Setelah ditunggu-tunggu selama sebulan lamanya, akhirnya kemarin Aisyah resmi menjadi murid Yamaha Music School alias first time menginjakkan kaki di Kelas Musik.
Di Kelas Musik Aisyah bertemu lagi dengan Kemangi, anak blesteran/indo barat, yang kebetulan sempat bersama di Ballet Class, trus pas mau pulang juga bertemu dengan Grace yang dulu sekelas di Ballet juga tetapi Grace sudah masuk semester 2. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya bahwa Aisyah tidak lanjut Ballet karena susah sekali diajak masuk ke dalam studio.
Di Kelas Musik Aisyah bertemu lagi dengan Kemangi, anak blesteran/indo barat, yang kebetulan sempat bersama di Ballet Class, trus pas mau pulang juga bertemu dengan Grace yang dulu sekelas di Ballet juga tetapi Grace sudah masuk semester 2. Seperti yang saya sampaikan sebelumnya bahwa Aisyah tidak lanjut Ballet karena susah sekali diajak masuk ke dalam studio.
Hallo Mommy Keceh semuanya ... semingguan ngga nulis Blog kok rasanya sudah rindu ya?
Sesuai judulnya, di sini saya ingin memberi informasi kepada para Mommy Keceh, bahwa tes STIFIn bukan merupakan tes untuk mencari minat dan bakat anak, melainkan untuk mengetahui Karakter Genetik (bawaan) anak agar mempermudah orang tua menjalankan proses belajar - mengajarnya dengan anak.
Ide menulis tentang ini datang dari beberapa Mom yang kontra dengan tes STIFIn yang saya lakukan, sampai harus berkonsultasi dengan psikolog segala. Heheheee ...
Sebenarnya itu hak masing-masing Mom sih, tapi di sini saya ingin memberi penjelasan mengenai tes STIFIn berdasarkan buku-buku yang saya baca dan penjelasan dari Griya STIFIn nya langsung. Buat yang awam, mungkin bisa membeli bukunya, dibaca dan dipahami lebih dalam.
Sumber: http://nakita.grid.id/index.php/Batita/Yuk-Bikin-Kreasi-Stempel-Jari-Bersama-Anak-Usia-1-Tahun |
Rumah STIFIn Banten, Jl Baru Ciomas, Tembong Sawo, RT 03 RW 02, Cipocok Jaya, Kota Serang, Banten.
Kontak: Bapak Nazarudin, HP. 0812-8382-344/0877-7135-3265
STIFIn Cabang Bogor
Ruko Palazzo R2 No 1, Perumahan Mutiara Bogor Raya, Kel Katulampa, Kec Bogor Timur, Bogor.
Kontak: Bapak Nurhadi, HP 0851-0918-0900/e-mail: stifincabangbogor@gmail.com
STIFIn Cabang Jakarta Timur
Kampus STIE Tunas Nusantara, Jl Budhi No 21, Dewi Sartika, Jakarta Timur 13630.
Kontak: Bapak Mahfudin, HP: 0819-3210-7318.
Bapak Iqbal Haryansyah, HP: 0812-1911-1912
STIFIn Cabang Jakarta Selatan
Jl H Gemin No 121 RT 01 RW 02, Kel Jatikramat, Jatiasih, Bekasi.
Kontak: Bapak Ramdhani Mulyadi, HP: 0878-8772-4024/089-5011-551/dhanie145@gmail.com
Akhirnya Aisyah resmi break dari Ballet Class yang harusnya sudah masuk tanggal 14 Juli kemarin after holiday. Fokus saya sekarang adalah Kids Mapping, sejak mendengarkan seminarnya Ayah Edy tempo hari. Kalau anak tidak memperlihatkan ketertarikan ya out, daripada mengeluarkan banyak biaya ketika ia mengambil perguruan tinggi, lebih baik dari sekarang.
Sudah beberapa kali Aisyah terlihat ogah-ogahan ketika Ballet Class akan dimulai, saya kurang mengerti apakah ia tidak tertarik dengan pelatihnya, tempatnya, teman-temannya, ataukah ia memang tidak berminat dengan Tarian Ballet. Karena saat ia berada di rumah, ia suka sekali memperagakan gerakan menari ballet atau split, tetapi ketika sudah sampai di depan studio, dia akan susah sekali diajak masuk ke dalam. Atau mungkin juga karena diantar oleh Daddy nya membuat dia salah tingkah dan mau berada di dalam mobil saja. Awal-awal kursus saya mengantar dia menggunakan gojek, tetapi bulan puasa kemarin selalu diantar si Daddy. Dulu waktu Aisyah masih sekolah di SBC pun ia harus dibujuk dulu untuk turun dari mobil ketika diantar Daddy nya. Maklumlah, ia jarang ketemu Daddy nya.
