-->

6 Alasan Seorang Wanita Bertahan Dalam Kondisi KDRT - Nomor 6 Mengerikan!

ARTIKEL 21+


Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
Desain Gambar: Pribadi

Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang sedang viral dan datang dari pasangan artis Indonesia, sangat menyita perhatian sebagian besar masyarakat, khususnya para wanita yang geram melihat sang korban terbaring di rumah sakit dengan kondisi yang tidak baik-baik saja.

Sebagian besar para wanita sontak menyerukan hujatan kepada si pelaku yang tega melakukan kekerasan berat hingga membuat isterinya cedera parah.

Sementara sebagian lagi merasa kecewa karena lelaki yang terlihat baik-baik saja, selalu memperlihatkan tawa cerianya, terutama ketika sedang bersama sang istri, mana good looking pula, ternyata aslinya merupakan sosok yang 'ringan tangan'.

Seandainya 'ringan tangan' yang dimaksud adalah dalam artian positif seperti suka membantu orang lain, justru malah bagus, namun sayangnya 'ringan tangan' di sini berkonotasi negatif yang berarti kasar atau mudah sekali melakukan kekerasan terhadap orang lain.

Akibat perbuatan pelaku, kabarnya pihak dari korban sudah melakukan pelaporan kepada kepolisian, dan segera dilakukan proses visum atas luka lebam yang diderita korban untuk membuktikannya, bahkan korban sampai harus dirawat di rumah sakit untuk perawatan dan pemulihannya.

Hal itu membuat si suami terlibat permasalahan hukum, sehingga sebagian besar netizen menyerukan cacian, makian, sumpah serapah, serta berharap agar keduanya bisa berpisah saja, sebelum terjadinya KDRT yang jauh lebih parah daripada yang sudah pernah dialaminya.

Konon kabarnya pula, KDRT tersebut menyebabkan kerongkongan si korban hingga nyaris bergeser, sedangkan sang korban adalah seorang biduan dimana caranya mencari nafkah adalah dengan cara menjual suara.

Setiap orang yang mendengar kabarnya merasa ikut tersakiti dan berpikir tentang betapa kejinya sang suami yang bukan hanya ingin menghancurkan istrinya secara mental melainkan juga menghancurkan fisiknya secara total hingga untuk melanjutkan hidup pun sudah tak berdaya lagi.

Apalagi sang biduan dan keluarganya langsung berangkat umroh setelah kejadian, untuk meminta petunjuk kepada Allah, dan sempat tertangkap basah kamera peserta umroh yang lain saat si biduan sedang berpelukan dengan ayahandanya sambil menangis tersedu-sedu.

Hati wanita mana yang tak ikut iba ketika melihat seorang wanita tersakiti begitu dalamnya, seperti sudah diselingkuhi, digebukin pula!

Sebagai sesama wanita, hampir seluruh istri sah dan para emak beranak bersatu padu ikut meratap sekaligus merutuk dan menyumpah serapah.

Betapa laknatnya seorang lelaki yang sampai hati menggunakan tangan dan bibirnya guna menyakiti seorang wanita yang sudah menjadi ibu dari anak-anaknya.

Para netizen mendadak bersatu dengan polri untuk menyeret si pelaku kekerasan terhadap istri sendiri itu ke balik jeruji besi dan menyerukan perceraian di antara keduanya.

Tapi siapa sangka ketika sang suami sudah ditetapkan menjadi tersangka pelaku kekerasan terhadapnya dengan bukti visum dan CCTV, sang biduan bersama keluarganya pulang kembali, terbirit-birit ke Indonesia untuk mencabut gugatannya, memberi klarifikasi dan kemudian bersikap tak pernah terjadi apapun di antara mereka.

Alasan si artis mencabut gugatannya adalah demi anak, katanya si anak masih membutuhkan bapaknya.

Para netizen kembali bersorak, namun kali ini untuk meneriakkan kekecewaan mereka terhadap keputusan sang biduan.

