikir, "Apa Prabowo memang bersalah mengenai isyu sara yang terjadi pada tahun 98?"
Atau berpikiran, "Benarkah Pak Prabowo seambisius itu? Bukan hanya ingin melakukan yang terbaik untuk Indonesia sekaligus memperbaiki namanya yang sempat rusak puluhan tahun silam?"
Karena sesungguhnya, 'fitnah keji' (begitu saya menyebutnya ketika memutuskan untuk husnudzon penuh) itulah satu-satunya alasan prabowo, seorang jenderal yang tampan dan pemberani, memiliki banyak haters.
Padahal hanya dengan menjadi pemimpin negeri ini, Prabowo bisa membuktikan bahwa dirinya tidak sekejam bayangan setiap orang yang termakan isyu 98. Dengan bekerja untuk Indonesia tanpa pamrih, Prabowo bisa menunjukkan pada setiap orang bahwa dia ada memang untuk memperbaiki negeri ini, bukan demi kekuasaan yang ada di pikiran para pembenci. Seandainya seluruh rakyat Indonesia bisa lebih terbuka mata hatinya dan berpikiran lebih luas.
Jika tak bisa husnudzon secara penuh padanya, lakukanlah bertahap. Jangan sampai kita menjadi seseorang yang berdosa karena telah berburuk sangka sejak puluhan tahun yang lalu padanya, atas segala sesuatu yang hingga kini tidak dapat terbukti kebenarannya.
Bahkan Gus Dur, Presiden ke empat RI sempat membuat pernyataan di media elektronik pada tahun 2009 bahwa Prabowo adalah orang yang paling ikhlas pada rakyat Indonesia.
Apa kita masih punya alasan meragukan pernyataan Gus Dur ketika Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz N Mehdawi, turut memberi pernyataan pada tahun 2014, bahwa Prabowo pernah menyumbang dari uang pribadinya sebesar 500 juta Rupiah ketika Palestina diinvasi oleh Israel. Semua kebaikan yang Prabowo lakukan, berdasarkan 'kata' orang lain, bukan 'katanya' sendiri, sesuai dengan amalan ikhlas itu sendiri yaitu tangan kanan memberi, tangan kiri tak perlu tahu.
Prabowo kasar dan pemarah, begitu katanya, selalu saja ada bahan yang 'digoreng' oleh sebagian besar pembencinya untuk memberi-tahu kepada seluruh dunia bahwa Prabowo tidak pantas memiliki simpatisan karena terlalu arogan.. Padahal, ketika Mantan Gubernur DKI, Basuki Tjahya Purnama (Ahok) marah, memaki, menggebrak meja, dan bersikap arogan pada wartawan serta rakyat biasa, katanya itu sikap tegas yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Kalau menurut saya, manusiawi jika setiap individu memiliki emosi dan bisa merasa tersinggung, yang terpenting tetap memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin, mampu mengayomi semua rakyatnya dan menyerukan sikap toleransi antar umat beragama, tanpa pernah berkomentar yang menunjukkan sikap intolerasi dan bisa memecah belah persatuan bangsa.
Tetapi seperti kata-katanya Ali bin Abu Thalib, "Jangan menjelaskan tentang dirimu kepada siapapun karena yang mencintaimu tidak butuh itu dan yang membencimu tidak percaya itu."
Sumber: https://www.islamcendekia.com/2016/10/ali-bin-abi-thalib-jangan-menjelaskan-tentang-dirimu-kepada-siapapun.html |
Begitupula yang Prabowo bawa sepanjang sisa usianya sejak isyu 'kesalahan 98', tak ada gunanya menjelaskan apapun kepada orang-orang yang sudah telanjur membencinya.
Prabowo di mata saya, sebagai salah satu pendukung, adalah sosok yang kebapakan, kolaborasi yang pas dengan Sandiaga Uno yang hangat, seperti layaknya ayah dan anak yang harmonis. Bahkan KH Ma'ruf Amin, cawapres 01, terlihat ikut terharu saat Sandiaga dan Prabowo berpelukan dengan hangatnya pasca debat terakhir.
Sumber: http://www.tribunnews.com/pilpres-2019/2019/04/15/foto-prabowo-sandi-dan-anies-baswedan-sandi-pelukan-viral-jubir-bpn-tulis-sejarah-terulang |
Kisah kasih antara Prabowo dan Titiek Soeharto (Salah satu putri Presiden kedua RI), mantan suami-istri, yang hingga kini pun masih sama-sama melajang juga sungguh mengharukan bagi kami yang mencintainya.
Tak ada alasan bagi kami yang husnudzon untuk membencinya. Dia bahkan belum diberi kesempatan untuk membuktikan ucapannya, membuktikan janji-janjinya pada negeri ini jika terpilih, sehingga belum terbukti ingkar janji kepada kami yang mendukungnya.
Apapun itu, Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno tetap menang di hati kami, tak akan pernah berubah. Bahkan sebelum sosok 'netral yang dulu bersembunyi namun kini meneriakkan kemenangan pasangan calon nomor 01, kami sudah terlebih dahulu memasang dada kami menunjukkan dukungan pada pasangan calon nomor 2 dengan berani..
Apa perlu kami malu dan Prabowo malu karena tidak maju sebagai pemimpin? Tentu tidak, karena kami mendukung orang yang gagah berani, dan Prabowo pun memiliki pendukung yang pemberani.
Keterangan: Berbagi payung, meski kecil tetap memberi manfaat. Sumber Foto: Koleksi Pribadi. |
Menyusuri perjalanan hidup sampai usiaku menginjak 35 tahun, sudah berkali-kali mengalami jatuh hingga berdiri pun tak sanggup lagi kurasa.
Aku terlahir sebagai seorang anak pengusaha yang sukses pada masanya, apapun yang aku inginkan terpenuhi, bahkan menjadi bos dari para pekerja di rumah (pembantu) serta para pekerja di kantor papaku. Bukan hanya pembantu yang harus memenuhi perintahku, tetapi sopir di kantor papa yang juga dipekerjakan untuk mengantar jemputku ke sekolah seringkali kupergunakan untuk sekedar pergi membeli coklat ke supermarket.
