Cinta tak bisa direncanakan, karena datangnya selalu tak disangka-sangka.
Saranghaeyo! Cinta Si Ibu Tunggal. Sumber Foto: Koleksi Pribadi |
Entah darimana aku harus mulai untuk menulis ini. Hanya saja ada sebuah pembahasan di salah satu grup Single Mom yang aku ikuti menarik perhatianku, yaitu mengenai "Hanya karena kamu seorang ibu, bukan berarti kamu tidak bisa jadi dirimu seutuhnya. Kamu diperbolehkan memiliki minat, kebutuhan, dan keinginanmu sendiri di luar anak-anakmu."
Aku berpisah dengan suamiku sudah sekitar satu setengah tahun yang lalu, dan pasca perpisahan itu aku sempat berkata pada diriku sendiri "Aku ingin hidup untuk anak-anakku saja mulai saat ini."
Apalagi di usiaku yang sudah memasuki kepala 3 akhir, tak menjadi masalah lagi bersuami atau tidak, yang terpenting aku sudah memiliki dua orang anak, lelaki dan perempuan, yang dapat menemaniku menatap masa depan bersama. Bahkan salah satu tanteku pun merawat anak-anaknya seorang diri sejak beliau masih berusia 25 tahun, pasca meninggalnya sang suami.
Setahuku berdasarkan drama-drama seri Mandarin yang pernah aku tonton, wanita Chinese jaman dahulu memang sudah dididik untuk setia oleh generasi sebelumnya, dimana ketika mereka telah menikah, maka mereka sudah menjadi anggota keluarga (marga) atau orang suaminya sampai maut menjemput.
Perpisahan oleh kematian pun tidak menjadikan para wanita Chinese bebas kembali, mereka justru dengan sukarela mengabdi pada keluarga klan sang suami.
Kebetulan aku merupakan keluarga Chinese dari satu garis keturunan, dan tanteku itu memang sukses membesarkan anak-anaknya seorang diri, bahkan semua anaknya bisa dibilang telah menjadi sosok-sosok orang yang berhasil di masa dewasa.
Semua anaknya juga sangat berbakti dan menghormati beliau karena sadar akan pengorbanan ibunya itu sejak sang ibu masih berusia muda, hingga kini telah berumur.
Hal tersebut pun ikut memotivasiku untuk tidak memikirkan tentang cinta, jodoh, dan pernikahan lagi. Di samping itu aku juga memiliki trauma tersendiri akan sebuah ikatan rumah tangga, dimana aku merasa terabaikan selama ini, tetapi tidak sesegera mungkin dibebaskan. Sehingga saat ini aku sudah cukup puas akan kehidupanku bersama anak-anak.
Tapi ada satu hal yang aku lupa, yaitu setiap individu dapat memiliki pemikirannya sendiri, namun siapa yang bisa membendung rasa jika ia telah menunjuk kepada siapa ia akan berlabuh?!
Ibu Tunggal Jatuh Cinta, Salahkah?
Sebuah pertanyaan yang kadang muncul dalam benakku juga, saat aku sedang kepikiran akan seseorang yang membuatku memiliki perasaan lebih, "Memalukankah jika aku jatuh cinta lagi?"
Karena aku adalah seorang wanita dengan tipe 'ibu-ibu' banget, yaitu sejak memiliki anak-anak, aku hampir tidak pernah memperhatikan penampilanku lagi. Kalau sedang ada rezeki, selalu aku sisihkan untuk mendandani anak-anakku saja.
Aku bahkan lupa kalau aku ini seharusnya memiliki waktu juga untuk diriku sendiri, hehehe.
Apalagi saat aku bertekad untuk tidak menikah lagi, dan status pada Sosial Mediaku pun yang sudah sempat berganti menjadi 'bercerai', aku ubah kembali pada status 'menikah'. Agar para pria yang mencoba mendekatiku perlahan mulai mundur lagi.
Pada titik itu aku mencoba menepiskan rasa ketika ia muncul untuk memberi sinyal kuat tentang adanya perbedaan antara saat aku sedang saling berhubungan (melakukan kontak komunikasi) dengan pria yang satu dan pria yang lainnya.