Ada yang merasa di-prank, ada yang menganggap si biduan terlalu bodoh, tapi ada juga yang berpikir bahwa keputusan si biduan untuk memaafkan suaminya sudah benar karena setiap orang memang perlu ada kesempatan kedua apalagi jika mereka sudah memiliki anak.

Kasus wanita yang kembali kepada suaminya setelah menerima perlakuan KDRT ternyata banyak terjadi di masyarakat kita, sayangnya tidak viral karena bukan dari golongan artis, selebgram, ataupun di lingkungan orang-orang yang tanggap momen untuk direkam dan disebarkan.

Pengalaman pribadiku sendiri adalah hampir 10 tahun silam, seorang anak kos di indekos milik orang tuaku, sering didapati orang tuaku diperlakukan kasar oleh suaminya, bahkan hingga pingsan dan diseret di lantai seolah karung beras.

Ketika itu mamiku dari lantai 2 melihat dari balkon rumah, si suami tampak seperti sedang menyeret sesuatu di lantai, namun beliau sama sekali tak menyangka kalau yang digeret tersebut adalah istrinya sendiri, hingga keesokan harinya, si istri 'curhat' kepada mamiku kalau dia pingsan setelah menerima perlakuan kasar.

Sebagai sesama wanita, langsung frontal mamiku menyerukan soal perceraian.

"Sebelum kamu terbunuh", begitu kata mamiku saat itu.

Tapi siapa sangka setelahnya mereka mesra lagi, nonton bioskop lagi sekeluarga layaknya tak terjadi apa-apa. Kebetulan mereka pun telah memiliki anak 1 yang berusia balita.

Aku sendiri, jangankan diperlakukan kasar secara fisik, tidak dihargai sepanjang pernikahan dengan ending mengetahui suami sudah berselingkuh saja, langsung tegas memutuskan untuk meninggalkan suamiku itu.


Anak-anak tidak akan bahagia hidup dalam keluarga utuh yang banyak drama kesedihan di dalamnya dibandingkan anak-anak hidup dengan single mom yang bahagia.

Alasan 'anak' untuk bertahan dalam rumah tangga yang menyengsarakan sangat terdengar klise dimana anak-anak pun tidak akan tersenyum jika menyaksikan ayah dan ibunya hampir tiap hari bertengkar, melainkan mental dan jiwa mereka bisa ikut tertekan.

Lantas apakah yang mendasari perempuan enggan berpisah atau meninggalkan lelaki yang 'ringan tangan' terhadap mereka?

Sebagai netizen yang cermat, aku sering mengamati beberapa komentar dari sebagian besar komentator mengenai pengalaman rumah tangga mereka ataupun membaca artikel artikel semacam itu sehingga aku pun mengambil kesimpulan bahwa alasan wanita enggan meninggalkan suami yang kasar adalah sebagai berikut:

  • Terlalu Bucin

Kata 'bucin' tentu sudah tidak aneh terdengar di masa sekarang ini dimana yang dimaksud dengan 'bucin' sendiri adalah singkatan dari budak cinta, yaitu suatu kondisi ketika seseorang merasa tergila-gila dengan pasangannya sehingga rela diperlakukan seperti apapun.

Wanita yang 'bucin' justru merasa tidak memiliki gairah hidup ketika tidak bersama-sama dengan pasangannya lagi, sehingga dia tidak dapat membayangkan ketika dirinya sudah tidak bersama dengan sang suami, lalu suaminya sudah mendapatkan pengganti dirinya.

Baginya, sakit ditinggalkan oleh pasangan yang sangat dicintainya itu akan jauh lebih nyeri daripada rasa sakit fisik yang dia terima akibat dipukuli oleh sang suami.

Budak Cinta
Ilustrasi BuCin.
Desain Gambar: Pribadi

  • Tidak Mandiri

Wanita yang tidak mandiri, khususnya tidak mandiri secara financial, akan takut meninggalkan suaminya yang kasar karena khawatir ketika sudah berpisah ia tidak tahu harus bergantung pada siapa, apalagi jika kondisi wanita itu sudah yatim piatu atau tinggal di tempat yang jauh dari jangkauan sanak dan saudaranya.