Aku juga bukanlah seorang yang pandai berbagi. Sebagai anak tunggal, aku terbiasa memiliki apapun seorang diri, hanya untukku. Tak ada keikhlasanku saat melihat orang lain ikut bergembira atas sesuatu yang aku miliki.
Sampai saat itu tiba. Krisis moneter yang melanda Indonesia pada umumnya serta merta menerpa keluarga kami. Perusahaan yang dibangun papa dengan susah payah hancur lebur dan harus gulung tikar. Satu persatu aset perusahaan maupun pribadi mendadak lenyap dari hadapan kami untuk menutupi hutang perusahaan. Rumah yang kami tinggali saat itupun atas kemurahan hati salah seorang anggota keluarga yang membantu melunasi sisa hutang agar tidak ikut tersita oleh bank, sekedar untuk kami tidak terkatung-katung di jalanan tanpa tempat tinggal. Gali lobang tutup lobang, siksa riba yang sempat mendera kami.
Kami jatuh susah ketika usiaku mulai beranjak remaja. Saat keinginanku sebagai 'anak baru gede' tambah menanjak, aku dipaksa keadaan untuk menerima kenyataan bahwa semuanya telah lenyap, mimpi pun tak berani hadir di hadapanku.
Adik lelakiku, yang diadopsi ketika ia masih berusia 15 hari, berbeda usia 8 tahun denganku, tumbuh besar dalam kondisi sulit di keluarga kami.
Meskipun begitu, ada hikmah yang bisa diambil, keluarga kami lebih harmonis karena papa sering berada di rumah. Yang biasanya sering kesulitan mencari waktu untuk quality time bersama keluarga, menjadi sering menghabiskan waktu bersama kami, tanpa melupakan tanggung jawabnya untuk menafkahi kami. Alhamdulillah, rezeki tak pernah surut. Dalam keadaan tanpa pekerjaan tetap, rezeki kami selalu datang melalui sang kepala keluarga.
Papaku, seorang mualaf, keturunan Tionghoa, adalah seorang yang sabar, tekun dan gigih, sangat bertanggung jawab atas kelangsungan hidup keluarganya.
Mulailah kami berbagi apapun yang ada untuk kami nikmati bersama satu keluarga, membuat masing-masing dari kami tumbuh sendiri perasaan empati terhadap kesulitan orang lain. Membuat sedikit demi sedikit rasa egois dalam diriku mulai terkikis.
Aku mulai akrab dengan kotak amal dan keluargaku mulai akrab dengan panti asuhan, merasakan apa yang mereka alami yang bahkan lebih buruk dari kami yaitu tidak memiliki orang tua serta sanak keluarga, memberikan bantuan sekedarnya dari bagian yang kami punya, meski sedikit nilainya, tak sebanding dengan apa yang orang lain bisa berikan.
Tak mengurangi apa yang kami punya, Allah malah membayar kontan, tanpa nego bahkan memberikan lebih!
Tanah yang papa beli sewaktu usahanya masih jaya, namun berada di lokasi yang cukup jauh dari kota, mendadak menemukan jodohnya setelah sekian lama mencari. Seorang hartawan membeli seluruhnya, karena bertepatan dengan rencana pembangunan jalan tol Kalimantan Timur di sampingnya.
Taraf hidup kami kembali meningkat, namun pengalaman hidup tak terlupakan tak akan mengecilkan hati kami kembali untuk merangkul dunia. Setelah melunasi sisa hutang, bersedekah yang utama adalah kepada keluarga yang membutuhkan terlebih dahulu, dan papa melakukannya dengan sangat ikhlas. Aku banyak belajar dari beliau mengenai keikhlasan itu.
Setelah menikah, aku ikut dengan suamiku, berhenti dari pekerjaanku untuk menjadi seorang istri, tentu sudah bukan tanggungan papaku lagi, dan suamiku juga bukanlah orang yang berlebihan secara ekonomi, tak ada property apapun yang kami miliki, sekedar untuk makan, kebutuhan sehari-hari, dan biaya operasional rumah yang aku tempati, kebetulan rumah milik orang tuaku yang diijinkan untuk kami tempati.
Pernah suatu ketika aku sedang 'berselancar' di dunia maya, kebetulan koneksiku kepada keluarga dan kerabat sebagian besar melalui sosial media, tanpa sengaja berita mengenai kesengsaraan anak-anak muslim yatim piatu korban perang Palestina mengusik hatiku, membuatnya tergerak untuk mengirimkan donasi pada rekening yang tercantum. Tidak banyak, karena aku memiliki seorang anak balita saat itu (kebetulan anak keduaku belum ada), yang kebutuhannya pun juga besar.
Hanya selang seminggu setelahnya, Allah kembali menjawab! Aku mendapat kabar bahwa foto anakku yang diikutkan dalam perlombaan yang diadakan oleh salah satu produk susu, menang dan mendapatkan hadiah berupa sebuah kalung berliontin emas senilai 10 gram. Alhamdulillah.
Pelajaran hidup yang kekal, ketika berbagi tidak mengurangi harta malah mengembalikannya berkali lipat, jadi jangan takut berbagi.
Aku yang dulu menyimpan rapat kisah ini, kini sudah lebih siap untuk membaginya, agar setiap orang bisa mendapatkan manfaatnya juga. Seperti nasehat Ustadz Khalid Basalamah selalu, "Tak ada orang yang miskin karena bersedekah!"
Semoga bisa menginspirasi.
Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Blog Jangan Takut Berbagi yang diselenggarakan oleh Dompet Dhuafa.
Keterangan: Novel Digital 'Yorick' Sumber: Koleksi Pribadi |
Tak Pernah Patah!
Tak Akan Menyerah!
Terus Melangkah!