Tapi semakin ditepis, justru ia semakin kuat dan itu kadang membuatku malu, tidak percaya diri di depan kedua anakku sendiri. Aku merasa seolah telah berkhianat karena jatuh cinta lagi kepada orang lain, selain ayah mereka. Padahal setelah berpisah dengan pasangan terdahulu, aku berhak meraih itu.
Aku yakin sebagian besar ibu tunggal merasakan hal yang sama, khususnya para ibu tunggal yang benar-benar mengabdikan diri untuk anak-anak mereka, sepertiku. Ada perasaan malu dan tidak percaya diri ketika merasakan cinta yang baru.
Kemudian tetap mencoba bersikap 'cool', tenang, walau hati sedang menggebu-gebu, sehingga akhirnya kita nyaris tak mengenali diri kita sendiri.
Banyak batasan yang kita buat, dalam hal pergaulan, komunikasi, menyembunyikan rasa, bersikap seolah-olah tak memiliki kebutuhan dan keinginan yang lainnya, serta melupakan jati diri kita sendiri sebagai seorang wanita normal.
Padahal falling in love is normal, apapun status kita kini, jatuh cinta adalah hal yang sangat manusiawi. Bagi seorang ibu tunggal, jatuh cinta itu tidak salah, hanya caranya yang perlu ditata lagi.
Siapa Yang Sedang Kita Cintai dan Mencintai Kita?
Jika hanya ada satu pihak yang mencintai, namun itu tak berbalas, maka tak akan menjadi masalah yang perlu ditelisik lebih jauh lagi, dibandingkan ketika cinta itu saling berbalas.
Misalnya ketika kita mencintai seseorang dan dia membalas cinta itu, maka kita harus tahu dengan pasti siapa dia dan apa tujuannya.
Sering adanya selentingan yang diucapkan oleh segelintir lelaki, "Kalau tak bisa dapat gadis, janda juga tak apa", membuktikan bahwa dalam benak mereka (sebagian lelaki itu), seorang wanita yang sudah pernah menikah sebelumnya bukanlah pilihan yang pertama.
Padahal wanita berstatus 'janda' juga memiliki hati, ia juga memilih, bukan berarti ia mudah melabuhkan hatinya pada sembarang lelaki.
Hanya karena ia butuh sandaran, maka ia akan menempel pada lelaki mana saja yang mendekatinya? Tentu saja tidak! Jadi baik wanita yang sudah pernah berumah tangga namun gagal, dengan seorang gadis yang sama sekali belum pernah menikah, posisinya sama. Kamu memilih, dia pun memilih. Kamu memilih dia, belum tentu dia memilihmu.
Jadi bagi para Single Mom, melangkahlah jika telah yakin bahwa pria itu sungguh telah jatuh hati juga, bukan sekedar ingin mengambil keuntungan dari Mom semata, yang ia ketahui bahwa kini telah tak bersuami lagi.
Sebagai seseorang yang pernah menjalankan biduk rumah tangga namun gagal, yang kini aku butuhkan adalah seseorang yang bersedia menerimaku apa adanya dan menghargaiku dengan segala kekurangan yang aku miliki. Kemudian sebagai seorang ibu, aku butuh seseorang yang mampu menjadi sosok ayah bagi anak-anakku kelak.
Setelah yakin, pastikan dahulu statusnya, apakah telah berumah tangga ataukah tidak. Jangan sampai kita ikut-ikutan merusak image yang kita sandang ini dengan menjadi orang ketiga dalam rumah tangga wanita lain.
Tidak begitu saja, status janda sudah dinilai negatif oleh sebagian besar masyarakat. Di mata sebagian pria, janda adalah sosok yang bebas dilecehkan. Sementara di mata sebagian wanita, janda merupakan sosok yang perlu diwaspadai.
Rumah tanggaku hancur karena janda-janda di sekitar mantan suamiku, tapi tak lantas membuatku meremehkan status yang kini aku kenakan, tak jua aku balas dendam dengan merusak pernikahan orang lain.