Halo,
Ketemu lagi dengan Mami Keceh ... jangan bosan-bosan yaa ... ^_*
Aisyah sudah liburan menjelang hari raya nih Moms, sekaligus memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi bermain di Paud. Awalnya merasa sayang banget karena Aisyah banyak sekali perkembangannya di Paud tersebut, disamping itu guru-gurunya baik-baik banget lagi. Orang tua murid pun asyik-asyik semua, teman-teman Aisyah juga ngga ada yang kasar-kasar baik dari segi bahasa maupun sikap. Lingkungannya kompeten untuk anak-anak usia dini yang mudah meniru. Bukan hanya Aisyah yang betah, tapi Maminya pun betah karena bagi ibu-ibu yang belum sepenuhnya tega meninggalkan buah hatinya, ada ruang tunggu khusus Moms yang dilengkapi wifi dan CCTV keadaan anak-anak di kelas. Satu kelas hanya berisi 10 murid. Ini recommended school dari saya (bagi para orang tua yang masih belum ada gambaran mengenai Homeschooling dan belum siapkan kurikulum yang tepat untuk buah hati). Langsung melakukan observation saja Moms di SBC Learning Center (Bubble Bee)
Ketemu lagi dengan Mami Keceh ... jangan bosan-bosan yaa ... ^_*
Aisyah sudah liburan menjelang hari raya nih Moms, sekaligus memutuskan untuk tidak melanjutkan lagi bermain di Paud. Awalnya merasa sayang banget karena Aisyah banyak sekali perkembangannya di Paud tersebut, disamping itu guru-gurunya baik-baik banget lagi. Orang tua murid pun asyik-asyik semua, teman-teman Aisyah juga ngga ada yang kasar-kasar baik dari segi bahasa maupun sikap. Lingkungannya kompeten untuk anak-anak usia dini yang mudah meniru. Bukan hanya Aisyah yang betah, tapi Maminya pun betah karena bagi ibu-ibu yang belum sepenuhnya tega meninggalkan buah hatinya, ada ruang tunggu khusus Moms yang dilengkapi wifi dan CCTV keadaan anak-anak di kelas. Satu kelas hanya berisi 10 murid. Ini recommended school dari saya (bagi para orang tua yang masih belum ada gambaran mengenai Homeschooling dan belum siapkan kurikulum yang tepat untuk buah hati). Langsung melakukan observation saja Moms di SBC Learning Center (Bubble Bee)
Note: Dalam memilih sekolah, sesuaikan dengan karakteristik anak. Sekolah yang mahal belum tentu sesuai untuk sang buah hati.
Hai Mami Keceh ...
Kemarin siang, saya dan Aisyah ikut orang tua saya mendaftarkan sekolah kedua orang ponakkan saya, Sachio dan Aylin, sekalian saya ingin survey sekolahan buat Aisyah TK kelak.
Sekolah pilihan mereka adalah TK Kemala Bhayangkari yang berada di tengah kota Balikpapan itu loh, TK yang kawasannya luas banget. Kebetulan dulu saya dan adik saya (papanya Sachio dan Aylin) juga bersekolah di sana.
Sebenarnya lokasinya jauh dari tempat tinggal anak-anak itu. Memilih sekolah tersebut karena murah-meriah, kebetulan langsung masukkan dua orang anak, takut berat diongkos, heheheee, lagipula berada di tengah kota dan luas kawasannya, juga sudah tahu lulusannya seperti apa, yaa seperti saya dan papanya anak-anak itu (maksudnya sudah punya pengalaman bersekolah di sana), so far sih bagus saja.
Koridor TK. |
Sampai di kawasan TK, saya surprise banget, ternyata sekolah saya tersebut sudah banyak banget perkembangannya. Hanya sayangnya, dalam satu kelas bisa 20an anak, sehingga tentu sulit bagi para teacher untuk mengenali karakter muridnya satu persatu. Apalagi dibandingkan sekolah Aisyah sekarang yang dalam satu kelas hanya diisi oleh 8 murid toddler fruit dengan 1 teacher dan 2 teachers assistant. Di samping itu jam sekolahnya konon katanya dari hari Senin-Sabtu. Semoga ke depannya TK Kemala bisa lebih mempertimbangkan hal ini.
Permainan stimulasi di TK Kemala Bhayangkari ini lengkap banget, bahkan papan titian pun disediakan, rolling games ala Hamster pun ada, hall bermain perosotan pun ada (mungkin untuk antisipasi ketika hujan), di samping itu aneka sentra di sediakan seperti sentra perpustakaan, sentra berkebun, sentra UKS, mushola, dsb. Tidak heran jika TK Kemala Bhayangkari ini menjadi salah satu PAUD pilihan di Kota Balikpapan ini.
Koridor TK Kemala Bhayangkari Balikpapan. |
Playground Ruangan/Aula. |
Playground di Halamannya yang luas. |
Aisyah dan sepupu-sepupunya sedang bermain. |
Banyak wahana permainannya. |
Kayu Titian untuk melatih keseimbangan. |
Pondokan siswa untuk belajar di luar ruangan. |
Salah satu sudut TK. |
Kebun Siswa. |
Dekat dengan perpustakaan dan UKS. |
Permainan ketangkasan sekolah. |
Anak-anak asyik bermain. |
Lingkungan yang asri. |
Sentra Perpustakaan. |
Sentra berkebun, banyak burung dara dan merpati putihnya loh. |
Adem kan? |
TK yang paling asri. |
Juga ada UKS, buat berjaga-jaga jika ada yang sakit. Di samping UKS sepertinya mushola, saya sempat melihat arena wudhunya saja tapi lupa foto karena berada tepat di ujung koridor sekolah, kebetulan saya sambil jaga Aisyah dan para sepupu di arena outdoor playground, di siang hari yang terik.