Sebuah kampung di kaki Gunung Sawal, penyimpan cerita masa lalu yang akan terus terbayang di retina mata, tak termakan putaran masa, tak tergilas kerasnya zaman.
Ia berkhayal bisa terbang bersama layang-layang mengitari bukit Panjalu, menyentuh gumpalan awan putih biru yang berarak riang mengikuti kemana arah angin membawanya.
Seorang anak Panjalu 'tanpa orang tua' yang punya mimpi dan keberanian berhasil merangkul Rusia sebagai tempatnya berpijak menjadi agung.
Pembuka cerita yang manis, berawal dari seorang pemuda bernama Yorick yang sibuk mengejar cinta Nevia, berlatar sepanjang Jalan Nevsky Prospekt yang terletak di St Petersburg - Rusia, dengan keindahan Sungai Neva yang membuat pembaca ikut menyusuri tepiannya, hingga sebuah memory lama menyeruak dari dasar rasa rindu yang melekat, melalui hadirnya seorang anak berusia sekitar 5 tahun yang terjatuh dari sepeda dan neneknya.
Kecamatan Panjalu yang berada di Kabupaten Ciamis Provinsi Jawa Barat adalah saksi bisu kesusahan Yorick bersama neneknya.
Nenek Encum, ibu dari ibu kandung Yorick, dengan pesannya selalu 'jangan merepotkan orang' membuat Yorick menjadi anak yang jauh lebih mandiri dari anak-anak seusianya. Meskipun sang nenek membuat ia sedikit tergantung karena kepemilikian sesuatu yang sangat minim sejak ia kecil, bahkan kepemilikan atas orang tua yaitu punya tapi tak terlihat di sisi, dan sang kakek yang sudah pergi untuk selamanya sejak ia masih berusia 5 tahun, namun ilmu tak lekang oleh waktu. Pengajaran nenek tentang kemandirian dan keyakinan serta perjalanan yang telah ia lewati membawanya hingga ke tepi Sungai Neva - St Petersburg.
Yorick adalah seorang anak yang selalu ditolak karena dianggap benalu, dirampas haknya untuk bersama satu-satunya orang dan hal yang dia miliki dalam hidupnya baik Ujang si ayam kesayangan maupun neneknya sendiri, bahkan dipaksa keadaan untuk menahan rasa rindunya hingga tak bertepi karena dipisahkan oleh dunia. Orang yang paling ia sayangi harus berpulang terlebih dahulu tanpa kata perpisahan.
Cinta berbalas Yorick dan sang nenek terpisah oleh takdir, namun semangat nenek sudah terpatri dalam sanubarinya, menjadi bekalnya untuk tumbuh dan berkembang. Satu-satunya hal yang ia sesali hanyalah Nenek Encum belum sempat melihat dan merasakan apa yang sudah ia raih.
Kirana Kejora telah berhasil mengaduk-aduk emosi pembaca melalui novel ini, membuat anak-anak sungai bukan hanya mengalir pada kedua pipi Nenek Encum saat merasakan kepedihan Yorick yang menganggap dirinya sebatang kara, melainkan juga dapat membentuk jalurnya di pipi pembaca.
Kisah Yorick kecil sangat mengharu biru dan pasti mengena langsung ke dasar hati pembaca, sementara perjalanan hidup Yorick semasa remaja hingga dewasa jauh lebih segar dan sarat ilmu terutama setelah Yorick pada akhirnya bertemu 'saudara tapi tak sedarah', yaitu kawan-kawannya yang setia mendampinginya dan membantunya meraih kesuksesan.
Apalagi saat tragedi rumah sakit, ketika seluruh kerabat Yorick berkumpul untuk menyaksikan kesengsaraan Yorick akan sakitnya, pembaca justru dibuat tertawa terpingkal-pingkal hanya karena kalimat sederhana yang dilontarkan oleh Yorick, "A Hen, doakan saya meninggal ya?"
Bahkan sebelum tragedi itu pun pembaca sudah dibuat segar oleh obrolan 'setengah gayung' sesama pasien muntah darah antara Yorick dan seorang bapak.
Yorick yang penuh semangat, bahkan tak akan patah meski dalam keadaan 'tirah baring', sangat menginspirasi.
Rahasia kisah cinta antara Yorick dan Nevia yang baru terbuka pada akhir novel menjadi bumbu yang menarik dari kisah Yorick serta membuat penasaran akan kelanjutan ceritanya karena 'Cinta Tanpa Tepi' yang tercipta.
Kesempurnaan hanya milik sang pencipta semesta, namun keberhasilan Kirana Kejora mengangkat kisah Yorick dalam Novel Yorick sangat dirasa mungkin dapat melahirkan tunas-tunas baru yang akan tumbuh menjadi sebuah pohon kokoh seperti nama itu, Yorick.
Judul Novel: Yorick 'Tak pernah patah, tak akan menyerah, terus melangkah'
Penulis: Kirana Kejora
Penerbit: PT Nevsky Prospekt
Cetakan: Cetakan pertama tahun 2018
Isi: 336 halaman
ISBN: 978-602-528-830-2
Harga: Rp.89000,- (Novel Fisik), Rp.72100,- (Novel Fisik dan Digital, diskon aplikasi), Rp.37000,- (Novel Digital)
Keterangan: Berdasarkan kisah nyata, telah diangkat ke layar lebar
Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=dxfTty_XNlo
Sandiaga Uno dan Keluarga. Sumber: http://m.harnas.co/2016/03/05/hidup-sandiaga-uno-lebih-simpel |
Sebagai 'emak-emak', terpesona terhadap ketampanan Bang Sandiaga Uno adalah hal yang wajar, yang tidak wajar adalah keinginan untuk memiliki, karena cinta tak harus memiliki.
Sedap!
Kan cintanya Bang Sandi untuk seluruh rakyat Indonesia setelah keluarganya, karena keluarga nomor 1 dan memilih capres-cawapres barulah nomor 2.