Cinta memang tak bisa memilih jatuh pada siapa, tetapi untuk itulah hati dan pikiran diberikan juga kepada setiap insan di dunia oleh sang pencipta, sebagai penyeimbang agar cinta itu tak buta, melainkan bisa merasakan dengan nurani dan bisa realistis dengan adanya pikiran-pikiran.
Kemudian jika pria itu mengaku duda, pastikan terlebih dahulu status kedudaannya. Karena sebagian pria bisa mengaku duda walau akta cerai sah belum diterbitkan. Kalaupun memang sungguhan telah berpisah dengan mantan istrinya, perlu juga loh dicari tahu alasannya berpisah.
Apakah karena dipisahkan oleh maut, ataukah karena si duda ini digugat cerai oleh istrinya akibat berselingkuh, atau juga ternyata karena si pria dulu sering lalai tanggung jawab kepada anak dan istrinya. Tentunya sebagai orang yang sudah pernah gagal, kita tak ingin kelak gagal kembali karena jatuh pada pria yang salah lagi.
Lalu bagaimana jika kita jatuh cinta dengan seorang lajang dan iapun membalas perasaan ini?
Status bujang adalah status yang sangat bebas. Untuk itu, ketika ia memutuskan untuk menerima seorang Single Mom dalam kehidupannya, ia harus sudah berpikir ribuan kali. Jangan hanya karena emosi sesaat mengambil keputusan untuk melibatkan diri dalam cinta dengan seorang wanita yang posisinya jauh berbeda dengan dirinya.
Karena ketika suatu saat ia menyesal, ada orang lain yang juga ikut tersakiti.
Walau terkesan tabu, namun pembicaran awal hubungan memang sudah harus dilakukan bagi seorang Single Mom terhadap calon pasangan barunya.
Aku tak mengatakan tentang pembicaraan pranikah, karena tidak semua janda yang pasca berpisah juga sudah langsung siap jika diajak menikah. Tetapi setiap pasangan yang menjalin hubungan, tentunya memiliki arah dan tujuan. Setelah saling mengenal baik, maka hubungan pun juga akan naik jenjang ke pernikahan.
Oleh karena itu, jika salah satu pihak tidak yakin dengan pasangannya, maka tidak memulai jauh lebih baik. Daripada memulai hanya untuk melukai hati.
Berikut ada poin-poin penting yang perlu dibicarakan terhadap calon pasangan, sebelum seorang Single Mom mulai melangkah, khususnya bersama seorang bujang:
Apakah status ini sangat mengganggu baginya?
Yakinkan terlebih dahulu padanya, apa dia malu menjalin hubungan dengan wanita yang sudah pernah menikah? Apa dia siap dengan cemoohan lingkungannya kelak? Apa dia mau mengakui telah berhubungan dengan seorang janda kepada teman-temannya?
Jika ia bersedia, maka lanjutkan pada pertanyaan berikutnya, namun jika tidak, maka jauh lebih baik mengakhirinya sedini mungkin. No more question.
Apakah keluarganya tidak keberatan?
Dalam urusan percintaan antar sejoli, keluarga adalah pihak pertama yang terlebih dahulu akan terlibat ketika kelak hubungan itu akan dibawa menuju jenjang pernikahan. Sehingga, yakinkan juga, jika dirinya memang tidak bermasalah dengan status ini, apa keluarganya akan sama?
Karena tidak semua orang tua bersedia jika anak lelaki bujangnya, memperistri wanita yang sudah pernah menikah. Apalagi jika wanita tersebut telah memiliki anak-anak dari pernikahan sebelumnya.
Jika ia yakin keluarganya akan menerima, maka lanjutkan dulu ke pertanyaan berikutnya.
Apa ia siap menjadi seorang ayah bagi anak-anak yang bukan berasal darinya?
Ini masalah yang sangat penting bagi setiap ibu tunggal. Jangan sampai calon pasangan hanya menginginkan ibunya saja, tetapi tidak bagi anak-anaknya. Sedangkan anak-anak korban perceraian, sangat membutuhkan perhatian lebih.