UKS Sekolah. |
Hanya ada sedikit bidang yang membuat saya sedikit tidak sreg, yaitu pintu dari arena sekolah ke rumah pribadi yang mungkin milik penjaga sekolahan dibiarkan terbuka saja, dan keliatannya bisa lepas kontrol jika tidak ada cctv mengingat arena sekolah yang sangat luas. Tapi semoga para guru tetap dapat mengawasi semua anak muridnya. Karena kalau murid di sekolah adalah tanggung jawab guru.
Salah satu sudut TK, |
Pialanya banyak banget nih, masih ada 1 etalase piala lagi yang luput saya foto karena rempong dengan anak-anak yang berlarian sini-sana.
Etalase Piala. |
Tapi sekali lagi pemilihan sekolah anak-anak harus disesuaikan dengan karakter anaknya ya Bunda. Ada yang bisa dan berani menonjol di tengah murid yang membludak dalam 1 kelas, ada yang terlihat semakin tersisih karena tidak berani menonjolkan diri di tengah banyaknya anak lain yang beragam cerdasnya.
Saya sendiri termasuk salah satu anak yang tidak PeDe, namun berhubung SMPN 1 Balikpapan adalah sekolah yang terbaik di kota saya dan kebetulan NEM saya cukup (tidak kurang, tidak berlebihan, standard saja, wkwkwk), di samping itu sekolah negeri tentu lebih murah dari sekolah swasta, orang tua saya memasukkan saya ke sekolah tersebut, alhasil saya semakin terpuruk. Bukan hanya prestasi semakin di bawah (bukan terdepan loh), tapi juga jadi korban bully sebagian anak nakal di sekolahan, tiap hari di SMP yang saya rasakan hanya stres, tidak ada senang-senangnya sama sekali.
Dalam 1 kelas terdapat 48 murid (syukur alhamdulillah sudah tidak muat, kalau muat mungkin 50 murid), dengan 1 guru. Maksimal 1 pelajaran harus diserap masing-masing anak selama 2 jam sebelum berganti pelajaran lain. Kurikulum di Indonesia ini, mata pelajaran banyak banget, dan saya rasa benar kata Ayah Edy, tidak efektif untuk mencerdaskan bangsa. Tidak semua anak mau dan sanggup jadi profesor loh, hihihiihiii. Ada yang lebih suka menari, eh kurikulumnya hanya dapat 1 jam dalam seminggu buat ikut ekstra kurikuler menari. Tapi itu dulu, sudah hampir 20 tahun yang lalu. Semoga kurikulumnya sudah berbeda dengan jaman saya dulu.
Lulus SMP, saya terlempar ke SMA Patra Dharma karena NEM saya tidak cukup untuk masuk sekolah negeri nomor 1 di dekat rumah saya, padahal saat itu kondisi Ekonomi keluarga lagi gonjang-ganjing efek krismon yang ikut menimpa perusahaan papa saya. Tapi saya bersyukur banget, di SMA saya merasa jauh lebih lega karena kebetulan teman saya baik-baik. Paling tidak 1 kelas hanya berisi 31-33 murid, saya selalu masuk di kelas atas, hanya sekali terlempar ke kelas bawah, kemudian kelas 3 memilih IPS dan masuk IPS 1 (IPS ada 3 kelas, IPA hanya 1 kelas, dan Bahasa 1 kelas). Saya lebih suka pelajaran sejarah ketika itu dibandingkan dari fisika (mata pelajaran yang saya paling ngga demen).
Mengenai Aisyah, saya jadi fokus banget untuk memasukan Aisyah ke sekolah yang sungguh-sungguh cocok dengan kepribadiannya. Dia tipe feeling ekstrovert berdasarkan hasil STIFIn Finger Print nya, dimana sangat sensitif dan memerlukan pendampingan khusus maupun dukungan dari pihak luar seperti orang tuanya dan gurunya dalam hal belajar. Saya akui memang seperti itu berdasarkan hasil pengamatan saya, tentunya tidak sesuai jika masuk ke sekolah yang muridnya banyak dengan guru yang sedikit, apalagi jika gurunya hanya 1 orang.
Sebentar lagi dia break sekolah, sementara homeschooling aja deh sama saya, takut jenuh karena mengikuti sistem dan peraturan padat sejak balita sampai masuk SD, jadi mau saya kasih jarak untuk dia bernafas lega dulu.
Kemarin sempat melihat TK Kemala Bhayangkari, wah sekaligus saya nostalgia ke jaman TK, jaman cengeng, tiada hari tanpa nangis ketika saya di TK dulu. Sampai katanya Mami saya, ngga dapat ijazah TK karena kerjaannya nangis. Kepala Mami saya harus selalu nongol di jendela, jika tidak pasti nangis nyariin.
TK Kemala Bhayangkari ini arena sekolahannya sudah bagus banget, besar dan lengkap deh, tapi saya kurang tahu mengenai kurikulumnya karena kebetulan Mami saya yang langsung berbicara di ruang administrasi, lagipula orang tua kelahiran jaman duluuu banget kan kurang care dengan sistem pendidikan di TK, jadi pasti lupa nanya-nanya juga, padahal justru penting banget loh PAUD itu.