Sebagai 'emak-emak', mengagumi kecerdasan Bang Sandiaga Uno adalah hal yang wajar, apalagi jika ia memikirkan kesejahteraan pendidikan anak-anak kita, yang tidak wajar adalah jika kita tidak memilihnya untuk alasan tersebut alias menjadikannya bahan untuk 'goreng menggoreng'.
Penghapusan Ujian Nasional di mata saya sebagai 'emak-emak' adalah hal yang bahkan paling diinginkan untuk ditiadakan.
Apa alasannya?
Mengapa kecerdasan dan kemampuan anak kita diukur hanya berdasarkan angka dan segelintir mata pelajaran? Mengapa menghakimi seorang anak sebagai anak yang bodoh hanya karena ia tidak mampu mendapat peringkat yang baik dalam ujian kenaikan kelas dan Ujian Nasional?
Sementara mereka mewakili sekolah dan berprestasi dalam hal olahraga bola basket, renang, sepatu roda, menari, menyanyi, dan sebagainya.
Siapa yang menanyakan alasan saya, tentu akan saya balas dengan pertanyaan seperti di atas.
Konsep pendidikan yang dijabarkan oleh Bang Sandiaga Uno pada saat debat cawapres tadi malam adalah pendidikan berkarakter dimana sebagian sekolah sudah menjalankannya dan menjadi pilihan utama bagi sebagian 'emak-emak' yang paham dengan benar bahwa kemampuan anak tidak bisa diukur dengan angka.
Kalau tidak percaya, marilah kita bertanya pada pakarnya, yaitu Ayah Edy, seorang pendiri Sekolah Berkarakter dan motivator sukses mengenai Homeschooling. Apa beliau akan tak setuju juga dengan konsep kurikulum yang hendak diusung oleh Bang Sandiaga Uno?
Sayangnya Sekolah Berkarakter atau biasa kita kenal dengan Multi Intelligence School, baik berlatar pendidikan Agama Islam ataupun Kristen, termasuk sekolah-sekolah mahal, dimana para orang tua dengan kemampuan ekonomi yang cukup tinggi yang mampu menyekolahkan anak di sekolah swasta terutama yang konsepnya mengasah bibit unggul masing-masing muridnya.
Beberapa Sekolah Berkarakter di Kota Balikpapan, tempat saya tinggal, khususnya karakter Islami, kebetulan yang sempat saya survey, untuk uang pangkal orangtua harus mengeluarkan biaya sekitar 15 juta hingga 20 juta Rupiah, dengan uang bulanan sekitar 1,5 juta hingga 2 juta Rupiah.
Alangkah bagusnya (menurut 'emak-emak' seperti saya), jika sistem kurikulum pendidikan di Indonesia dirancang secara merata dimana mengutamakan pendidikan berkarakter, mengembangkan bibit unggul masing-masing anak, memetakan minat dan bakat anak, daripada memaksa mereka terperangkap dan menjadi kecil di tengah teman-temannya yang unggul dalam hal pelajaran fisika atau kimia (misalnya), sedangkan mereka sama sekali tidak berminat untuk menjadi ahli kimia atau fisika.
Apa atlet Asian Games yang nilai sekolahnya dahulu kebanyakan 'merah' akan dikatakan bodoh setelah mereka berhasil meraih medali?
Tapi, seandainya dirinya bisa melihat ke belakang, sewaktu masih duduk di bangku sekolah, apa ia dapat mengetahui kelak akan jadi seperti apa, sementara nilai sekolahnya berada di bawah rata-rata?
Beberapa anak mungkin saja pasrah, merasa bodoh, apalagi berada di tengah lingkungan yang sistem pemikirannya masih 'kuno', masih menjadikan 'angka' sebagai tolak ukur kecerdasan seorang anak. Hanya sebagian anak yang 'keras kepala' saja yang bisa tetap bertahan dan terus maju manggapai mimpinya sendiri di tengah pandangan negatif orang-orang di sekitarnya, tetapi setiap anak itu berbeda.
Penjabaran visi mengenai sistem pendidikan anak di Indonesia oleh Bang Sandiaga Uno membuat saya sebagai 'emak-emak rempong' tambah terpesona. Penuh khayalan dalam otak saya dimana seluruh sekolah negeri juga mengambil konsep Sekolah Berkarakter sehingga semua lapisan masyarakat bisa merasakan manfaatnya, meniadakan sistem Full Day School, lalu semua murid pasti lulus (karena tak ada anak yang bodoh), dan sebagainya, sehingga lahir dan bertambahlah bibit-bibit unggul bangsa yang bisa membawa nama besar Indonesia di dunia Internasional.
Sistem Full Day School yang saya maksud berbeda dengan Boarding School, Pesantren, dan sebagainya, melainkan anak tetap tidur di rumah orangtuanya namun seharian berada di sekolah, dari pagi hingga sore hari. Karena kalau Boarding School atau Pesantren, itu merupakan pilihan, bukan paksaan.
Tak ada istilah cinta buta bagi 'emak-emak', visi dan misi pasangan capres - cawapres Prabowo - Sandi sungguh membuat tergugah, sehingga mantaplah saya untuk memilihnya.
Seperti yang sudah menjadi rahasia umum juga kalau 'emak-emak' itu ahli sejarah, akan selalu mengingat janji-janji manis dan tidak akan mudah melupakan mereka yang ingkar janji.
Jangankan 2 periode, kalau sudah dikhianati, setengah periode pun tak akan diberi kesempatan lagi bagi seorang 'emak'.
Rujuk?
Gila saja, sudah berkhianat masih minta rujuk!
Saya memilih Prabowo - Sandi untuk memimpin Indonesia tahun 2019 - 2024, tapi tak segan menceraikannya jika mereka pun berkhianat.
Jadi, jangan cinta buta, 17 April 2019 coblos nomor 2.
Aku pun tersedu di tengah dera rasa kecewa anakku yang tidak ia ucapkan.
Hanya seorang ibu yang tau rasanya.