Jadi kedatangan sosok baru dalam kehidupan Mom, hendaknya justru melengkapi kehidupan anak-anak juga, bukan malah menjauhkan orang terdekat mereka.
Sebenarnya mereka sudah cukup puas tumbuh bersama-sama Mom saja, tetapi karena dalam hidup Mom juga butuh pendamping, maka pilihlah pria yang bisa menjadi ayah bagi mereka juga.
Lalu, bukan sekedar menerima begitu saja, masih banyak hal yang perlu dipikirkan lagi kalau berbicara mengenai anak-anak, yaitu apakah ia siap jika kelak ayah kandung si anak mulai lepas tanggung jawab, maka ia akan ikut menanggungnya? Apalagi jika ibu sang anak tidak mampu secara financial untuk menafkahi anak-anaknya sendiri.
Apa ia masih menginginkan untuk memiliki anak sendiri?
Aku sendiri merupakan wanita yang sering merasa insecure terhadap diriku sendiri, apalagi jika berhadapan dengan pria bujang.
Tidak mungkin jika seorang pria yang belum pernah menikah, kemudian menemukan wanita idamannya, namun tidak berencana memiliki anaknya sendiri.
Ia pasti tak cukup puas dengan hanya merawat anak-anak orang lain saja sehingga berharap bahwa istrinya bisa melahirkan anak-anak juga untuknya.
Tetapi bagaimana jika sang istri kelak tidak bisa memberinya keturunan lagi? Misalnya karena faktor usia, atau sudah terlalu sering melahirkan, sudah melakukan KB steril misalnya, ataupun karena alasan medis tertentu sudah tidak diijinkan untuk hamil lagi. Apakah ia masih akan terima?
Tentunya hal tersebut harus dibicarakan dengan sungguh-sungguh dahulu sebelum melangkah ke jenjang pernikahan. Jangan sampai kelak itu menjadi salah satu alasan yang membuat sang suami meninggalkan istrinya atau memaksakan diri untuk memasukkan wanita lain ke dalam rumah tangga di kemudian hari.
Setelah menikah akan menetap di mana?
Nah, ini juga perlu disepakati lebih awal sebelum memutuskan menikah. Bukan hanya berlaku bagi Single Mom, melainkan bagi setiap pasangan yang pada akhirnya memutuskan untuk berumah tangga.
Jangan sampai kelak setelah menikah barulah berdebat masalah tempat tinggal. Apalagi bagi seorang ibu tunggal dengan anak-anak bawaan.
Anak-anak tentu tak dapat dipisahkan dari mana tempat mereka biasa tinggal dan dibesarkan, sedangkan ibu mereka tak dapat lepas begitu saja dari anak-anaknya. Lalu jika kondisinya seperti itu, apa ia tak merasa keberatan jika ikut masuk ke dalam keluarga istri?
Kejujuran di Awal Hubungan Jauh Lebih Baik
Katakan siap jika memang siap dan katakan tidak siap jika memang tidak siap atau belum siap menerima segala konsekuensi yang akan didapatkan dengan memilih Single Mom sebagai calon pendamping kelak.
Memang menjadi problematika tersendiri bagi para Single Mom, ketika sudah mulai jatuh cinta lagi, namun masih harus menerima pengakuan jujur dari lelaki yang ia cintai itu. Sehingga beberapa wanita memilih untuk bungkam beberapa saat dan menikmati dahulu cinta yang sedang ia rasakan itu.
Padahal sesungguhnya, kejujuran di awal hubungan tidak akan membuatnya sakit terlalu dalam dibandingkan ketika ia sudah sangat larut ke dalam cinta.
Bagi para prianya pun, tentu tidak mudah untuk berkata jujur, tetapi itu sebenarnya jauh lebih baik daripada membunuh dalam diam.
Dalam menjalin sebuah hubungan, kejujuranlah yang memegang peranan penting. Jangan pernah memulai jika masih ada ganjalan di dalam hati, jangan biarkan mengalir jika dirasa masih keruh.