Suami saya sekalipun, pikirannya masih konvensional banget (baca: kolot), '"Kalau TK itu sembarang aja, nanti kuliah baru betul-betul." katanya. Padahal dasarnya anak kan pada usia dini, dimana kesempatan kita semua untuk menanamkan kebaikan, moral, mengenali karakternya sendiri, fokus pada minat dan bakatnya, dsb. Giliran cari TK kok malah yang sembarangan, tidak memperhatikan kualitas pengajar, lingkungan sosial, dan kurikulum yang diterapkan, heheheheee. Padahal kalau dia sudah kenal dengan minat dan bakatnya, insyaAllah ketika dewasa bisa fokus dan sukses, aamiin.
Mudah-mudahan TK Kemala Bhayangkari menerapkan kurikulum Sekolah Alam Ayah Edy yang di Singaraja - Bali ya? Hihihihiii, cocok kawasannya jadi sekolah alam, luas dan hijau.
Lama ngga ke sekolah ini, begitu menginjakkan kaki kok berasa ada kenangannya gitu, jadi tumbuh kembali rasa cintanya. Sayangnya belum sesuai dengan karakternya Aisyah untuk jadi pertimbangan sebelum menginjakkan kaki ke SD.
Beberapa dokumentasi Aisyah dan para sepupu ketika bermain di sana.
Duh banyak banget kenangan saya di sini. Masih sangat kuat terasa karena dulu Mami-mami di TK Bhayangkari angkatan 86 ini semuanya berteman akrab, bahkan ada klub arisan yang memungkinkan kami selalu bertemu satu sama lainnya, foto-foto bejibun deh di rumah seputaran TK ini. Saya sempat ulang tahun di sekolah dan sering mengundang teman ulang tahun di rumah juga soalnya.
Sachio dan Aylin jadi penerus di TK ini. Semoga sukses yaa anak-anakku sayang, jadi berlian di antara butiran debu. Tidak perlu ikut-ikutan teman, jadi diri kalian sendiri yaa Aisyah, Sachio, dan Aylin. Mmmuaaachhh.
Sumber: http://www.infomenia.net/2016/05/pejabat-mesirpenyebab-terorisme-dan.html |
Para Mami Keceh tentu butuh 'me time' juga sekali-kali dengan pergi menonton bioskop. Kalau ada yang bisa dititipin si kecil, seperti nenek atau mbak asuh di rumah, pasti bisa deh pergi berdua saja sama Dedi Keceh, serasa masih pacaran dulu. Nah, permasalahannya adalah, bagaimana kalau si kecil terpaksa dibawa ke bioskop?
Saya sendiri semenjak punya anak hampir tidak pernah pergi ke bioskop. Eh pernah dink, sekali doank waktu si baby masih bisa dibantu awasi neneknya di dalam baby box, alias masih bayi banget, supaya ngga stres, pergi berdua aja sama suami. Sejak si kecil sudah mulai bisa tengkurap, ngga pernah ninggalin lagi buat pergi ke bioskop berdua, maklum ... seperti yang saya ceritakan sebelumnya, Mami saya diserahin dua balita hasil perceraian adik angkat saya untuk diasuh, ngga mungkin saya repotin lagi untuk menjaga anak saya, sedangkan saya ngga minat mengambil orang lain untuk diserahin 'harta' berharga saya satu-satunya yaitu Aisyah.
Rasanya sudah lama sekali saya tidak menungkan pikiran saya ke dalam tulisan panjang, sejak saya menikah, lalu kemudian punya anak.
Saya punya Blog satu lagi, sejak tahun 2009, disitu banyak sekali curahan hati saya sejak masih kuliah, masih pacaran, masih yang muda yang bercinta, sehingga saya jarang sekali mem-publish tulisan saya yang ada pada Blog tersebut ... bahkan seringkali juga luapan kemarahan saya ungkapkan dalam Blog tersebut.
Bombon Asam ini seperti hidup baru saya, saya ingin merubah image saya, dari remaja cupu yang hanya bisa ngomel dan nangis, menjadi seorang wanita dewasa, seorang Ibu dari anak balita yang cerdas. Apalagi untuk ukuran mahmud beranak balita 1, usia saya tidak termasuk yang muda banget. Bahkan teman-teman saya anaknya ada yang sudah pertengahan SD, bentar lagi punya anak abegeh.
Sebagai seorang Ibu yang baru memiliki 1 anak, saya lagi giat-giatnya belajar parenting. Sebenarnya sudah sejak saya hamil rajin ikut seminar parenting. Saya ingat waktu kandungan saya masih 1,5 bulan, saya ikut seminar parenting Pren*gen yang diadakan Food Court sebuah Mall, sayangnya saya tidak bisa ikut kegiatan Belly Dance nya karena masih sangat muda kandungannya. Pembicara waktu itu Dokter Ketut kalau tidak salah (saya agak-agak lupa karena sudah cukup lama).