Dengan berbekal 3 lembar tiket waterpark yang kudapatkan secara gratis pada suatu event dan hanya bisa digunakan pada tanggal tercantum (yaitu 31 Januari), aku merayu suamiku dengan dalih 'sayang' dan 'mubazir' jika tidak terpakai, agar ia bisa sekali saja meluangkan waktu untuk menemani anak-anakku berekreasi, terutama Aisyah.
Anak perempuanku yang usianya sudah menjelang 5 tahun itu, mulai mengerti mengenai keluarga utuh. Dia selalu bertanya, "Mengapa Daddy tidak bersama kita?" atau "Mengapa Daddy tidak pernah membawa kita ke tempat main?"
Keluarga Aisyah bukan keluarga broken home, aku dan suami tidak pernah berpisah (cerai), tetapi sejak kelahiran Aisyah, kami tidak pernah tinggal bersama. Daddy nya memilih untuk tinggal di ruko, alasannya karena dia tidak bisa meninggalkan pekerjaannya. Bahkan setiap kami meminta tolong untuk mengantarkan ke suatu tempat, selalu terkesan terburu-buru, dan sepanjang jalan nyaris susah mencari moment untuk mengobrol dengan santai karena ia sibuk berbicara sendiri mengenai kesibukannya, mengomel mengenai waktu yang terbuang dengan percuma karena aku yang selalu minta bantuannya, dan sebagainya, bahkan aku hampir jenuh dengan itu semua sehingga sempat malas meminta bantuan. Bertemu pun sudah tak berharap untuk berbicara apapun, apalagi mengeluarkan permohonan untuk mengadakan rekreasi sekeluarga meski hanya membawa anak bermain di taman.
Tak ada quality time yang sesungguhnya bagi kami sekeluarga, kecuali quality time antara aku dan anak-anak semata, tanpa Daddy nya. Sebelum lahirnya anak kedua, aku selalu membawa Aisyah untuk pergi berdua, entah menonton bioskop ataupun menemaninya bermain di playground mall. Setelah adiknya lahir, kami baru bisa pergi ke mall jika diajak oleh orang tuaku, JiPi (kakek) dan JiEm (nenek) nya Aisyah.
Hatiku sangat plong ketika mengatakan pada Aisyah bahwa pada akhirnya si Daddy setuju untuk membawanya ke waterpark. Dia bertanya, "Seperti apa waterpark itu?" dan aku pun menunjukkan video youtube mengenai tempat yang ia maksud, bahkan menunjukkan 3 lembar tiket tersebut agar ia tahu bahwa kali ini kami serius akan membawanya ke sana.
Hari yang ditunggu tiba, ia antusias sekali. Sejak pagi hari ia sudah membujuk Daddy nya untuk pergi ke sana, tetapi dijanjikan oleh si Daddy sore hari sekitar jam setengah 4 saja. Apa daya karena kesibukannya, ia bahkan hampir membatalkan janji itu dan aku pun menyerah membujuknya, namun kemudian berusaha memutar otak agar Aisyah tidak begitu kecewa.
Syukurlah JiPi dan JiEm nya datang. Aku pikir bisalah mengalihkannya dengan mengijinkan dia ikut JiPi dan JiEm menjemput sepupu-sepupunya di tempat les.
Detik-detik terakhir Aisyah mau pergi, si Daddy berkata akan menjemput. Aku dan Aisyah pun bersiap menunggu. Jam setengah 5 dia baru datang, dan kami tidak langsung dibawa ke waterpark. Aisyah terus merengek sepanjang jalan, tapi dia masih harus mampir untuk menyelesaikan urusannya.
Sesampainya di waterpark, Aisyah berdecak kagum melihat jejeran patung mermaid di depan pintu masuk. "Wow" dan "wow" saja yang keluar dari bibir mungilnya. (Bahkan saat menulis ini, air mataku kembali mengalir).
Apa daya, satpam waterpark mengatakan bahwa mereka sudah tutup, membuat kami sedikit bernegosiasi, mengatakan agar memberi kesempatan sedikit saja agar anak kami bisa masuk dulu dan bermain sebentar saja di arena anak. Tanpa tahu menahu, dengan tingkah polah lugunya, Aisyah membuka-buka bajunya menunjukkan dirinya sudah menggunakan pakaian renang kepada satpam yang masih menjelaskan kepada kami mengenai kondisi waterpark.
Kami pun mengalah, meninggalkan lokasi tersebut. Namun tumpah ruah tangisku melihat raut kecewa di wajahnya disertai dengan pertanyaan yang keluar dari bibirnya, "Padahal Aisyah pengen masuk, kenapa kita pergi?"
Seandainya wajahku tidak dibanjiri oleh air mata, aku pastikan bahwa Aisyah yang akan menangis. Aku seorang ibu, 24 jam aku bersamanya setiap hari tanpa jeda, aku tahu jelas bendungan air mata yang membuat kantung matanya terlihat lebih gelap dan ujung bibirnya yang bergerak naik turun menunjukkan hatinya yang terluka. Tetapi Aisyah anak baik, ia selalu berusaha mengimbangiku, itu sebabnya aku sangat sayang padanya. Melihatku menangis, ia berusaha menahan perasaannya, itu juga yang membuat hatiku semakin pilu.
Tak ada permintaan maaf, atau memperlihatkan sedikit saja rasa penyesalan di hadapan Aisyah, Daddy nya sempat nyeletuk, "Ini kamu yang mau ke sana atau Aisyah? Aisyah loh tidak apa-apa."
Seandainya saja mengikuti egoku, pada hari kedua aku menstruasi ini, jauh lebih baik aku berada di tempat tidur, bersantai, menikmati hari, nonton TV sambil ngemil, terlebih lagi tidak perlu bertemu muka dengan seseorang yang bisa membuat tekanan darahku naik seketika bahkan di saat sedang tidak mens sekalipun. Tetapi seorang ibu rela mengorbankan kebahagiaannya atau apapun demi kebahagiaan anaknya. Tiket itu hanya berlaku pada hari ini, dan akhirnya hangus sia-sia juga.