Hal tersebut menyebabkan ia susah lepas dari lelaki yang mencukupinya makan maupun tempat tinggal walau memperlakukannya sesuka hati, ditambah ia juga memiliki seorang anak yang butuh dibiayai sementara ia tak yakin bahwa setelah pisah dari suaminya apakah sang suami tidak akan ingkar terhadap nafkah dan pendidikan anaknya.

Anak menjadi 'alasan' agar orang tuanya tidak berpisah walau terjadinya KDRT dalam rumah tangga mungkin lebih tepat sasaran jika seorang wanita memang mengalami kondisi ini, yaitu tidak mandiri secara financial.

Keuangan Lemah
Ilustrasi tidak mandiri secara financial.
Desain Gambar: Pribadi

  • Minder

Seorang wanita dengan kepercayaan diri yang rendah akan merasa khawatir untuk berpisah dengan suaminya karena takut akan hidup sendiri sepanjang sisa usianya.

Biasanya mereka merasa tidak menarik dari segi fisik, penampilan dan kehidupan sosial sehingga dia ragu apakah akan mendapatkan jodoh kembali setelah berpisah dengan suaminya.

Di samping itu, dia juga takut kalah saing, dimana setelah dia berpisah dengan suaminya, mantannya itu sudah menemukan jodoh kembali sementara dia masih sendiri.

Minder
Ilustrasi Minder.
Desain Gambar: Pribadi

  • Omongan Tetangga

Ada selentingan kalimat yang mengatakan bahwa 'omongan tetangga' jauh lebih pedas daripada cabai rawit hijau sekalipun.

Bukan tanpa alasan, status duda dan janda di mata sebagian besar masyarakat memang jauh berbeda.

Ketika bercerai, seorang duda justru mendapat apresiasi di mata masyarakat seperti mendapatkan tanggapan sebagai 'duren' alias duda keren segala, sementara status janda bagi sebagian besar orang justru lebih ke arah negatif.

Beberapa kerabat yang saya kenal bahkan menyembunyikan status jandanya karena takut mendapat malu, padahal janda itu sama sekali bukan aib.

Siapa coba yang mau menjadi janda jika takdir tidak memaksa mereka?

Apalagi ternyata KDRT itu terjadi di pernikahan kedua atau lebih pada seorang wanita, sehingga dia memutuskan untuk bertahan walau sakit demi menghindari 'omongan tetangga' yang lebih menyakitkan hati.

Ilustrasi 'Horornya Omongan Tetangga'.
Desain Gambar: Pribadi

  • Mengamankan Aset

Beberapa pasangan mungkin mudah memilih berpisah ketika dalam rumah tangga sudah tidak ada hal-hal yang bisa menjadi permasalahan ke depannya lagi, terutama saat mereka harus menghadapi sidang perpisahan lagi.

Misalnya saja mengenai harta yang dia peroleh setelah menikah bersama pasangan, dimana ketika terjadinya KDRT dan pelaporan ke pihak kepolisian, si korban mendapat kesempatan mediasi sekaligus negosiasi dengan si pelaku dimana pembebasan pelaku (pencabutan laporan) akan dilakukan dengan syarat-syarat tertentu seperti pemisahan harta dan berjanji tidak akan mengulangi kesalahannya lagi.

Oleh karenanya wanita ini akan mencoba kembali, memberikan kesempatan pada suaminya setelah mengamankan aset-aset rumah tangga yang dia miliki.

Ilustrasi harta dan properti.
Desain Gambar: Pribadi

  • Penyimpangan Perilaku 21+ (Kejiwaan)

Mungkin bagi kita yang awam ini aneh dan sama sekali tidak masuk akal, namun aku pernah menonton sebuah film hollywood lama dimana bercerita tentang penyimpangan seksual tokoh utamanya (seorang wanita), yaitu ketika berhubungan suami istri, dia sangat bergairah jika menyelipkan drama kekerasan di dalamnya.