Ketika kandungan saya masuk 7 bulan, saya ikut seminar Mor*naga yang diadakan di Grand Senyiur, itu bagus sekali topiknya, mengenai 1000 hari perkembangan anak sejak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun. Dibawakan oleh MC Balikpapan Ririn, kemudian Artis Novita Angie sebagai moderator sekaligus narasumber Ibu dengan 2 anak, dokter SPAK Ahmad Suryawan, dan Bunda Romi sebagai psikolog. Disitu dibahas mengenai seorang anak bukan hanya diharapkan berperilaku cerdas melainkan agar dapat cerdas berperilaku juga. Di situ saya sempat bertanya kepada Bunda Romi mengenai kedua orang ponakkan saya yang kondisinya orang tua sudah bercerai, tinggal bersama kakek dan neneknya, sang kakak sering sekali menyakiti adiknya yang terpaut pas setahun usianya dengan dia (ketika ia baru berusia 3 bulan, mamanya hamil adik perempuannya itu).
Ponakkan saya yang lelaki memang sangat menikmati menyakiti adik perempuannya ketika itu, baik memukul, menggigit maupun menyakar. Saya sebagai tante lumayan prihatin mengenai psikologis anak-anak korban Broken Home seperti para ponakkan saya itu. Apalagi orang tua saya bukan tipikal yang mau dan paham mengenai parenting yang baik, mereka hanya tahu mendidik anak dengan satu pola yaitu menasehati dan memarahi bahkan berteriak, sama seperti ketika saya dan adik saya kecil dulu (sampai sekarang, masih suka diteriakin, wkwkwkk). Sedangkan orang tua anak-anak itu sendiri adalah korban pernikahan dini, ketika bercerai masih ingin bebas satu sama lainnya. Mami dan Papa saya yang sudah berusia setengah abad lebih mengasuh dua orang anak balita (malah masih batita ketika saya ikut parenting tersebut) dengan cara orang dulu, tanpa ada perkembangan.
Ketika itu Bunda Romi hanya meminta agar si Kakak dikondisikan untuk menerima dan ikut mengasuh adiknya, seperti membantu nenek memasangkan kaos kaki adiknya dsb, bukan malah terus-terusan menyalahkan si Kakak atas sikap jeleknya terhadap sang adik, karena justru akan membuat si Kakak semakin membenci adiknya. Sayangnya bukan orang tua saya sendiri yang ikut seminar, mereka hanya mengatakan bahwa itu teori, dan untuk ukuran orang berusia mereka bukan lagi tertarik mengenai 'belajar' apalagi belajar parenting.
Ketika Aisyah, anak saya lahir, ternyata ia mengalami alergi susu sapi, duh rasanya batin saya sebagai orang tua ingin berteriak. Karena saya hamil dia sudah mengalami banyak sekali masalah, dari Placenta Previa, kemudian terputus saluran nutrisi 2 minggu sehingga di usia kandungan 7 bulanan BBJ nya hanya 900 gram, alhamdulillah setelah opname 2 minggu naik menjadi 1,25kg dan lagi-lagi saya dapat ujian ketika dokter mengatakan bahwa kepala anak saya terlambat berkembang, bisa berpotensi Mikrosepalus.
Saya punya Blog satu lagi, sejak tahun 2009, disitu banyak sekali curahan hati saya sejak masih kuliah, masih pacaran, masih yang muda yang bercinta, sehingga saya jarang sekali mem-publish tulisan saya yang ada pada Blog tersebut ... bahkan seringkali juga luapan kemarahan saya ungkapkan dalam Blog tersebut.
Bombon Asam ini seperti hidup baru saya, saya ingin merubah image saya, dari remaja cupu yang hanya bisa ngomel dan nangis, menjadi seorang wanita dewasa, seorang Ibu dari anak balita yang cerdas. Apalagi untuk ukuran mahmud beranak balita 1, usia saya tidak termasuk yang muda banget. Bahkan teman-teman saya anaknya ada yang sudah pertengahan SD, bentar lagi punya anak abegeh.
Sebagai seorang Ibu yang baru memiliki 1 anak, saya lagi giat-giatnya belajar parenting. Sebenarnya sudah sejak saya hamil rajin ikut seminar parenting. Saya ingat waktu kandungan saya masih 1,5 bulan, saya ikut seminar parenting Pren*gen yang diadakan Food Court sebuah Mall, sayangnya saya tidak bisa ikut kegiatan Belly Dance nya karena masih sangat muda kandungannya. Pembicara waktu itu Dokter Ketut kalau tidak salah (saya agak-agak lupa karena sudah cukup lama).
Ketika kandungan saya masuk 7 bulan, saya ikut seminar Mor*naga yang diadakan di Grand Senyiur, itu bagus sekali topiknya, mengenai 1000 hari perkembangan anak sejak masih di dalam kandungan hingga berusia 2 tahun. Dibawakan oleh MC Balikpapan Ririn, kemudian Artis Novita Angie sebagai moderator sekaligus narasumber Ibu dengan 2 anak, dokter SPAK Ahmad Suryawan, dan Bunda Romi sebagai psikolog. Disitu dibahas mengenai seorang anak bukan hanya diharapkan berperilaku cerdas melainkan agar dapat cerdas berperilaku juga. Di situ saya sempat bertanya kepada Bunda Romi mengenai kedua orang ponakkan saya yang kondisinya orang tua sudah bercerai, tinggal bersama kakek dan neneknya, sang kakak sering sekali menyakiti adiknya yang terpaut pas setahun usianya dengan dia (ketika ia baru berusia 3 bulan, mamanya hamil adik perempuannya itu).