Mungkin hanya seorang Daddy yang bisa mengeluarkan pertanyaan semacam itu karena tidak tahu menahu akan luka dalam yang dapat seorang anak rasakan ketika kecewa.
Kemudian kami sepakat untuk membawanya ke waterpark yang lainnya agar ia tidak begitu kecewa, meski ternyata sudah tutup juga! Tetapi, syukurlah masih bisa dinego, walau tak ada bedanya seperti ke kolam renang biasa karena sudah tak ada air mancur maupun air tumpah, sekedar bermain slide di atas air. Mana banyak nyamuk. Sudah sangat sore, bahkan menjelang maghrib. Syukurnya ia bisa menikmatinya juga. Namun sedikit banyak ia pasti merasa bahwa suasananya tak sesuai dengan apa yang aku tawarkan. Betapa saat itu aku merasa menjadi ibu yang tak berguna, menawarkan janji palsu. Seandainya tadi batal saja sekalian.
Entahlah, rasa saling memahami antara aku dan Aisyah sangat dalam. Di saat orang lain tak mengerti akan kepedihannya, aku adalah orang yang paling paham. Karena banyak sekali hal receh yang dia alami membuatku bersedih.
Pernah juga suatu saat aku meminta si Daddy membeli galon dan kami ikut di dalam mobil. Aisyah adalah anak yang agresif, dan aku sudah terbiasa dengan sikap antusiasnya yang berlebihan itu. Tetapi Daddy nya tidak biasa, dan saat itu ia memang terlihat dalam kondisi sangat tidak mood. Sikap Aisyah yang agresif membuat Daddy meng-Aduh sembari melirik dan memperlihatkan wajah kesal pada Aisyah sebelum ia pergi meninggalkan mobil untuk membeli galon (saat itu mobil sudah berhenti tepat di depan pintu minimarket.
Aisyah tahu jelas itu. Aku melihat raut wajahnya sudah mulai berubah. Naluri sebagai seorang ibu membuatku tak dapat menahan diri untuk tidak segera memeluknya. Tangisnya tumpah ruah dalam pelukanku, begitupun dengan aku.
Di lain waktu sang JiPi memarahinya ketika ia melompat di punggung JiPi. Sebenarnya JiPi selalu berusaha tidak memarahi Aisyah jika di depanku, karena rasa sayangnya pada Sachio yang jauh melebihi Aisyah, memang membuatku menjaga hak dan 'posisi' Aisyah di dalam keluarga, sehingga jiPi berusaha tidak membuatku tersinggung.
JiPi selalu menganggap Sachio cucu terbaik, jadilah aku berusaha keras agar Aisyah terhindar dari fitnah (tuduhan) sepupu-sepupunya itu. Meskipun mereka semuanya masih anak-anak. Karena si JiPi tidak pernah mau bertanya terlebih dahulu, melainkan menelan mentah-mentah aduan dari salah satu cucunya, lalu langsung menegur yang lainnya. Dan keseringan ditujukan pada Aisyah, mengingat Aisyah anak yang paling bontot.
Pada saat itu sebenarnya JiPi mengira yang melompat di punggungnya adalah Sachio, jadi ia menegur dengan keras. Meskipun ditegur dengan keras, jika itu adalah Sachio, ia tidak akan terluka karena ia tahu dengan jelas kalau JiPi menyayanginya, sementara Aylin disayang oleh JiEm. Sama halnya jika aku yang menegur Aisyah, dia tidak begitu peduli karena dia tahu dengan jelas kalau aku sangat menyayanginya. Tetapi jika Daddy yang menegurnya? Atau JiPi? Lain ceritanya.
Spontan Aisyah langsung terdiam, berusaha setengah mati menahan tangisannya yang lagi-lagi ia tumpahkan di dadaku karena aku tak sanggup membiarkannya seorang diri tanpa pegangan, selalu langsung menawarkan pelukanku. Dan aku .... tentu saja ikut menangis.
Aisyah ... aku adalah ibu yang cengeng, tidak mandiri, dan tak berdaya upaya ... tapi kuingin engkau tahu bahwa diri ini selalu ada untukmu. Tanpa kukatakan pun, Aisyah mengerti bahasa tubuhku. Selalu setelah aku peluk, ia bisa kembali bermain dengan ceria, tiada dendam dan kembali ceriwis, menceritakan serta bertanya apapun.
Seandainya kita sebagai orang tua bisa menyingkirkan sedikit saja ego demi anak-anak, seandainya saja sedikit pengorbanan bisa dilakukan untuk anak. Karena istri atau suami, masing-masing tidak saling bertautan dalam hal darah dan daging, tapi anak? Dalam dirinya mengalir darah kedua orang tuanya.
Bahkan ada kata pepatah yang mengatakan bahwa, "Anda memiliki waktu seumur hidup untuk bekerja, namun anak-anak hanya memiliki masa kecil sekali."
Berkumpullah dengan keluargamu sebelum kau dipisahkan oleh maut. Pulanglah ke rumah dan luangkan waktu untuk berkumpul bersama istri dan anak-anakmu, sebelum kau dipaksa pulang oleh Allah SWT.
Video itu kurekam saat Daddynya meminta ijin pada Aisyah untuk pergi kembali kerja dulu dan sore hari baru pergi mengantarkannya bermain di waterpark (duh aku sedih lagi setiap ingat). Saat itu sebenarnya Aisyah sudah khawatir Daddy nya ingkar janji.
Foto-foto di bawah ini ketika dia bermain sekedarnya di waterpark yang sebenarnya juga sudah tutup (aku mewek lagi).
Syukurnya, tidak berapa lama dia nyemplung, datang anak sepantaran dia. Kebetulan memang saat itu satu kolam sedang digunakan buat latihan renang para atlit cilik. Mungkin anak seusianya itu adalah anak yang sedang menunggu selesainya latihan atau anak sekitar lokasi. Aisyah sudah pandai berkenalan, Aisyah bilang kalau nama temannya itu Ira.