Properti yang disediakan oleh pasangan sakit jiwa ini biasanya rantai, borgol, bahkan cambuk, dimana mengikat leher pasangan menggunakan rantai dan mencambuknya adalah hal yang menyenangkan bagi seseorang dengan kelainan ini.

Begitupun dengan memborgol tangan pasangan di ranjang, lalu memperkosanya dengan kasar.

Walau bagi mereka drama kekerasan ranjang ini sangat menyenangkan, namun dapat merenggang nyawa, seperti film yang aku tonton tersebut dimana ending-nya, si penerima kekerasannya tewas usai bermain cinta.

Penyimpangan ini saling memberi dan menerima biasanya, dimana seseorang yang sadis itu, berjumpa dengan seorang yang justru merasa sangat bergairah ketika disiksa.

Istilah medis dari kelainan jiwa ini adalah sadomasokisme atau jika dipisah secara spesifik adalah sadis dan masokis dimana si sadis bertemu dengan pengidap masokisme menjadi pasangan yang klop alias saling melengkapi.

Wanita yang mengidap masokisme tentunya hanya akan bertahan dengan suami yang sadis untuk memuaskan hasratnya dalam pernikahan karena khawatir tidak dapat menemukan pasangan yang klop untuk ke depannya lagi, berhubung tidak banyak orang yang memiliki gangguan semacam itu.

Sama halnya ketika seorang homo atau lesbi menjadi pencemburu buta kepada pasangannya akibat susah mencari pasangan yang sefrekuensi.

Wah, seram sekali ya jika memang di sekitar kita ada yang mengidap kelainan semacam ini.

Penyimpangan Seksual
Ilustrasi SADOMASOKIS.
Desain Gambar: Pribadi

Nah, walau ada beberapa alasan yang membuat seorang wanita tetap bertahan dengan sang suami walau digebukin, namun apapun alasan yang mendasari KDRT itu bisa terjadi, pelakulah yang paling bersalah dan layak mendapatkan hukuman setimpal atas perbuatannya itu.

Sementara bagi para wanita yang lebih umum menerima perlakuan kasar atau KDRT dari suaminya, hendaknya memiliki daya lebih dan ketegasan agar tidak terus-menerus menjadi korban, karena sesungguhnya masing-masing dari kita haruslah menghargai diri sendiri terlebih dahulu, sebelum mengharapkan orang lain akan menghargai diri kita.


You Might Also Like

35 comments

  1. Ada yang bikin anak lagi katanya tujuan bisa kembali mempererat kembali, ternyata sifatnya gak pernah berubah, hanya karena takut dengan predikat janda

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget Mbak, ada beberapa orang yang saya kenal seperti itu juga.

      Hapus
  2. Mau heran. Tapi gimana ya? Karena aku pernah ketemu teman yang memilih bertahan dalam KDRT. Ngasih masukan juga nggak didengar. Karena sudahlah terlalu bucin.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya Mbak. Tapi yang mantan anak kos orang tua saya itu, pada akhirnya bercerai juga, setelah belasan tahun pernikahan.

      Hapus
  3. Kayaknya masih ada lagi nih selain 6, misal ingin mematahkan teori tentang pelaku KDRT nggak bisa berubah.
    Sebenarnya bisa banget sih ya berubah, asal pasangannya bisa menguasai keadaan, tau kapan harus tegas, tau kapan melembut, dan yang pasti, gunakan momen damai untuk memaksa pasangan KDRT ke psikolog.
    Dan saya rasa orang-orang punya alasan lebih bertahan di pernikahan yang kata orang KDRT, hanya saja kita yang nggak ngalamin atau bahkan udah ngalamin pun nggak bisa mengerti kalau kondisi tiap orang beda :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalau menurut saya pelaku KDRT itu tuman Mbak, tidak bisa berubah, sehingga yang harus diubah adalah situasinya dimana terpaksa si korban harus selalu mengalah dan sabar ketika berhadapan dengan si pelaku, demi menghindari masalah dan terjadi pemukulan kembali.