Ponakkan saya yang lelaki memang sangat menikmati menyakiti adik perempuannya ketika itu, baik memukul, menggigit maupun menyakar. Saya sebagai tante lumayan prihatin mengenai psikologis anak-anak korban Broken Home seperti para ponakkan saya itu. Apalagi orang tua saya bukan tipikal yang mau dan paham mengenai parenting yang baik, mereka hanya tahu mendidik anak dengan satu pola yaitu menasehati dan memarahi bahkan berteriak, sama seperti ketika saya dan adik saya kecil dulu (sampai sekarang, masih suka diteriakin, wkwkwkk). Sedangkan orang tua anak-anak itu sendiri adalah korban pernikahan dini, ketika bercerai masih ingin bebas satu sama lainnya. Mami dan Papa saya yang sudah berusia setengah abad lebih mengasuh dua orang anak balita (malah masih batita ketika saya ikut parenting tersebut) dengan cara orang dulu, tanpa ada perkembangan.
Ketika itu Bunda Romi hanya meminta agar si Kakak dikondisikan untuk menerima dan ikut mengasuh adiknya, seperti membantu nenek memasangkan kaos kaki adiknya dsb, bukan malah terus-terusan menyalahkan si Kakak atas sikap jeleknya terhadap sang adik, karena justru akan membuat si Kakak semakin membenci adiknya. Sayangnya bukan orang tua saya sendiri yang ikut seminar, mereka hanya mengatakan bahwa itu teori, dan untuk ukuran orang berusia mereka bukan lagi tertarik mengenai 'belajar' apalagi belajar parenting.
Ketika Aisyah, anak saya lahir, ternyata ia mengalami alergi susu sapi, duh rasanya batin saya sebagai orang tua ingin berteriak. Karena saya hamil dia sudah mengalami banyak sekali masalah, dari Placenta Previa, kemudian terputus saluran nutrisi 2 minggu sehingga di usia kandungan 7 bulanan BBJ nya hanya 900 gram, alhamdulillah setelah opname 2 minggu naik menjadi 1,25kg dan lagi-lagi saya dapat ujian ketika dokter mengatakan bahwa kepala anak saya terlambat berkembang, bisa berpotensi Mikrosepalus.
Duhh Allah ... ini anak pertama saya, tega banget sih, seolah hati saya berteriak ketika itu. Tapi apapun yang terjadi, dia tetap anak saya, sayang banget sama si jabang bayi, tutup telinga rapat-rapat mengenai pendapat orang.
Tidak diberi waktu lama-lama untuk khawatir, saya kembali opname 3 hari karena pendarahan (padahal saya di RS ngga ada yang nungguin loh, sampai pakai adult diapers kayak orang jompo, karena bedrest ngga boleh ke toilet), selang seminggu keluar RS kembali pendarahan sehingga opname lagi, 3 hari di RS kembali pendarahan dan JEDERRR ... kata dokter harus Caesar sesegera mungkin tapi harus cari stok darah dulu. Duh, mencari stok darah di PMI tidak semudah yang dibayangkan. Seharusnya saya sudah Caesar jam 2 siang, diundur sampai jam 10 malam, alhamdulillah saya masuk kamar operasi tepat papa saya tiba di RS dari Jakarta. Bersyukur banget anak saya lahir tak kekurangan satu hal pun, normal dengan BB yang cukup, itu hal terindah dalam hidup saya. Dia anak yang kuat!
Sayang banget alergi susu sapi membuat pernafasannya tidak lancar, saya bolak-balik fisioterapi di Siloam. Seandainya saja ia mau ASI, pasti tidak sesengsara ini. ASI saya baru keluar pada hari kelima setelah Caesar, anak saya keburu bingung puting dan saya perah pun ASInya sangat sedikit. Hiks sedih. Sampai sudah konsultasi sama dokter Nina, dokter laktasi di Siloam, yang ada Aisyah teriak terus, dia kuat sekali minum.
Akhirnya usia Aisyah 3 bulanan, ikut seminar Pren*gen lagi berdua Aisyah di Food Court sebuah Mall. Tapi susah konsennya, ngga sempat tunjuk tangan pada sessi tanya jawab juga, apalagi mendadak Aisyah poop, welehhh. Padahal topiknya adalah topik yang saya butuhkan yaitu 'Alergi Susu Sapi pada Anak', dibawakan oleh dokter Anggun.
Ketika Aisyah usia 2 tahunan, saya ikut Seminar Parenting yang diadakan Mor*naga lagi di Novotel, kebetulan ada Playgroundnya jadi saya rasa tak masalah bawa Aisyah, tapi untuk jaga-jaga saya buka kamar di hotel tersebut juga. Ternyata Aisyah tertarik main di Playground saja, susah diajakin masuk ke dalam ruang seminar. Duh, seandainya saja saya punya suami yang mendukung saya secara moril dan mau bekerja sama dalam mendidik anak, paling tidak membantu saya jaga anak saja di Playground sementara saya mengikuti kegiatan seminar, tapi suami saya sama sekali tidak bisa diharapkan meluangkan waktu satu hari untuk itu. Untuk jaga saya waktu di RS saja dia kebanyakan ngomelnya, sampai saya memutuskan pakai adult diapers daripada saya tambah stres liat orang ngga punya perasaan, wkwkwk. Pertengahan seminar Aisyah malah ngantuk, akhirnya kami naik ke kamar buat tidur. Pas doorprize baru turun lagi, tapi ngga dapet, hikss.