Sehat-sehat selalu ya anak-anakku, aamiin.
Salam cinta selalu dari Mami kalian yang cengeng ini. Heheheee ...
Kelak jika raga ini sudah tak ada di sisi kalian, tulisan ini masih bisa dibaca untuk mengenangku, terutama mengenang hangatnya pelukanku saat kalian merasa sendirian.
Sumber: http://suryamalang.tribunnews.com/2018/12/26/download-lagu-terbaru-seventeen-kemarin-viral-usai-tsunami-banten-yang-menewaskan-3-personelnya?page=all |
Satu minggu telah berlalu sejak tsunami memporak porandakan Pantai Anyer. Saat kejadian, Seventeen dan JiGo sedang diundang untuk mengisi acara Gathering PLN.
Ketika itu laut sangat tenang, angin pun bersilir-silir mengiringi suasana malam yang ceria, sekiranya itu yang Ifan (vokalis Seventeen) rasakan saat itu. Tak terbersit pikiran buruk meski sempat terlihat puncak Gunung Anak Krakatau menyala laksana bara api dari kejauhan. Ia bersama tim nya tetap bersemangat menggebyar panggung menghibur penonton yang memang datang untuk menyaksikan penampilan mereka.
Baru lagu kedua yang mereka bawakan, hanya sekejap mata saja, ia sudah terlempar ke tengah laut setelah sebelumnya tertimpa reruntuhan panggung dan alat musik, tanpa mengerti apa yang sesungguhnya telah terjadi. Ia berusaha menjauhi kerumunan manusia yang berada di tengah lautan guna menyelamatkan diri, mengingat kepanikkan setiap orang yang dapat saling mencelakakan.
Ifan terus berenang sampai akhirnya ia lelah dan hampir menyerah, namun sebuah kotak hitam menyelamatkannya, menjadikan tempat ia berpegang saat letih, hingga tibalah ia di tepi setelah kurang lebih dua jam terombang ambing di lautan, kemudian bertemu dengan orang-orang baik yang membantu menghangatkan tubuh.
Setelah mulai tenang dan menyadari bahwa semalam ia baru saja menjadi korban dari Tsunami, Ifan menemukan Bani, bassist band Seventeen dalam kondisi sudah tidak bernyawa, begitupun dengan Argo Aa Jimmy Go (JiGo) dan Oky (Road Manager Seventeen) dengan kondisi yang sama. Itu menjadi duka yang mendalam bagi Ifan. Dalam sekejap mata saja ia kehilangan orang-orang terdekatnya, bahkan ketika itu Herman sang guitarist, Andi sang drummer, dan Dylan Sahara sang istri, belum ia temukan.
Erupsi Anak Krakatau disebut sebagai penyebab longsor bawah laut yang menimbulkan gelombang tsunami di Tanjung Lesung dan Lampung. Seolah menjadi nyata, lagu 'Kemarin' yang diciptakan Herman dan dirilis tanggal 21 Desember 2016 benar-benar membuat Ifan sang vocalist kini sendiri. Bani, Herman, Andi, dan Dylan sungguh pergi dari hidupnya untuk selama-lamanya, 2 tahun kurang 1 hari setelahnya (22 Desember 2018). Semuanya ditemukan dalam keadaan sudah tidak bernyawa, menjadi korban dari Selat Sunda.
Firasat atau apapun itu, Seventeen juga sempat membuat video untuk mempromosikan lagu mereka yang berjudul 'Jangan Dulu Pergi' dan diupload di Instagram Seventeen pada tanggal 8 Maret 2018, dimana Ifan bernyanyi dengan penuh penghayatan hingga menutup matanya, sementara personel yang lain pergi meninggalkannya. Lalu, foto yang dibuat pun, pada telapak tangan Bani bertuliskan 'Pergi', sementara Herman 'Du' dan Andi 'lu', jika dirangkai menjadi 'Pergi Dulu' dimana sesuai urutan ditemukannya, jasad Bani terlebih dahulu barulah Herman dan yang terakhir di antara personil adalah Andi.
Seventeen berduka, kerabat seventeen berduka, keluarga yang ditinggalkan berduka, penggemar berduka, Indonesia berduka karena masih ada Aa Argo Jimmy Go yang menewaskan hampir seluruh anggota keluarga dan meninggalkan seorang bayi usia 3 bulan seorang diri, serta masih banyak korban lainnya baik di Banten maupun di Lampung. Sungguh menyisakan duka yang mendalam.
Rentan masa berduka, khususnya bagi Ifan, sang vokalis Seventeen yang 'kini sendiri' sepeninggalan kawan-kawannya dan istrinya, berakhirnya Band Seventeen berkarya karena dipisahkan oleh maut, masih ada saja mulut-mulut keji mengeluarkan sumpah serapah.
Konon kisah percintaan antara Dylan dan Ifan diawali oleh isyu perselingkuhan. Sebelum resmi bercerai dengan Ghea Astrid Gayatri yang seorang dokter, Ifan digosipkan sudah menjalin kasih dengan Dylan. Sementara diberitakan bercerai pada tahun 2012, Dylan sudah mengupload foto Ifan di instagram pribadinya pada tanggal 27 November 2011. Oleh sebab itulah akun instagram pribadi Dylan bukan hanya dipenuhi oleh ucapan duka simpatisan melainkan juga cacian dari sebagian netizen yang menganggap bahwa kejadian yang menimpa Dylan sebagai karma seorang pelakor.
Memang kalau dilihat secara kasat mata dan dari paradigma yang 'kotor', setiap orang mungkin saja berpendapat, "Ini karma Dylan sebagai pelakor, ini karma Ifan yang karirnya hancur karena berselingkuh."
Ada juga Herman Sikumbang, konon sebelum pernikahan keduanya dengan Juliana Puspita Mochtar pada tahun 2012, Putri Indonesia asal Aceh, terdapat isyu perselingkuhan terlebih dahulu yang mewarnai awal percintaannya.