      Hapus
  4. Pernah tahu masalah seseorang yang hampir cerai juga karena suaminya selingkuh. Tapi dia nggak sampai kena KDRT. Cuma dia sempet bawa suaminya ke pengacara buat tanda tangan perjanjian kalau selingkuh lagi bakalan hilang asetnya dan jadi cerai.

    Cuma serem juga ya kalau bertahan demi status. sementara kemungkinan laki-lakinya bawa penyakit. Antara dia udah bucin atau emang masokis. Hiks :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah iya Mbak, pada saat mediasi itu memang biasanya terjadi negosiasi kecuali penggugat kekeh tetap ingin melanjutkan sidang. Karena sepengalaman saya ketika sidang hak asuh anak itu, pada saat mediasi saya ditawarkan untuk damai dan membuat surat perjanjian mengasuh bersama saja, tapi saya menolak dan tetap memutuskan untuk meneruskan sidang.

      Hapus
  5. KDRT sebenarnya terjadi sudah lama ya mbak, tp korban kebanyakan diam. Ya itu tadi Krn ada alasan2 tertentu, tp memang ga ada salahnya jika memberi kesempatan sekali lagi dgn harapan si suami bisa berubah (pengalaman tetangga pernah alami, hingga akhirnya si suami berubah). Smoga si RB juga bisa berubah ya, Aamiiin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mudah-mudahan Mbak. KDRT sudah banyak kasusnya, hanya saja ini viral karena kebetulan yang mengalaminya pasangan artis yang masih hangat-hangatnya diberitakan.

      Hapus
  6. nomor 6 mengerikan tapi nyata
    dulu saya punya teman kantor yang sering dibegitukan suaminya
    sesudah dianiaya keduanya ML, walau badan istrinya babak belur
    bingung banget dengernya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serem yaaa Ambu. Nah itu dulu saya nonton film baratnya, tapi lupa judulnya apa.
      Filmnya sadis banget, sampai masih merinding kalau ingat.

      Hapus
  7. Duh kalau sudah sadomasokis sudah diluar nalar ya mbak.

    Tapi banyak juga yg mengaitkan korban dgn sindrom Stockholm, dimana dia bersimpati dgn pelaku KDRT. Apalagi dasarnya emang bucin ya. Entahlah kembali lagi ke value diri masing-masing orang yang beda-beda ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Serem ya, sudah dianiaya masih simpati terhadap pelaku. Ya yang penting kita hargai diri sendiri dulu agar orang lain juga menghargai kita ya?

      Hapus
  8. Memang, demikianlah. Aku punya kerabat, yang sempat mengadu. Sudah serius sih kubilang tingkat KDRT-nya. Tapi sepertinya saran cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Akhirnya menyerah saja, yo wislah... Semoga masih baik-baik saja.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, sebagian wanita seperti itu ya, sudah dipukuli eh setelahnya masih have fun menikmati quality time bersama-sama lagi.

      Hapus
  9. Sebenarnya KDRT bisa terjadi pada siapa saja ya,Mbak. Hanya kalau kasus selebritis, pasti heboh dan jadi perbincangan publik. Terkadang juga, ada yang bertahan, karena memikirkan anak-anak. Dan memang, kaitannya, karena dia belum mandiri. Juga di Indonesia ini, masih banyak yang beranggapan, kalau bercerai, masih dianggap sebagai aib.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget Pak. Padahal cerai itu bukan aib. Yang aib itu adalah (misalnya) perselingkuhan atau perzinahan yang mengakibatkan perceraiannya. Menjadi korban pemukulan pun bukan aib baginya menurut saya, tapi menjadi pelaku pemukulan tentu aib bagi si pelaku. Karena pada dasarnya tak ada pasangan yang menikah hanya untuk bercerai.

      Hapus
  10. Kekerasan dalam rumah tangga akhir ini menjadi berita atau isu yang menghiasi berita. Kekerasan dalam rumah tangga benar akan dipengaruhi beragam faktor dan penanganan agak rumit karena membutuhkan mediasi dannpenanganan tepat.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul banget. Tindakan korban melaporkan kekerasan yang dia terima sudah benar, karena dia butuh lembaga hukum yang dapat menjadi perantara antara dia dan pelaku. Masalah dia cabut gugatan atau tidak ya persoalan lain lagi. Yang jelas kalau menerima tindak kekerasan, harus melaporkan.