Nah baru-baru ini saya ikut Seminarnya Ayah Edy di Grand Jatra ... sebelumnya saya ngga pernah tertarik dengan Ayah Edy, karena saya hanya tahu Ayah Edy melalui Facebook, saya lebih suka mendengarkan motivasi dari Mario Teguh. Bayangan saya, Ayah Edy itu sombong, hanya pandai berteori. Kalau tiket parentingnya mahal mungkin saya tidak akan pergi, syukurlah tiket Gold hanya 100rb karena subsidi dari salah satu perusahaan property di Balikpapan yang mengadakan seminar tersebut. Di samping itu, bisa berkumpul bersama Ibu-ibu teman sekolahnya Aisyah yang lain.
Saya meminta orang tua saya menemani Aisyah dan para ponakkan saya di Playground Mall (pas di samping Hotel), kasihan sebenarnya kalau terlalu lama, tapi sayang banget kalau saya melewatkan seminar parenting dengan tiket terjangkau seperti ini. Saya ngga pakai Baby Sitter karena ketidak percayaan saya terhadap orang lain selain orang tua saya untuk menjaga anak saya dengan baik. Aisyah full saya jaga dengan tangan saya sendiri sejak ia masih bayi merah, sejak bekas operasi saya masih basah dan nyeri.
Seminar tersebut merubah pandangan saya terhadap Ayah Edy. Bagi saya Ayah Edy itu hebat, semua teorinya masuk di logika saya, dimana seorang anak jika dihargai, didukung sepenuh hati cita-citanya, pasti bisa mengantarkan kesuksesannya. Dan It works! Banyak anak yang dibawah didikan Ayah Edy berhasil meraih apa yang ia inginkan. Saya pun berburu buku Ayah Edy. Di Gramedia saya hanya menemukan buku Ayah Edy yang 'Mengapa anak saya suka melawan dan susah diatur', sedangkan saya sangat ingin buku 'Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak'. Akhirnya saya membelinya secara online.
Sebenarnya pada malam itu, buku-buku Ayah Edy juga dijual, tapi orang tua saya sudah menelpon terus karena terlalu lama, akhirnya saya kabur duluan dari ruang seminar, hiksss.
Buku 'Rahasia Ayah Edy memetakan Potensi Unggul Anak' semakin memicu semangat saya untuk membesarkan dan mendidik anak saya secara demokratis. Harus menyingkirkan sedikit ego kita sebagai orang tua yang harus AMAT SANGAT dihormati oleh anak. Heheheee ... pokoknya kalau ortu jaman dulu 'Seng Ada Lawang', orang tua selalu benar, anak yang berbakti harus menurut sepenuhnya. Dua telinga untuk mendengar dan satu mulut untuk berbicara, hmmm kalau jaman dulu itu hanya berlalu bagi anak, sedangkan bagi orangtua hanya punya 1000 mulut untuk berbicara.
Tapi seperti kata Ayah Edy, tidak ada waktu untuk melihat ke belakang, maafkanlah masa lalu, para guru, orang tua kita, dan semua orang serta sistem yang sempat membuat kita tersesat begitu jauh. Saya saja sampai tidak tahu apa cita-cita saya sebenarnya, wkwkwkk, pokoknya dibilang pendidikan 'itu' bagus yaa bagus saja, manut wae kalo katanya orang Inggris.
Bismillah, masa depan anak ada di tangan kita. Let's make Indonesia Strong from Home jarnya Ayah Edy. -logat Banjar-
Bahkan jati diri saya ngga jelas, bahasanya campur aduk, hahahaaa ... karena tinggal di Balikpapan saja, kalau itu mah. -logat Sunda-
Tidak diberi waktu lama-lama untuk khawatir, saya kembali opname 3 hari karena pendarahan (padahal saya di RS ngga ada yang nungguin loh, sampai pakai adult diapers kayak orang jompo, karena bedrest ngga boleh ke toilet), selang seminggu keluar RS kembali pendarahan sehingga opname lagi, 3 hari di RS kembali pendarahan dan JEDERRR ... kata dokter harus Caesar sesegera mungkin tapi harus cari stok darah dulu. Duh, mencari stok darah di PMI tidak semudah yang dibayangkan. Seharusnya saya sudah Caesar jam 2 siang, diundur sampai jam 10 malam, alhamdulillah saya masuk kamar operasi tepat papa saya tiba di RS dari Jakarta. Bersyukur banget anak saya lahir tak kekurangan satu hal pun, normal dengan BB yang cukup, itu hal terindah dalam hidup saya. Dia anak yang kuat!
Sayang banget alergi susu sapi membuat pernafasannya tidak lancar, saya bolak-balik fisioterapi di Siloam. Seandainya saja ia mau ASI, pasti tidak sesengsara ini. ASI saya baru keluar pada hari kelima setelah Caesar, anak saya keburu bingung puting dan saya perah pun ASInya sangat sedikit. Hiks sedih. Sampai sudah konsultasi sama dokter Nina, dokter laktasi di Siloam, yang ada Aisyah teriak terus, dia kuat sekali minum.