Keterangan: Juliana Mochtar dan Dylan Sahara Sumber: http://asset-a.grid.id/crop/0x0:0x0/700x465/photo/2018/12/25/2170634163.jpg |
Disamping kedua personel Seventeen, yang menjadi korban adalah Aa Argo Jimmy Go sekeluarga kecuali anak bungsunya yang baru berusia 3 bulan. Konon kabar yang beredar, beliau sering twit untuk menjelekkan ulama, beberapa netizen pun mengatakan itu adzab baginya, padahal kabar terakhir yang beredar adalah itu akun fake yang menggunakan nama beliau.
Sumber: http://jakarta.tribunnews.com/2018/12/25/jadi-korban-tsunami-di-banten-aa-jimmy-dan-istri-dimakamkan-berselebelahan-intip-suasana-pemakaman#gref |
Apa semua yang terjadi pada mereka adalah karma dan adzab?
Sebelum berkomentar ke arah sana, mari renungkan sejenak.
Apa kita semua tahu bagaimana kelak maut menjemput kita?
Apa diri kita sendiri sudah luput dari dosa sama sekali?
Apa kita tahu apa yang terjadi dalam rumah tangga seseorang?
Apa kita tahu sesungguhnya siapa yang berada di balik akun sosial media seseorang?
Apa kita tidak akan dilaknat Allah karena cacian yang kita lontarkan pada seseorang yang sudah tiada?
Apa kita yakin kelak meninggal dengan cara baik (husnul khatimah)?
Apa cara meninggalnya 3 orang personel Seventeen, Dylan Sahara, dan Aa Argo Jimmy Go sekeluarga sungguh sangat buruk sehingga kita mengatakannya sebagai adzab?
Apa kita tidak dapat mensyukuri nikmat suara yang Allah berikan sehingga selalu ingin berkata hal-hal yang buruk?
Bahkan seseorang yang bisu pun ingin diberi nikmat suara untuk mengatakan hal-hal yang indah, lalu mengapa kita malah menyia-nyiakannya?
Astid Ghea Gayatri sudah berbahagia dengan keluarga kecilnya, mungkin begitu juga dengan mantan istri Herman Sikumbang yang bernama Pepi Novianti. Lalu Aa Argo Jimmy Go yang membawa serta istri dan kedua anaknya berpulang, kecuali sang bayi, apa si bayi mungil juga terkena adzab hingga kehilangan seluruh keluarganya dalam waktu semalam? Kabarnya istri Bani, sang bassist pun sedang mengandung anak kedua yang usia kandungannya baru berusia 3 bulan. Andi (drummer) masih memiliki anak yang baru berusia 10 bulan.
Terlepas Ifan dan Dylan memiliki masa lalu yang seperti apa, setiap orang bisa melihat seperti apa cinta Ifan pada Dylan dan Dylan pada Ifan. Ketika menjalin kasih dengan Ifan, Dylan adalah gadis yang masih sangat belia. Berapa lama perjalanan kasih mereka hingga menuju jenjang pernikahan? 5 tahun loh. Bukan waktu yang singkat hingga akhirnya memantapkan diri untuk menikah pada tanggal 2 November 2016, lalu dipisahkan oleh maut sekitar 2 tahun 1 bulan 20 hari setelahnya, semalam sebelum hari ulang tahun Dylan.
Apa itu adzab bagi Dylan ataukah cara Allah mengampuni kesalahannya? Semuanya menjadi rahasia Illahi. Yang jelas, bukankah mereka semua mati karena bencana alam dan tenggelam? Masuk perkara mati syahid bukan?
Apakah kita yang sibuk mengutuk kesalahan dan dosa mereka akan mati syahid juga? Tak ada yang tahu.
Sudahlah ... stop mencaci, stop mengutuk, stop berkomentar buruk ... belum tentu takdir kita akan lebih baik daripada mereka, karena semua hal yang terjadi sudah digariskan olehNya.
Innalillahi wa inna ilaihi raji'un. Turut berduka cita kepada seluruh korban, semoga amal ibadah mereka diterima dengan baik oleh Allah SWT, dan semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kapasitas hati yang besar untuk menjadi tabah.
Sumber: http://www.cumicumi.com/news/cumi-celebs/159829/pasca-tsunami-banten-musisi-indonesia-galang-dana-untuk-keluarga-seventeen |
Sumber referensi:
- https://www.instagram.com/dylan_sahara/
- http://www.grid.id/read/041274722/dirilis-2-tahun-sebelum-tsunami-banten-lagu-seventeen-kemarin-bikin-anji-manji-merinding-bak-gambarkan-situasi-pasca-bencana?page=all
- https://hot.detik.com/celeb/1765776/istri-ifan-seventeen-minta-cerai-karena-tak-mau-dimadu
- http://sidomi.com/33829/digugat-cerai-ifan-seventeen-mesra-mesraan-dengan-wanita-lain/
- https://www.brilio.net/selebritis/5-tahun-pacaran-ifan-seventeen-dan-dylan-sahara-resmi-menikah-161102h.html
- https://celebrity.okezone.com/read/2012/05/24/33/635179/sempat-diterpa-isu-selingkuh-gitaris-seventeen-nikah-lagi
- http://nakita.grid.id/read/021274247/tsunami-banten-aa-jimmy-dan-sang-istri-meninggal-dunia-tinggalkan-seorang-anak-usia-3-bulan?page=all
- https://www.haibunda.com/psikologi/d-4356822/kesedihan-istri-yang-hamil-3-bulan-saat-bani-seventeen-berpulang
- https://www.oposisi.net/2018/12/aa-jimmy-meninggal-akun-palsu-anti.html
- https://lifestyle.okezone.com/read/2018/12/26/196/1996149/keluarga-besar-seventeen-termasuk-mati-syahid-ini-penjelasan-ahli-agama
Sumber: Youtube (tinggal klik)
Sumber: Youtube (tinggal klik)