      Hapus
  11. Saya sepakat Kak. selama tidak kdrt dan selingkuh, bisa saling memaafkan. Tapi kalau sudah kdrt DNA selingkuh, saya bakalan memilih cerai, meski ada anak. Ngapain bohongin anak ya?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul Mbak. Masa iya mau bertahan walau dipukuli terus? Bisa-bisa meregang nyawa.

      Hapus
  12. Karena diberitakan tentang si artis itu memang jadinya banyak membuka wawasan sekaligus pelajaran selama berumah tangga, baik yang nyimak maupun yang enggak supaya terhindar dari hal² tidak baik.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali. Harus cari suami yang baik agamanya dan sabar sepertinya agar terhindar dari masalah-masalah itu.

      Hapus
  13. Aku setuju dengan ulasan di artikel ini, kalau perceraian adalah jalan terbaik kenapa tidak. Kakak kandungku juga korban KDRT baik mental maupun fisik...dan setelah 20 tahun menikah (saat hampir kehilangan nyawa) baru dia lari dari suaminya dan belakangan mengurus perceraian...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu seperti anak kos orangtua saya, setelah belasan tahun menerima perlakuan seperti itu, akhirnya bercerai juga, alhamdulillah masih tidak sampai merenggut nyawa.

      Hapus
  14. Apapun alasan KDRT itu kejahatan ya mba beneran harus dijauhi deh klo punya pasangan kyk gini... Karena akan trs berulang...

    BalasHapus
  15. Ya Allah serem bgt yg trakhir ya.. Sadisme itu meski pake bumbu cinta katanya, tetep aja tidak mengenakkan , boro2 membayangkan mendengarkan nya saja sudah risih bgt. Naudzubillah mindzalik. Bergantung bukan pd manusia ya Mba minta perlindungan ke Allah

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali Mbak. Memang banyak penyimpangan ya dalam hidup ini, tapi ya kembali lagi kepada pilihan hidup. Mau yang lurus-lurus saja atau belok.

      Hapus
  16. Kisah biduan itu emang bikin sebel, wkwk, dipertemukan dalam sebuah acara, kemudian liat di youtube kedekatan mereka, aku langsung skip, romantisnya bukannya uwu tapi aku malah bikin khawatir, si biduan terlalu bucin dan buru-buru. Ternyata di kasus KDRT ini pun sama kondisinya, semua seperti tanpa pikir panjang, gampang berubah pikiran. KDRT memang mengerikan ya, semoga kita dijauhkan dari hal-hal demikian, aamin

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya yaa, terlalu cepat memutuskan mungkin ya, padahal hanya karena dijodoh-jodohin asal saja oleh netizen dan Tukul beserta timnya, malah sudah keburu bawa perasaan, heheheee. Tapi memang kalau sudah naksir orang, susah mau ditepis sih ya? Pengalaman pribadi saya juga.

      Hapus
  17. Mau heran sama yg bilang mempertahankan rumah tangga hanya demi anak. Tapi aku setuju untuk "anak tidak akan bahagia dirumah yg orang tua nya tidak damai". Jadi jangan jadikan anak sebagai alasan. Karena sebelum membahagiakan anak, diri sendiri juga harus bahagia terlebih dahulu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, kadang yang saya perhatikan dari seorang wanita yang bucin adalah selalu menjadikan anaknya tameng (sebagai alasan) dia untuk bertahan pada suaminya. Padahal mengaku kalau masih cinta sama suaminya kan bukan hal yang salah juga ya?

      Hapus
  18. Aku kenal orang yang kayak gini. Bertahan dalam pernikahan padahal suaminya sudah sering menghajarnya sampai babak belur. Main perempuan lagi. Aku pikir dia terlalu bucin. Tapi skrg suaminya berubah. Gak kasar lagi. Tapi gak tahu juga ya. Itu selamanya berubah atau hanya sementara

    BalasHapus