Akhirnya usia Aisyah 3 bulanan, ikut seminar Pren*gen lagi berdua Aisyah di Food Court sebuah Mall. Tapi susah konsennya, ngga sempat tunjuk tangan pada sessi tanya jawab juga, apalagi mendadak Aisyah poop, welehhh. Padahal topiknya adalah topik yang saya butuhkan yaitu 'Alergi Susu Sapi pada Anak', dibawakan oleh dokter Anggun.
Ketika Aisyah usia 2 tahunan, saya ikut Seminar Parenting yang diadakan Mor*naga lagi di Novotel, kebetulan ada Playgroundnya jadi saya rasa tak masalah bawa Aisyah, tapi untuk jaga-jaga saya buka kamar di hotel tersebut juga. Ternyata Aisyah tertarik main di Playground saja, susah diajakin masuk ke dalam ruang seminar. Duh, seandainya saja saya punya suami yang mendukung saya secara moril dan mau bekerja sama dalam mendidik anak, paling tidak membantu saya jaga anak saja di Playground sementara saya mengikuti kegiatan seminar, tapi suami saya sama sekali tidak bisa diharapkan meluangkan waktu satu hari untuk itu. Untuk jaga saya waktu di RS saja dia kebanyakan ngomelnya, sampai saya memutuskan pakai adult diapers daripada saya tambah stres liat orang ngga punya perasaan, wkwkwk. Pertengahan seminar Aisyah malah ngantuk, akhirnya kami naik ke kamar buat tidur. Pas doorprize baru turun lagi, tapi ngga dapet, hikss.
Nah baru-baru ini saya ikut Seminarnya Ayah Edy di Grand Jatra ... sebelumnya saya ngga pernah tertarik dengan Ayah Edy, karena saya hanya tahu Ayah Edy melalui Facebook, saya lebih suka mendengarkan motivasi dari Mario Teguh. Bayangan saya, Ayah Edy itu sombong, hanya pandai berteori. Kalau tiket parentingnya mahal mungkin saya tidak akan pergi, syukurlah tiket Gold hanya 100rb karena subsidi dari salah satu perusahaan property di Balikpapan yang mengadakan seminar tersebut. Di samping itu, bisa berkumpul bersama Ibu-ibu teman sekolahnya Aisyah yang lain.
Saya meminta orang tua saya menemani Aisyah dan para ponakkan saya di Playground Mall (pas di samping Hotel), kasihan sebenarnya kalau terlalu lama, tapi sayang banget kalau saya melewatkan seminar parenting dengan tiket terjangkau seperti ini. Saya ngga pakai Baby Sitter karena ketidak percayaan saya terhadap orang lain selain orang tua saya untuk menjaga anak saya dengan baik. Aisyah full saya jaga dengan tangan saya sendiri sejak ia masih bayi merah, sejak bekas operasi saya masih basah dan nyeri.
Seminar tersebut merubah pandangan saya terhadap Ayah Edy. Bagi saya Ayah Edy itu hebat, semua teorinya masuk di logika saya, dimana seorang anak jika dihargai, didukung sepenuh hati cita-citanya, pasti bisa mengantarkan kesuksesannya. Dan It works! Banyak anak yang dibawah didikan Ayah Edy berhasil meraih apa yang ia inginkan. Saya pun berburu buku Ayah Edy. Di Gramedia saya hanya menemukan buku Ayah Edy yang 'Mengapa anak saya suka melawan dan susah diatur', sedangkan saya sangat ingin buku 'Rahasia Ayah Edy Memetakan Potensi Unggul Anak'. Akhirnya saya membelinya secara online.
Sebenarnya pada malam itu, buku-buku Ayah Edy juga dijual, tapi orang tua saya sudah menelpon terus karena terlalu lama, akhirnya saya kabur duluan dari ruang seminar, hiksss.
Buku 'Rahasia Ayah Edy memetakan Potensi Unggul Anak' semakin memicu semangat saya untuk membesarkan dan mendidik anak saya secara demokratis. Harus menyingkirkan sedikit ego kita sebagai orang tua yang harus AMAT SANGAT dihormati oleh anak. Heheheee ... pokoknya kalau ortu jaman dulu 'Seng Ada Lawang', orang tua selalu benar, anak yang berbakti harus menurut sepenuhnya. Dua telinga untuk mendengar dan satu mulut untuk berbicara, hmmm kalau jaman dulu itu hanya berlalu bagi anak, sedangkan bagi orangtua hanya punya 1000 mulut untuk berbicara.
Tapi seperti kata Ayah Edy, tidak ada waktu untuk melihat ke belakang, maafkanlah masa lalu, para guru, orang tua kita, dan semua orang serta sistem yang sempat membuat kita tersesat begitu jauh. Saya saja sampai tidak tahu apa cita-cita saya sebenarnya, wkwkwkk, pokoknya dibilang pendidikan 'itu' bagus yaa bagus saja, manut wae kalo katanya orang Inggris.
Bismillah, masa depan anak ada di tangan kita. Let's make Indonesia Strong from Home jarnya Ayah Edy. -logat Banjar-
Bahkan jati diri saya ngga jelas, bahasanya campur aduk, hahahaaa ... karena tinggal di Balikpapan saja, kalau itu mah. -logat Sunda-